Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PB IDI Bertemu Panglima TNI, Bagaimana Nasib Dokter Terawan?

26 April 2022   21:43 Diperbarui: 26 April 2022   22:09 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PB IDI bertemu Panglima TNI? Bertemu atau menghadap Panglima TNI? Siapa yang berinisiatif untuk bertemu? PB IDI atau Panglima TNI? Hush, itu tidak penting. Yang penting, PB IDI sudah bertemu, eh, mungkin salah, sudah menghadap Panglima TNI. Pertemuan itu yang penting, bukan siapa meminta siapa atau siapa menhadap siapa.

Apa urgensi dan pentingnya PB IDI perlu bertemu dengan Panglima TNI? Para dokter ingin bekerjasama dengan TNI? Bukan mau bekerjasama. Mereka perlu berdiskusi dan mencari jalan keluar tentang pemecatan permanen Dokter Terawan Agus Putranto mantan Menteri Kesehatan.

IDI memecat permanen dokter Terawan. Namun pernyataan Ketua Umum IDI Adib Khumaidi di depan panglima TNI seakan sebuah paradoks. Demikian pernyataannya.

   "Pemberhentian tetap itu tidak diartikan seumur hidup. Jadi masih ada ruang. Kalau kami sampaikan masih ada ruang," kata Adib Khumaidi.(Kompas.com,25/04/2022)

Paradoksnya adalah pernyataan pemberhentian permanen bukan diartikan seumur hidup. Apa maksudnya? Bukankah pengertian pemberhentian permanen itu bersifat tetap dan seumur hidup? Kenapa disebut pemberhentian permanen bukan diartikan seumur hidup?

Kita melihat video betapa kerasnya pernyataan IDI tentang pemberhentian permanen terhadap Dokter Terawan. Walaupun nitizen menyerang IDI, mereka seakan bergeming dan tak perduli. 

Tuntutan pembubaran IDI juga tak kalah serunya dari masyarakat. Tapi mereka tetap bersikukuh. Kesalahan Dokter Terawan tentang pengobatan cuci otak dan pengembangan vaksin Nusantara telah divonis sebagai kesalahan dalam praktek kedokteran yang harus dihukum dengan pemberhentian permanen.

Pertanyaan seperti di awal tulisan ini muncul. Kenapa tiba-tiba PB IDI  bertemu dan menghadap Panglima TNI? Kenapa bukan Panglima TNI yang menghadap PB IDI? Apa perlunya Panglima TNI menghadap ke PB IDI? Lho, kan salah satu anggota TNI berpangkat Letnan jenderal bintang tiga, mantan direktur RSPAD milik TNI diberhentikan secara permanen oleh IDI. Apa itu tidak penting? Yah, bagi Panglima TNI itu tidak penting.

Lalu apa pentingnya PB IDI menghadap Panglima TNI, jika Panglima TNI  merasa tidak penting urusan pemecatan atau pemberhentian permanen Dokter Terawan? Mungkin saja PB IDI merasa terdesak oleh tekanan dengan usul pembubaran IDI. Jika TNI ikut mendukung usulan pembubaran IDI bisa fatal juga. Atau semua dokter yang ada di lingkungan TNI membuat sebuah organisasi dokter militer yang tidak mengakui IDI, lalu bagaimana nasib IDI sebagai organisasi tunggal dokter di Indonesia?

Apakah itu mungkin? Kenapa tidak. Lihatlah peradilan militer. Mereka tidak tunduk terhadap pengadilan negeri. Kesalahan militer diadili di peradilan militer. Puncaknya saja di Mahkamah Agung. Pengadilan tingkat pertama dan kedua di pengadilan tinggi militer, itu peradilan tersendiri. KUHP juga berlaku khusus, yaitu KUHP Militer. Hukum Acara Pidana Militer juga ada. Mereka serba militer.

Jika dokter militer membuat organisasi sendiri dan membuat kode etik sendiri dan lepas dari IDI, apakah IDI tidak akan kesulitan? Apalagi sekaliber Dokter Terawan diangkat menjadi ketua umumnya. Apakah tidak luar biasa nanti pengembangan pengobatan cuci otak dan pengembangan vaksin Nusantara?

Nah, tak kalah menarik pula pernyataan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang berkata seperti ini.

   "Tinggal nanti kami, apa yang harus kami lakukan, misalnya keputusan apapun IDI. Apakah itu berpengaruh terhadap izin praktek Dokter Terawan di RSPAD, kalau soal keanggotaan beliau tidak lagi aktif, tetapi sebagai dokter yang juga praktek di rumah sakit kami? Kita juga akan ikut aturan," imbuh dia.

Ini pernyataan yang menggunakan kata bersayap. Bisa ditafsirkan bahwa Panglima TNI telah berbicara tentang izin praktek dokter Terawan yang bertugas di RSPAD. Dengan menggunakan kata di rumah sakit kami, Panglima TNI ingin memberitahu PB IDI bahwa RSPAD sebagai rumah sakit milik TNI mempunyai aturan tersendiri dan bisa dianggap sebagai aturan khusus.

Ada prinsip hukum yang mengatakan lex specialist derogate lex generalis. Hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Pengaturan peradilan militer secara khusus mengesampingkan ketentuan peradilan umum atau negeri untuk kasus militer. Mereka memiliki hukum pidana militer, hukum acara pidana militer, oditur militer sebagai jaksa penuntut umumnya dan ada hakim militer di pengadilan militer.

Apakah akan ada tindakan Panglima TNI untuk membuat Ikatan Dokter Militer Indonesia dengan kode etiknya sendiri dan Majelis Kode Etik Kedokteran Militer sendiri? Apakah RSPAD dan rumah sakit militer diatur tersendiri tanpa terkait dengan IDI?

Pernyataan Panglima TNI diatas patut diduga akan mengarah kesana, jika putusan IDI dianggap mencederai militer. Mungkin PB IDI selama ini terlalu bangga dengan kekuatan organisasi dan pengaruhnya dalam bidang Kesehatan. Mungkin mereka menganggap sebagai dewa dalam dunia Kesehatan tanpa lawan tanding. Namun kini PB IDI tersandung.

Ketika memberhentikan permanen Dokter Terawan dari keanggotaan IDI, mereka mungkin terlalu percaya diri. Tidak menduga akan mendapat perlawanan dan tekanan dari nitizen. Mereka tidak menyangka akan mengganggu RSPAD yang populer dengan pengobatan cuci otak Dokter Terawan disana. Mereka tidak menyangka bahwa Terawan selain dokter adalah prajurit TNI dengan pangkat Letnan Jenderal bintang tiga.

Ketika mereka menghadap Panglima TNI sebagai atasan Terawan dan pemilik RSPAD tempat praktek Terawan, istilah pemberhentian permanen diselewengkan menjadi bukan seumur hidup. Pemberhentian permanen seakan diartikan sementara dan bukan sepanjang masa. Permanen itu artinya tetap dan berlaku sepanjang masa dan sepanjang hidup. Cacat permanen, misalnya,  adalah cacat seumur hidup sampai mati.

Kenapa makna pemberhentian permanen seakan berubah di hadapan Panglima TNI? PB IDI takut? Dikejar bayangan? Kenapa harus takut? Kalau IDI merasa benar dengan hukuman yang diberikan kepada Terawan dan bisa dibuktikan, kenapa harus takut kepada Panglima TNI?

Ketika membahas penerimaan Kembali Terawan, pernyataan Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi seperti ini.

   "Kalau beliau berkenan untuk menjadi anggota Kembali kita akan buatkan forum secara internal dan saya yakin karena rumah besarnya dokter seluruh Indonesia adalah IDI, siapapun yang masuk pasti akan kita terima," imbuh dia (Kompas.com,25/04/2022)

Bahasa pernyataan ini sudah menyerahkan masalah penerimaan Kembali Terawan menjadi anggota IDI terletak di tangan Terawan. Penggunaan kata 'kalau beliau berkenan' seakan tergantung Terawan mau masuk Kembali ke IDI.

Pertanyaannya adalah, apakah Dokter Terawan masih berkenan menjadi anggota IDI Kembali setelah dijatuhi hukuman pemberhentian permanen? Apakah dia akan tetap berpraktek di RSPAD dengan pengobatan cuci otaknya? Apakah dia akan tetap mengembangkan vaksin Nusantara tanpa uji klinis?

Bagaimana nasib Dokter Terawan dengan hukuman pemberhentian permanen ini? Apakah Panglima TNI akan membuat aturan dan kebijakan tentang dokter militer dan pengaturan di RSPAD dan rumah sakit milik TNI di seluruh Indonesia? Kita tunggu perkembangan setelah pertemuan PB IDI dan Panglima TNI ini. Selamat menunggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun