Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tragedi Kemanusiaan, Pencabulan di Ponpes, Bagaimana Mencegahnya?

10 Juli 2022   23:00 Diperbarui: 11 Juli 2022   21:08 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelombang tekanan kepada Polri patut diduga karena kasus kejahatan seksual kepada santriwati seakan bertambah terus dan semakin terkuak. Ponpes yang selama ini dianggap sebagai pusat ilmu agama dan pengembangan akhlak berdasarkan agama menjadi tercemar. Dicemari oleh pemilik ponpes atau keluarganya.

Tempat yang seharusnya penyemaian kebaikan, kini berubah menjadi arena kejahatan seksual. Pelaku yang seharusnya menjadi contoh panutan dan teladan dalam perilaku menjadi pelaku kejahatan seksual dan menjalani proses hukum. Bahkan ada yang sudah dipenjara.

Pertanyaannya, bagaimana mencegah supaya tidak terjadi seperti itu? Ada beberapa usulan dan pemikiran yang perlu dipertimbangkan sebagai upaya pencegahan.

Pertama, izin ponpes diberikan untuk jangka waktu lima tahun. Izin boleh diperpanjang dengan syarat memenuhi standar operasional yang diaudit secara berkala. Jika ditemukan pelanggaran atas syarat, izin tidak boleh diperpanjang, ponpes harus ditutup. Santri dialihkan ke ponpes yang memenuhi syarat.

Kedua, perlu pemeriksaan berkala atau mendadak dari aparat Kementerian Agama untuk menjaga pelanggaran hukum terhadap izin yang diberikan.

Ketiga, Kementerian Agama yang memiliki kewenangan izin Ponpes harus membuka kotak pengaduan dan kotak pengaduan ini harus aktif dan proaktif untuk merespon pengaduan dengan cepat. Nomor pengaduan harus diumumkan dan ada di setiap ponpes yang memiliki izin dari Kementerian Agama. Seperti nomor pengaduan jika supir bis pariwisata ugal-ugalan. Ada nomor telepon dibelakang mobil tersebut.

Keempat, perlu pertemuan berkala antara pejabat Kantor Kementerian Agama di daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten dengan pengasuh ponpes untuk mengetahui perkembangan ponpes di daerah tersebut.

Kelima, perlu ada penempatan lembaga advokasi untuk santri yang dibiayai oleh Kementerian Agama sebagai lembaga monitoring dan pengawasan terhadap ponpes.

Semua usulan diatas hanya didasarkan kepada pencegahan terjadinya kejahatan seksual dalam ponpes. Kepercayaan santri dan santriwati serta orang tua mereka ke ponpes harus dijaga. Nama baik ponpes secara keseluruhan juga harus dijaga. Jangan karena ulah salah satu pesantren, pesantren yang baik menjadi korban.

Mungkinkah Kementerian Agama mau melakukan hal diatas? Atau beranikah Kementerian Agama membuat aturan dan mengawasi pesantren? Semuanya kembali kepada keinginan politik pemerintah melalui Kementerian Agama. Semoga berkenan mempertimbangkannya. Apalagi kalau berkenan melakukannya. Selamatkan santri dan santriwati, selamatkan juga pondok pesantren yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun