Di tengah arus modernisasi dan perubahan zaman, Desa Jetis Lor, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, terus memelihara dan melestarikan adat istiadat jawa melalui 'Pasinaon Pranatacara Saha Pamedar Sabda'.
Pranatacara dan pamedhar sabda merupakan orang yang berperan penting dalam suatu acara yang diselenggarakan masyarakat Jawa.
Pranatacara masyarakat menyebutnya seseorang yang sering dihubungi dengan upacara adat Jawa seperti temanten (pernikahan), kesripahan (kematian), pepanggihan (pertemuan), pasamuan (perjamuan), pengaosan (pengajian), pentas, dan lain sebagainya.
Sedangkan, pamedhar sabda adalah orang yang bertugas medhar sabda atau menyampaikan pidato yang berisi wejangan, wewarah, gagasan atau pemikiran orang lain.
Sebagai salah satu warisan budaya yang kian punah, profesi sebagai pembawa acara ini memang memerlukan pendidikan khusus. Yang kemudian, diperuntukkan dalam setiap acara resmi maupun hiburan.
"Pranatacara itu umumnya dikenal seperti MC (Master of Ceremony) Mantenan, dan peruntukan itu di semua acara yang menggunakan bahasa jawa itu bisa, dari mulai acara pernikahan, tasyakuran, kelahiran, ritual sakral hingga memberangkatkan jenazah," kata Ketua, Lembaga Pasinaon Pranatacara Saha Pamedar Sabda Sekar Pitutur Desa Jetis Lor, Nawangan Pacitan, Hasan Rosyidi.
Pasinaon ini, merupakan upaya dalam menggali dan melestarikan adat istiadat dan budaya jawa (Nguri uri kabudayan jawi), terlebih tidak bertentangan dengan syariat ajaran agama Islam. Mencangkup aspek bahasa, makna dibalik acara, spiritual, tingkah laku dan kesenian.
Selain itu, ini juga menjadi wadah bagi masyarakat setempat untuk mendidik generasi mendatang berbudaya jawa. Termasuk penggunaan bahasa dan perilaku di dalam kehidupan sehari-hari.
"Ini juga merupakan tempat berkumpulnya bagi warga setempat, yang pengen belajar apa saja terkait kebudayaan Jawa," ucapnya.
Kendati demikian, hal ini dipicu oleh banyaknya anak muda zaman sekarang yang mulai meninggalkan adat-istiadat para pendahulu. Oleh karenanya, pendidikan ini, sebagai langkah mengantisipasi kelangkaan di masa mendatang.
"Ini dalam rangka menjaga adat dan budaya Jawa, agar tidak hilang. Ini ikhtiar bersama untuk memastikan bahwa generasi muda Jawa tidak tergerus peradaban," ucapnya.
Ragam Bentuk Pendidikan di Pasinaon
Tradisi pranatacara dan pamedhar sabda merupakan bagian integral dari acara adat di berbagai wilayah, khususnya Jawa Timur. Hal ini berhubungan dengan seorang tokoh yang memiliki pengetahuan mendalam tentang adat istiadat Jawa, yang bertugas untuk memandu seluruh rangkaian upacara dengan penuh kebijaksanaan.
Begitu pula, harus fasih dalam menjelaskan makna dan filosofi setiap langkah upacara kepada para tamu dan masyarakat yang hadir. Sedikitnya ada tiga aspek dalam pembelajaran didalam pendidikan ini, meliputi keagamaan, tari-tarian dan kesenian, serta linguistik (kecakapan berbahasa).
Dibimbing oleh tiga tokoh ahli dibidangnya dihadirkan dari wilayah setempat. Diantaranya ada Jarwaji sebagai pembimbing keagamaan, Supiatsih pemandu tetarian dan Mantan Camat Nawangan Bambang Purnomo yang jadi Guru (Dwija atau Pranata Pamedar).
Beberapa ragam pembelajaran dalam Pasinaon budaya Jawa tersebut, yakni berkaitan dengan seni dan kerajinan tradisional, salah satunya pembuatan bunga hiasan yang disebut kembar mayang. Hasil representasi dari paham Hindu yang menampilkan Pohon Kalpataru sebagai simbol pohon kehidupan.
Terdapat pula kesenian tari, generasi muda diajarkan tentang gerakan yang khas, kostum tradisional, serta cerita-cerita yang tersirat dalam setiap tarian. Tarian-tarian ini seringkali menjadi bagian penting dalam upacara adat dan menyampaikan pesan-pesan penting dari budaya Jawa.
Lanjut, pada penghayatan ajaran keagamaan guna memastikan nilai-nilai agama Islam tidak menyimpang dalam melandasi banyak upacara adat. Ini termasuk pemahaman tentang mitologi, ritual, dan simbolisme yang berkaitan dengan kepercayaan orang Jawa.
Terakhir, pranatacara dan pamedar, yang berkaitan dengan aspek-aspek tata cara sosial dan budaya. Didalamnya menjelaskan tata cara berperilaku dan berinteraksi pada masyarakat Jawa. Mencakup etika dalam berbicara, berpakaian, dan tindakan sehari-hari lainnya.
Terkhusus pada peran pranatacara dalam acara-acara resmi maupun hiburan, hingga kini tetap menjadi tolak ukur sukses tidaknya suatu acara. Sehingga dapat dibayangkan bagaimana bila suatu acara tidak ada pranatacaranya, maka acara itu akan terasa tidak urut dan tidak enak dilihat.
"Membangun rasa percaya diri pada setiap individu itu penting, dan harus mempunyai keyakinan atas kemampuan yang dimiliki," terang Guru Dwija Bambang Purnomo.
Tak hanya itu, masih kata dia, seorang pranatacara harus dapat melafalkan dengan benar kata-kata bahasa Jawa krama inggil. Mereka juga diwajibkan mampu mengendalikan suaranya agar tetap menarik dan tidak menjenuhkan.Â
"Selain suara, nafas juga harus di kendalikan secara teratur. Beberapa syarat yang biasanya menjadi dasar bagi pranatacara agar mampu melaksanakan tugasnya antara lain memiliki kemampuan olah swara atau teknik vocal," paparnya.
Disamping itu, peran penting Pasinaon Pambiwara Adicara serta dukungan masyarakat, Desa Jetis Lor dapat menjadi contoh inspirasi bagi wilayah lainnya dalam pelestarian budaya Jawa.
Sebagaimana diketahui, Pasinaon Pranatacara Saha Pamedhar Sabda 'Sekar Pitutur' merupakan Lembaga Kemasyarakatan di Desa Jetis Lor yang disyahkan oleh Pemerintah Desa setempat. Tercatat ada sekitar 30an murid yang saat ini tengah digodok setiap satu minggu dua kali selama 48 pertemuan.
"Alhamdulillah, kami termasuk generasi yang beruntung bisa ikut belajar. Ilmu yang didapatkan ini semoga dapat pula kami terapkan dan turunkan ke generasi mendatang, karena itu merupakan ciri khas sebagai orang Jawa," pungkas murid Pasinaon Mohammad Abdul Mannan (28) dengan antusias.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H