Mohon tunggu...
Aldhi Kurniawan
Aldhi Kurniawan Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fishum Ilmu Komunikasi U.I.N Sunan Kalijaga Jogja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Nasionalisme Turki

4 Januari 2014   01:06 Diperbarui: 4 April 2017   18:00 2895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pergerseran dari nasionalisme multi ras atau bangsa dan agama menjadi nasonalisme Turki hampir tidak terasa, dan mungkin tidak akan melangkah terlalu jauh apabila Sultan Mahmud Vehideddin tidak memutuskan untuk melawan para nasionalis dan bekerjasama dengan sekutu yang menduduki negeri itu. Para nasionalis yang bebas bergerak di Anatolia dan daerah perbatasan di daerah timur laut bebas bergerak karena luput dari kontrol asing, dan menyatakn bahwa cita-cita mereka adalah memepertahankan keutuhan masyarakat Islam di bawah kekhalifahan dan kesultanan Turki. Para nasionalis kecewa terhadap instruksi Sultan kepada pasukan Turki di Samyra agar menahandiri dari terhadap invasi Yunani pada tanggal 15 Mei 1920. Gerakan pembebasan nasionalis lahir di Anatoia di bawah pimpinan Jendral Kazim Karabekir, yang menjadi komandan militer Erzerum.

Pakta Nasional disahkan oleh Parlemen pada bulan Februari 1920. Hal itu menyebabkan Sekutu meningkatkan pengawasannya terhadap Istambul. Pada tanggal 16 Maret 1920, pasukan Inggris menangkap 150 orang simpatisan nasionalis, termasuk beberapa anggota parlemen. Parlemen mengadakan sidang tanggal 18 Maret untuk menyatakan protes atas penangkapan anggota-anggotanya dan pelanggaran sidang selama waktu yang tidak ditentukan. Mustapha Kemal mengadakan pemungutan suara untuk mejelis darurat baru yang segera akan bersidang di Ankara, kota keceil berbukit di Anatolia tempat tokoh-tokoh nasionalis mendirikan markas. Pada tanggal 11 April, Sultan membubarkan parlemen dan Syekh al-Islam mengeluarkan fatwa “ pemimpin nasionalis sebagai gerombolan pemberontak yang kasar dan adalah kewajiban muslim untuk membunuh mereka atas perintah Khalifah.” “laskar Khalifah” direkrut untuk melawan kaum nasionalis.

Majelis Agung Nasionalis bersidang tanggal 23 April di Ankara dengan mengambil fatwaMulti ankara, yang didukng 152 mufti di seeluruh Anatolia. Sidang memutuskan Mustapha Kemal menjadi Presiden Majelis Agusng Nasional yang mempunyai kekusasaan legislatif dan eksekutif, dan suatu Dewan yang terdiri dari sebelas orang menteri. Pemerintahan Istambul kehilangan momentumnya akibat menandatangani Perjanjian Serves di Paris pada tanggal20 Agustus 1920. Perjanjian Servessangat menhinakan bangsa Turki dan menurunkan statusnya menjadi negara kecil yang wilayah dan kedaultannya dibatasi.

Karena mendapat tanggung jawab baru di Suriah, Perancis mengajukan gencatan senjata tanggal 30 Mei 1920 di Ankara, setelah mereka terusir dari wilayah Turki ke Aleppo dalam pertempuran awal tahun. Serangan pasuka Jenderal Kazim Karabekir pada bulan oktober menyebabkan Armenia menyerahkan Kars dan Ardahan kepada Turki melalui perjanjian Alexandropol, pada tanggal 3 Desember 1920. Selanjutnya, kaum nasionalis dapat memusatkan perhatiannya untuk menhentikan pasukan Yunani yang telah sampai ke Mutania.

Sebelum melakukan operasi ini, Majelis Agung Nasional mengesahkan Undag-undang tentangOrganisasi-organisasi Fundamental guna membeeri legitimasi kepada Kemal untuk membuat kebijakn politik luar negeri atsa nama Turki. Konstitusi yang disetujui pada tanggal 20 Januari 1921, menetapkan “ majelis Agung Nasional adalah satu-satunya wakil sah rakyat.. pemegang kekuasaan legislatif dan eksekutif.” Kemal mengadakan perjanjian dengan Italia untuk meninggalkan Anatolia tanggal 13 Maret 1921 konsesi ekonomi yang luas, perjanjian perbatasan dan kerjasama militer dengan Rusia 16 Maret 1921, penandatanganan perjanjian Franklin-Bouillan 20 Oktober 1920 dengan Perancis mengenai demakrasi perbatasan Turki – Suriah.

Setelah memastikan bantuan dari Rusia dan menetralkan permusuhan dengan Perancis dan Italia, Yunani berhasl diusir ke laut Mediteranis tanggal 11 September 1922, melalui pertempuran berdarah di sungan Sakrya, 24 Agustus - 16 September 1921 dan pertempuran selama dua minggu dalam merebut kembali samyra sejak akhir Agustus 1922. Melihat keberhasilan kaum nasionalis dan juga kekalahn Yunani, Perdana Menteri Inggris, Lloyd George, tanggal 15 September mengirimkan permohonan kepada Sekutu agar melindungi mereka di Selat. Tetapi Italia dan Perancis tidak menanggapinya. Tanggal 11 Oktober, Konvensi Mudania ditandatangani antara Kemal dan Sekutu. Konvensi tersebut menyangkut pengembalian Thrace Timur dan Adrianopel kepada Turki, sebaliknya Kemal menerima pengawasan internasional atas Selat selama konferensi penyelesaian perdamaian secara menyeluruh yang segera dilaksanakan di Lausanne.

Perundingan di Lausanne merupakan kemenangan Turki atas Eropa. Majelis Agung Nasional menganugerahkan gelar Al-Ghazzi (pemenang) dan pangkat Marsekal kepada Mustapha Kemal atas kepahlawanannya dalam pertempuran di sungai Sakarya. Dengan ditandatanganinya perjanjian Lausanne, negara Turki mendapat pengakuan iternasional dan mengubur kerajaan selama-lamanya. Sebuah amandemen terhadap Konstitusi dikeluarkan tanggal 13 Oktober 1923 yang menetapkan bahwa ibu kota negara Turki dipindahkan dari Istambul ke Ankara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun