Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenapa Muhammadiyah Jaga Kedekatan dengan Parpol, NU Jaga Jarak?

30 Juli 2022   05:41 Diperbarui: 30 Juli 2022   05:47 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan kini Muhammadiyah menjaga kedekatan dengan Parpol. Dulu menjaga jarak. Hal ini diungkapkan ketika menerima kunjungan DPP PKS ke kantor  Muhammaddiyah di Jakarta.

Sebaliknya, PB NU dibawah kepemimpinan KH Yahya sebaliknya. Kini NU menjaga jarak dengan Parpol, termasuk PKB yang berbasis NU. NU tidak boleh terlibat  politik praktis.

Apakah sikap Muhammadiyah yang berbanding terbalik dengan NU pada Pilpres 2024 akan membawa dampak  dukungan terhadap Parpol Islam?

Kenapa Muhammadiyah memilih dekat dengan Parpol? Apakah karena kunjungan dari DPP PKS yang datang silaturahim dan minta nasehat ke Muhammaddiyah? Akankah mereka mendukung PKS untuk Pemilu 2024? Ataukah membuka kesempatan semua Parpol mendekat dan Muhammaddiyah juga akan mendekat kepada semua partai? Indikasi buka pintu untuk parpol peserta Pemilu 2024?

Apakah PAN akan datang kembali ke Muhammadiyah untuk meminta dukungan? Atau Partai Ummat besutan Amien Rais yang baru? Atau semua partai akan diterima? Tersirat makna bahwa Muhhammaddiyah membangun keomunikasi dan kedekatan dengan parpol.

Sebaliknya, NU menjaga jarak dengan parpol. Kenapa NU seakan mau menjaga jarak? Bahkan dengan PKB pun jaga jarak. Apakah NU akan membebaskan nahdiliyin memilih sesuai kehendak hati masing-masing? Atau akan ada fatwa menjelang Pemilu 2024?

Mana lebih menguntungkan secara politik, menjaga kedekatan seperti Muhammadiyah atau jaga jarak seperti NU? Biasanya yang menjaga kedekatan akan lebih praktis sekali. Yang menjaga jarak biasanya malah akan membuat  Parpol gencar mendekati.

Alasan Muhammadiyah menjaga kedekatan adalah untuk kebaikan bangsa. Jangan terjadi polarisasi yang mengakibatkan terbelah pasca pemilu seperti Pilpres 2019, demikian jargonnya. Apa yang terbelah pada Pilpres 2019, telah dirajut dalam kabinet setelah Pilpres. Mungkin merajutnya setelah Pilpres  yang penting dilakukan? Bukankah koalisi dan kolaborasi Jokowi Prabowo langsung terbentuk pada Kabinet Jokowi pada tahun 2019?

Dua sikap berbeda dari organisasi keumatan Islam terbesar ini akan membuat Parpol harus menyusun strategi pendekatan kepada dua organisasi umat tersebut. Strategi kepada yang menjaga kedekatan dan menjaga jarak pastilah berbeda.

Kita menyambut semua sikap dari organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan NU ini. Peran kedua organisasi ini untuk mendidik dan mengarahkan umatnya dalam bidang politik sangat baik. Kedua lembaga ini memiliki lembaga pendidikan dan pesantren. Selain mendidik ilmu agama, sekaligus juga bisa melakukan pendidikan politik.

Lembaga yang apolitik tidak baik. Menjaga jarak tentu saja bukan berarti apolitik. Menjaga kedekatan bukan berarti politik praktis. Kedua sikap ini masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan.  Menjaga kedekatan bisa membawa pragmatisme politik dehngan segala konsekwensinya. Termasuk penggunaan politik identitas.

Kebutuhan parpol akan dukungan pemilih seringkali mengarahkan kepada politik transaksional. Ini biasa dilakukan para Caleg dan calon kepala daerah. Menjaga kedekatan bisa mengarah kepada hal tersebut.

Menjaga jarak juga seringkali membuat parpol, Caleg atau calon kepala daerah melakukan terobosan yang mengarah kepada permintaan dukungan dengan politik transaksional.

Bisakah Muhammaddiyah dengan pola menjaga kedekatan menghindari politik transaksional dan politik uang? Pertanyaan yang sama juga bisa diajukan ke NU yang menjaga jarak dengan Parpol. Bisakah dengan pola menjaga jarak ini menghindari politik transaksional dan politik uang?

Politik transaksional dan politik uang adalah penyakit kronis Pemilu dan Pilkada kita. Tugas Muhammadiyah dan NU juga harus menyuarakan suara nabiah yang mencerahkan bangsa ini tentang hal tersebut.

Persoalannya bukan hanya soal pilihan menjaga kedekatan dan menjaga jarak. Pertanyaannya, apa dampak sikap menjaga kedekatan dengan menjaga jarak? Apa kebaikan yang dihasilkan dari pilihan sikap tersebut.

Menjaga jarak jauh lebih baik dari menjaga kedekatan. Parpol, biarlah tetap parpol dengan segala gayanya dan perilakunya sebagai praktisi politik praktis. Organisasi keagamaan biarlah tetap sebagai organisasi keagamaan yang mengurus umatnya. Dengan segala gaya dan perilakunya.

Artinya, agama biarlah tetap agama. Politik, biarlah tetap politik. Agama dengan politik itu berbeda. Biarlah tetap berjarak. Jika didekatkan percampuran agama dan politik seringkali membawa kejatuhan moral dan menggunakan politik identitas. Politik identitas, politisasi agama dan Agamisasi politik sama bahayanya. Jadi agama dan politik janganlah dicampur-campur, dijaga saja tetap berjarak. Semoga.

Salam jaga jarak.

Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun