Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo, Last Minute, Menyindir atau Meniru Megawati?

26 Juni 2022   06:57 Diperbarui: 26 Juni 2022   07:03 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prabowo semakin gencar berkomunikasi dan menerima tamu ketum partai. Bukan hanya Surya Paloh lagi yang rajin menerima tamu Ketua Umum partai. Elit politik saling berkomunikai. Walau belum ada koalisi permanen yang dibentuk, namun saling pengertian mulai terjalin.

Ketika menerima AHY Ketua Umum Partai Demokrat selama dua jam, Prabowo dan AHY seakan senang dan menyatakan banyak kemiripan dan kesamaan antara Gerindra dan Demokrat. Namun diujung pernyataan Prabowo menyelipkan kata "last minute".

Koalisi bisa dibentuk  di menit-menit akhir. Sekarang hanya menjalin komunikasi politik. Masih lama waktunya, setahun lagi. Sangat berbeda sikap Prabowo terhadap kunjungan Muhaimin Iskandar. Pertemuan Prabowo-Muhaimin dilanjutkan lagi pertemuan elit Gerindra dengan PKB.

Apakah Prabowo ingin memberikan pesan kepada AHY untuk menunggu menit akhir pengumuman koalisi dan nama Bacapres bulan Oktober 2023? Apakah Prabowo ingin meniru gaya Meagawati yang selalu mengumumkan calon-calonnya dalam Pilpres maupun Pilkada di menit akhir?

Apakah Prabowo juga mau menyindir gaya last minute tersebut. Apakah Prabowo sudah mempelajari dengan baik gaya yang dimainkan Megawati sekarang untuk menunggu, karena nama Bacapres dari PDIP hanya kewenangan mutlak dari Ketum PDIP?

Masalah kewenangan menentukan Bacapres atau kebijakan strategis, sesungguhnya Gerinda dan PDIP itu sebeklas dua belas. Serupa tapi tak sama saja. Oleh karena itu penyebutan last minute kepada AHY menjadi sebuah catatan penting. Istilah itu tidak disebutkannya kepada Muhaimin. Ini disebutnya kepada AHY.

Apakah ada dugaan Prabowo bahwa AHY lebih condong berkoalisi dengan Nasdem dan PKS? Apakah ada bocoran tentang pertemuan yang dilakukan AHY dengan partai lain? Padahal semua masih penjajakan dan sebatas komunikasi politik, demikian menurut  pernyataan para elit partai tersebut.

Prabowo, mungkinkah tersinggung karena tidak masuk dalam daftar nama Bacapres Nasdem. Prabowo juga merasa terombang-ambing dengan Puan dari PDIP yang masih menunggu nasib dari Megawati.

 Lalu dia menetapkan langkah bahwa dia juga bisa membangun koalisi tanpa PDIP dan Nasdem. Dia rangkul PKB, maka ambang batas 20 persen bisa diperoleh. Yang lainnya hanya penambah atau pelengkap. Mau gabung, silahkan, jika tidak Gerindra-PKB akan cukup syarat ambang batas  membawa pasangan Prabowo-Muhaimin dalam Pilpres 2024.

Jika Prabowo sudah sepakat, walalupun belum permanen dengan PKB bisa membuat dia lega, dan kini bisa lebih ke persiapan menuju Pilpres 2024. Belum pasti, namun kecenderungannya dengan PKB sudah kuat.

Kembali ke judul tulisan ini. Apakah ucapan Prabowo ke AHY tentang last minute itu  merupakan tindakan yang menyindir atau meniru Megawati? Pertanyaan yang menggelitik. Untuk apa Prabowo meniru atau menyindir Megawati?

Apakah tidak menimbulkan efek terhadap hubungannya dengan Megwati dan PDIP? Apakah Prabowo tidak menginginkan koalisi dengan PDIP dan berpasangan dengan Puan? Sudah lebih yakin dengan Prabowo-Muhaimin daripada Prabowo-Puan?

Atau mungkin Prabowo sedang mengirim pesan kepada Megawati dan PDIP? Daripada menunggu hujan turun dari langit, lebih baik air yang ada di tempayan yang dimanfaatkan. Daripada menunggu janji angin surga dari PDIP, lebih baik menikmati ada yang di depan mata dan dapat diraih dengan PKB. Mungkinkah trauma janji 2009 dengan Megawati?

Jika demikian halnya, Prabowo patut diduga sudah menetapkan dirinya menjadi penentu, bukan lagi menunggu nasib dari Megawati atau dari Jokowi atau dari siapapun. Benarkah demikian?

Ada ucapan Prabowo ketika bertemu dengan Surya Paloh. "Capresnya bisa saya , bisa tidak saya," katanya ketika itu. Kepada Jokowi, ketika ditanya apakah akan maju dalam Pilpres? Jawaban Prabowo, "jika Pak Jokowi memberikan restu." Berbeda denga Erick Tohir, Sandiaga Uno dan Airlangga yang menjawab akan maju dengan tegas.

Dengan kutipan di atas, apakah Prabowo sedang memainkan berbagai jurus pencak silat atau permainan catur yang membingungkan lawan? Atau dia sedang menyesuaikan komunikasi dan pernyataan politik dengan situasi dan kondisi?

Jika ini adalah strategi komunikasi politik yang mengesankan fleksibilitas cara untuk membangun citra diri, maka harus berhati-hati. Sebab kesalahan memilih strategi komunikasi politik bisa membawa akibat fatal. Kesannya, para elit politik ini memiliki kedekatan dan ada juga ketegangan yang belum selesai.

Hal ini bisa dilihat seperti hubungan SBY dengan Megawati. Antara Surya Paloh dengan Megawati. Antara PDIP dengan PKS. Bagaikan api dalam sekam. Apa yang diucapkan Sekjen PDIP, sulit dengan Nasdem dan Demokrat, ogah dengan PKS menjadi contoh nyata adanya api dalam sekam tersebut.

Prabowo sepertinya memainkan kata last minute menjadi senjata pamungkas juga untuk mengatakan bahwa dia juga bisa menentukan koalisinya dengan partai manapun dalam waktu last minute. Apakah semua partai akan menetapkan dan mengumumkan koalisinya pada waktu last minute? Kita lihat saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun