Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tukang Bakso (Komoditi Politik), Antara Megawati dan Anies

27 Juni 2022   06:59 Diperbarui: 27 Juni 2022   07:20 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang menduga bahwa Megawati membuat lelucon tentang tukang bakso. Memperingatkan kepada anaknya jangan cari jodoh kayak tukang bakso. Padahal itu serius lho. Megawati sebagai Ketum PDIP, mantan Presiden dan wakil presiden. Puteri Presiden pertama RI dan Sang proklamator. Darah biru. Apakah dia mau memiliki menantu kayak tukang bakso? Sangat wajar.

Hal itu menjadi masalah, ketika Megawati mengatakan hal tersebut di Rakernas PDIP secara terbuka dan disiarkan media massa dan elektronik. Seandainya hal itu disampaikan kepada anaknya di rumah tanpa didengar orang lain, itu masalah pribadi di keluarga mereka. Itu hak prerogatifnya sebagai seorang ibu. Tidak bisa diganggugugat oleh siapapun.

Banyak ucapan atau ungkapan yang baik jika disampaikan dalam waktu yang tepat dan di tempat yang tepat hasilnya akan baik. Banyak juga ungkapan dan pernyataan yang baik menjadi kurang pas, jika disampaikan di waktu dan tempat yang salah menjadi tidak baik. Ada etika dan etiket. Proporsional.

Tukang bakso itu pekerjaan terhormat, sama dengan profesi lainnya. Tidak ada jaminan anggota DPR lebih mulia dan terhormat dari tukang bakso. Anggota DPR yang digaji negara dengan segala uang kehormatannya menjadi beban negara. Jika dia tidak menjalankan tugas negara dengan tidak baik, bagaimana?

Bahkan anggota DPR bisa melakukan studi banding ke luar negeri dengan biaya negara, hasilnya tidak diketahui apa manfaatnya untuk negara dan bangsa. Apakah ini tindakan yang mulia dan benar? Belum lagi anggota DPR yang menyalahgunakan jabatan dan kekuasaannya. Ada yang korupsi. Anggota DPR bukan orang suci.

Tukang bakso itu hidup mandiri tanpa membebani negara. Dia berusaha dan menjual bakso. Dia hidup dari hasil usahanya sebagai tukang bakso. Tidak pernah studi banding ke luar negeri dengan biaya negara. Kalau ada tukang bakso mau naik haji, dia harus menabung lama dan memperjuangkannya sendiri tanpa membebani negara.

Tukang bakso tidak mendapat gaji dan fasilitas dari negara. Hidup mandiri dan menikmati suka dan duka sebagai tukang bakso. Tukang bakso tidak semua orang Bali yang mengenal kelas dalam masyarakat. Bukan juga hidup di era Karl Marx yang membedakan kelas borjuis dan proletar. Tidak ada kelas dalam masyarakat kita.

Lalu, kenapa Megawati menyampaikan nasehat dan pesannya kepada anaknya agar mencari teman calon mantunya jangan kayak tukang bakso? Keceplosan atau sedang melawak untuk membuat lelucon bahan tertawaan? Tukang bakso tidak layak menjadi bahan lelucon.

Paguyuban Tukang Bakso bisa mengerti bahwa Megawati tidak ingin memiliki menantu kayak tukang bakso. Mereka tersinggung ketika hal itu diucapkan dalam sebuah Rakernas Partai yang selama ini memproklamirkan diri sebagai partai wong cilik. Tukang bakso itu wong cilik yang harus dijaga, dirawat dan dibantu oleh partai wong cilik. Bukan jadi bahan candaan atau contoh yang tidak pas.

Mungkin Megawati tidak berniat menyinggung perasaan tukang bakso. Namun kenyataannya para tukang bakso tersinggung. Hanya mereka tidak bisa menuntut Megawati dan PDIP secara hukum. Mereka tahu diri. Menuntut Megawati identik dengan bunuh diri. Namun harus hati-hati, jika rakyat kecil tersinggung, di bilik Pemilu mereka menentukan siapa yang menang dalam Pemilu. Itu bahaya yang tak terlihat, namun bisa menjadi penyesalan seumur hidup.

Siapakah yang bisa membayangkan Partai Demokrat tahun 2009 memperoleh 20,85 persen  bisa anjlok menjadi 10,09 persen Pemilu 2014 dan menajdi  7,7 persen  dalam Pemilu 2019? Dua kali menang Pemilu tahun 2014 dan 2019 tidak menjamin bahwa PDIP akan menang dalam Pemilu 2024. Jadi harus dicermati kejadian seperti pernyataan tentang tukang bakso tersebut.

Anies Baswedan, tak ada hujan tak ada angin, tiba-tiba mengundang makan malam elemen masyarakat termasuk tukang bakso. Anies yang tak pernah bicara wong cilik dan dalam masa jabatannya selama lima tahun yang akan berakhir Oktober 2022 ini tiba-tiba mengundang tukang bakso. Ada apa?

Apakah menjamu makan tukang bakso gaya Anies ini ingin menyindir Megawati dan PDIP? Ingin membuat lelucon baru tentang tukang bakso? Kenapa di ujung masa jabatan menjamu tukang bakso? Apakah ingin membangun pencitraan sebagai kontra komunikasi politik terhadap Megawati dan PDIP? Memang uusan memanfatkan peluang komunikasi seperti ini , Anies memang lihai.

Kenapa tidak dalam masa jabatannya yang hampir berakhir baru menjamu tukang bakso? Kenapa tidak di awal periodenya dan bisa membina tukang bakso? Apakah pernyataan Megawati yang menyinggung perasaan tukang bakso ingin dimanfaatkan Anies untuk mengambil hati tukang bakso?

Sangat naif, jika Megawati dan Anies menganggap tukang bakso ini menjadi komoditi politik yang dipermainkan menuju Pilpres 2024. Tukang bakso tidak pernah menyusahkan Megawati dan Anies. Kenapa dijadikan komoditi politik? Itu memang hal biasa. Wong cilik atau rakyat itu dijadikan komoditi politik oleh para politisi dan elit pemerintahan.

Apakah dengan jamuan makan ala Anies serta merta menarik hati tukang bakso? Bisa ya, bisa tidak. Namun rakyat sekarang tidak sebodoh dalam anggapan para elit politik atau pejabat negara. Rakyat kita sudah banyak yang cerdas dan pintar. Tidak lagi semua bisa ditipu atau dibodoh-bodohi.

Malah rakyat yang dianggap  bodoh oleh politisi terkadang membodoh-bodohi para politisi. Pernah dalam satu pemilu, ada tiga orang Calon legislatif memberikan uang kepada satu orang tua. Semua meminta supaya nama Caleg tersebut ditusuk di bilik suara pemilu. Si orang tua pemilih menusuk tiga calon tersebut.

Apa akibatnya? Surat suara itu tidak sah dan tidak dihitung. Ketika orang tua itu bercerita bahwa dia menusuk nama tiga orang, anaknya mengatakan itu salah dan menjadikan surat suara itu tidak dihitung. Sang Pemilih  orang tua menjawab dengan enteng, mereka yang bodoh, kenapa memberikan saya uang, padahal mereka tahu lawannya juga sudah memberikan uang kepadaku, kutusuk saja biar aku tidak salah. Surat suara tidak sah, bukan urusanku, demikian sikap sang pemilih orang tua.

Nah, contoh pemilih diatas patut menjadi renungan bagi para elit politik seperti Megawati dan Anies. Rakyat itu bisa dianggap bodoh, namun kebodohannya bisa membodoh-bodohi politisi juga. Contoh di bilik suara itu menjadikan suarat suara tidak sah. Itu bukan sedikit. Lumayan banyak kejadiannya.

Nah, tukang bakso dalam Pemilu 2024 bisa juga nanti bertindak. Paguyuban tukang bakso sudah menyampaikan ketersinggungannya. Apakah elit PDIP yang mempertontonkan makan bakso di akhir Rakernas bisa menghapus ucapan Megawati dalam Rakernas? Apakah ini ingin mengesankan publik bahwa tidak ada niat melecehkan tukang bakso?

Perasaan tersinggung sudah terjadi, apakah makan bakso itu bisa mengobati? Kita tidak tahu, harus ditanya kepada tukang baksonya.

Lalu untuk Anies, apakah jamuan makan kepada tukang bakso bisa membangun citra sebagai orang yang dekat dengan tukang bakso hanya sekali jamuan makan di ujung periodenya? Kita tidak tahu juga, harus ditanyakan kepada tukang bakso yang diundang makan oleh Anies.

Makan bakso di akhir Rakernas PDIP dan jamuan makan Anies kepada tukang bakso sepertinya bukan untuk menghormati tukang bakso. Mereka hanya membangun citra diri sebagai orang yang dekat dengan tukang bakso. Menjadikan tukang bakso sebagai komoditi politik untuk kepentingan politik Pilpres 2024. Benarkah demikian? Semua tukang bakso bisa menjawab dalam hati masing-masing. Tapi yang suka makan bakso juga boleh menjawabnya. Silahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun