Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Panggung Demo Mahasiswa, Kenapa Dosen Ade Armando Menjadi Primadona?

14 April 2022   08:50 Diperbarui: 14 April 2022   09:11 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demo mahasiswa 11 April 2022 sudah berlalu. Namun berita tentang demo tersebut belum berakhir. Percakapan baik melalui media sosial, WA grup dan warung kopi masih berlangsung. Namun yang dibahas bukan lagi tuntutan mahasiswa dalam demo tersebut. Yang dibahas adalah pengeroyokan terhadap Dosen Ade Armando, keadaannya di rumah sakit serta upaya polisi untuk menangkap pelaku pengeroyokan tersebut.

Mungkin orang sudah lupa apa isi tuntutan mahasiswa dalam demo tersebut. Mungkin terlalu banyak tuntutannya yang sampai dua belas, membuat orang lupa untuk mengingatnya. Dulu terkenal tuntutan aksi mahasiswa untuk menumbangkan rezim dengan tiga saja. Namanya Tritura, tiga tuntutan rakyat. Itupun disebutkan sebagai tuntutan rakyat, bukan tuntutan mahasiswa. Arah jelas, sasaran jelas. Semuanya jelas.

Berbeda dengan demo aksi 11 April. Semula dalam rancangannya mau menuntut menurunkan Jokowi. Lokasi semula adalah istana negara. Entah kenapa, topik berubah dari menurunkan Jokowi menjadi isu lain. Presiden tiga periode, penundaan pemilu, jika diakumulasi ada dua belas tuntutan. Lokasi berpindah dari istana ke DPR. Inkonsistensi? Ada apa? Kenapa berubah?

Apakah ada negosiasi atau perembukan yang mengakibatkan perubahan isu dan lokasi demo? Apakah ada yang masuk angin? Atau para disainer dan perancang serta pendukung demo ada yang tidak sepakat, lalu ada yang mundur? Adakah intervensi atau penyusupan dari pihak lain? Semua pertanyaan ini layak dilontarkan untuk bisa menjawab perubahan tersebut.

Sejak selesainya demo tersebut dan peserta membubarkan diri, maka berita hangat berpindah ke pengeroyokan Dosen Ade Armando. Wajah Ade Armando yang kena bogem mentah dan sangat tidak manusiawi menjadi pemandangan yang seru di media, baik media konvensional maupun media sosial. Ade Armando tiba-tiba menjadi topik yang menggema dan dibahas dimana-mana. Ade Armando seakan menjadi primadona panggung demo mahasiswa tersebut. Lho!

Demo ini kan panggungnya mahasiswa, kok pak dosen yang menjadi primadonanya? Biasanya dalam setiap panggung pertunjukan, selalu menghadirkan satu primadona untuk menarik perhatian orang terhadap pertunjukan tersebut. Sang primadona adalah pilihan dari panitia pertunjukan. Bukan orang lain atau bintang lain. Semuanya harus sesuai dengan tujuan pengadaan panggung pertunjukan tersebut.

Untuk konteks demo mahasiswa ini dan demo lainnya, biasanya selalu diminta ada primadona untuk memberikan orasi yang diharapkan bisa menjadi magnet dalam demo yang dapat  menjadi sumber berita dari panggung demo tersebut. Jika masih kita ingat demo berjilid-jilid dulu ketika Pilkada DKI Jakarta selalu ada tokoh yang menjadi primadona.

Adakah primadona yang dipersiapkan untuk demo mahasiswa 11 April? Apakah dalam rancangan demo dengan penyusunan korlap dan panduannya belum diatur siapa orator dan primadonanya? Kalau sudah diatur, kenapa bisa kecolongan? Kenapa berita pengeroyokan Dosen Ade Armando menjadi topik hangat dan berita panas yang mengalahkan berita tentang tuntutan mahasiswa?

Apakah pengeroyokan Dosen Ade Armando di panggung demo mahasiswa terjadi karena kebetulan, atau direncanakan atau ini hanya ekses? Entah manapun diantara yang tiga itu yang benar, namun kenyataannya, berita pengeroyokan itu telah menyita perhatian publik dan seakan membuat Ade Armando menjadi primadona di atas panggung demo mahasiswa tersebut.

Demo dilakukan biasanya untuk menarik perhatian publik dan pihak yang dituntut. Kalau hanya berkirim surat belum tentu dibalas dan belum tentu dibaca. Jika hanya melalui sarana komunikasi telepon atau WA, itu kan hanya bersifat pribadi. Dengan demo diharapkan ada publisitas dan bagaikan magnet yang menarik bagi media untuk memberitakannya.

Kenapa bisa Dosen Ade Armando menjadi primadona panggung demo mahasiswa? Kenapa panggung mahasiswa, dosen yang menjadi primadonanya? Ini bukan kelas kuliah, dimana mahasiswa duduk mendengarkan kuliah yang disampaikan dosen. Demo mahasiswa ini untuk menuntut pemerintah dan DPR. Bahkan semula rencana mau menurunkan Jokowi, seperti mimpi siang bolong para tokoh pendukung demo.

Apakah pengeroyokan Ade Armando adalah kecelakaan atau insiden atau bahkan dirancang? Jika kecelakaan atau insidentil, tidak terlalu banyak masalah. Namun kalau ini adalah rancangan, pertanyaannya, siapa yang merancang? 

Apakah Ade Armando ikut dalam perancangan atau dia tidak tahu dan hanya menjadi pelaku sebuah rancangan? Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini dianggap berlebihan, tidak apa-apa. Tetapi ini penting sekali untuk bahan refleksi kita ke depan.

Demo sebaiknyalah dipersiapkan dan direncanakan dengan matang. Salah satu yang harus dipersiapkan dengan baik adalah menjaga masuknya penyusup yang bisa menghancurleburkan demo dengan misinya. 

Ketika penyusup masuk, maka demo akan gagal dan tidak bisa mencapai tujuan. Dan itulah kelemahan demo saat ini. Penyebarluasan untuk melakukan demo dan undangan terbuka menjadi peserta demo sudah sangat bertentangan dengan anti penyusupan. Seleksi yang ketat terhadap peserta demo masih memungkinkan ada penyusupan, apalagi peserta terbuka.

Ade Armando adalah korban pengeroyokan ketika demo mahasiswa berlangsung. Orang Indonesia adalah manusia yang sangat perasa. Gampang perasaannya tersentuh membuat sedih dan gampang pula marah. Semua yang melihat wajah Ade Armando yang babak belur membuat rasa sedih dan marah muncul seketika. Kita yang sudah maniak media sosial, kesedihan dan kemarahan itu dilampiaskan dan ditumpahkan ke media sosial. Jadilah berita tersebut viral.

Berita peneroyokan Ade Armando yang tak henti-henti seperti kondisinya di rumah sakit, ada pendarahan di otak membuat masyarakat kita semakin marah. Ada lagi pernyataan yang muncul, setelah sehat nanti Ade Armando akan semakin gila, bukan tunduk terhadap pengeroyokan tersebut. Sebagai korban pengeroyokan sangat wajar Ade Armando mendapatkan simpati dan ungkapan keprihatinan.

Lebih heboh lagi, polisi bergerak cepat dan bisa menangkap dua pelaku pengeroyokan. Satu ditemukan di sebuah pesantren di Serpong, satu lagi di Jakarta Selatan. Nah lho. Ditangkap di pesantren lagi. Ada apa hubungannya ini? Apakah ini akan memunculkan berita tentang kadrun lagi? Polda Metro Jaya memberikan keterangan bahwa mereka masih mengejar para pelaku dan tersangka masih mungkin bertambah.

Pengejaran ini pasti seru. Kenapa? Polisi yang mencoba mengamankan dalam pengeroyokan Ade Armando ada enam orang yang terluka. Ini tentu akan membuat polisi merasa ikut sebagai korban, padahal mereka menjalankan tugas mengamankan pengeroyokan tersebut. Kasus berlanjut dan harus dilanjutkan. Episode berita akan berlangsung sampai penangkapan pelaku, memproses sampai ke pengadilan nantinya.

Apa pelajaran yang kita dapat dan bisa sebagai catatan refleksi bagi mahasiswa yang melakukan demo 11 April dan bagi pihak-pihak yang mau melakukan demo yang akan datang?

Pertama, persiapkan demo dengan baik. Isu yang diusung, peserta, koordinasi lapangan serta pengamanan untuk peserta dan pencegahan penyusupan. Peserta yang ikut harus terseleksi dengan regu yang terbatas dengan kode identitas peserta.

Kedua, tetapkan tema dan siapa yang menyampaikan orasi dan tuntutan. Tetapkan tokoh dan primadona panggungnya. Kawal jangan sampai diambil atau diprovokasi pihak lain yang tidak bertanggung jawab.

Ketiga, hindari pesanan dan dukungan yang tidak sesuai dengan tujuan demo. Janganlah nasi bungkus dan transportasi menjadi tujuan utama yang bisa mengaburkan tujuan demo. Nasi bungkus perlu, tetapi jangan nasi bungkus membungkus tujuan awal dan muncul tujuan baru.

Terlepas dari semua itu, biarlah kita mau belajar dan mengambil pelajaran dari setiap kegiatan untuk melakukan yang lebih baik kedepan. Panggung demo seharusnya menetapkan primadonanya dan menjaganya sampai  panggung ditutup. Jangan seperti demo mahasiswa 11 April. Panggung demo mahasiswa, tetapi Dosen Ade Armando yang menjadi primadonanya.

Semoga Ade Armando cepat sehat dan pulih  dan para mahasiwa kita juga tidak surut menuntut sesuai hati nuraninya, bukan sesuai pesanan dengan nasi bungkusnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun