Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Surya Paloh dan Jokowi, Antara Politik Kebangsaan dan Politik Identitas

26 Juli 2022   06:07 Diperbarui: 26 Juli 2022   14:16 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjuangan kemerdekaan bukan hasil perjuangan sesaat dan sekelompok orang. Pengangkatan Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro, Pattimura, Imam Bonjol, Teuku Umar, Raja Sisingamangaraja XII dan seluruh pahlawan Nasional dari berbagai daerah Nusantara merupakan gambaran bahwa perjuangan kemerdekaan dicapai karena persatuan dan kesatuan gerak untuk memperjuangkan dan merebut kemerdekaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka politik kebangsaan harus menjadi identitas dan perilaku dari elit politik dan pemimpin politik Indonesia saat ini. Para pemimpin politik perlu mempelajari dan mengkaji kembali diskursus dan perdebatan pada Sidang BPUPKI dan siding PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi dan Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut.

Pelajaran dari Jokowi.

Bagaimana mewujudkan politik kebangsaan dan mengatasi ekses Pemilu yang membuat bangsa seakan terbelah? Mungkin bisa kita belajar dari presiden Jokowi dalam pemerintahan periode keduanya setelah memenangkan Pilpres 2019.

Sebagai pemenang, Jokowi tidak kemaruk dan menggunakan istilah 'the winner take all'. Bisa saja dia menggunakan haknya sebagai pemenang menunjuk para pendukungnya menjadi menterinya. Namun dia mengajak lawan dalam Pilpres, Prabowo menjadi menteri. Menteri yang strategis, Menteri Pertahanan.

Bukan itu saja, Sandiaga Uno yang merupakan pasangan Prabowo juga direkrutnya dalam reshuffle. Dengan memasukkan kedua orang tersebut, maka kontestasi Pilpres hanyalah sebuah pertarungan diwaktu Pilpres. Setelah Pilpres, mereka menyatu dalam kabinet pemerintahan Jokowi.

Jika bangsa ini mau belajar dari Jokowi bagaimana mengatasi keterbelahan setelah pemilu, maka apa yang dikhawatirkan Surya Paloh tidak perlu terjadi. Jokowi sudah memberi contoh yang konkrit dan nyata. Bukan teori, bukan retorika. Tinggal sekarang, apakah kita mau belajar dari apa yang diwujudkan Jokowi tersebut?

Politik kebangsaan dan NKRI adalah harga mati. Tidak perlu diperdebatkan, apalagi diragukan. Keberagaman bangsa ini dengan berbagai suku, agama, ras, dan golongan telah terbukti bisa bersatu dalam NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Jika politik kebangsaan dan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sudah teruji, mari kita melupakan hal lain diluar itu. Politik identitas, negara khilafah patut kita singkirkan dari pemikiran dan perilaku politik para elit dan massa kita.

Surya Paloh telah menyampaikan kegelisahan hatinya dalam kondisi politik Indonesia sekarang ini melalui orasinya. Namun Jokowi sudah berhasil melakukan implementasi politik kebangsaannya melalui rekonsiliasi Pilpres 2019 dalam kabinetnya.

Bukan saja berhasil merekrut Prabowo-Sandi ke dalam kabinetnya, namun dia juga berhasil meyakinkan pendukungnya bahwa itu demi bangsa dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun