Setelah perang kedua berakhir dan memasuki perang dingin, belum pernah Rusia eks Pakta Warsawa berhadapan dengan NATO secara langsung. Semua menjaga posisi dan menghindari saling berhadapan. Perang dingin. Berbagai perang seperti di Korea dan Vietnam, AS dan sekutunya NATO berhadapan dengan negara yang didukung oleh Pakta Warsawa atau Rusia dengan sekutunya.
Runtuhnya Uni Soviet menjadi beberapa negara dan juga hancur leburnya komunisme di Rusia dengan Prestorika Gorbachev telah membuat Pakta Warsawa seakan bubar. Apalagi beberapa negara seperti Polandia sudah masuk menjadi anggota NATO, dimana Warsawa adalah ibukota Polandia yang menjadi merek dari Pakta Warsawa yang dipimpin Uni Soviet.
Rusia bukanlah Uni Soviet, tetapi Rusia adalah bagian dari Uni Soviet. Dan Ukraina ini juga merupakan bagian dari Uni Soviet. Pusat Nuklir Uni Soviet di Chernobyl yang dulu mengalami ledakan itu berada di negara Ukraina. Ketika eks Uni Soviet seperti Polandia  menjadi anggota NATO, maka Rusia merasa terdesak dan mereka harus mempertahankan diri. Invasi dan penyerangan ke Ukraina adalah bentuk pertahanan. Pertahanan yang paling efektif adalah dengan penyerangan.
Ekspansi yang dilakukan NATO ke negara eks Uni Soviet telah menimbulkan kemarahan bagi Rusia. Jika ekspansi NATO berlanjut akan mengancam keamanan nasional Rusia. Dan ketika Ukraina berniat masuk menjadi anggota NATO, Rusia tidak bisa lagi menahan amarah. Vlamidir Putin langsung beraksi dan mengumumkan perang dan melakukan invasi ke Ukraina.
Dari laporan intelijen, NATO telah mengetahui bahwa Rusia akan melakukan  invasi ke Ukraina beberapa bulan sebelum invasi. Ukraina telah memohon menjadi anggota NATO. Anggota NATO tidak sepakat untuk menerima Ukraina menjadi anggota. Ketika keadaan belum sepakat itulah Rusia melakukan invasi ke Ukraina. Rusia menyatakan bukan mau menguasai dan merebut Ukraina, namun sasarannya adalah sarana militer dan pertahanan Ukraina. Demiliterisasi.
Tindakan invasi Rusia ini tetap mengagetkan NATO. Pengiriman rudal ke Ukraina telah menghancurkan fasilitas militer Ukraina. Ukraina ternyata melakukan perlawanan yang gigih dan membuat Rusia tidak bisa secara singkat dan seksama melakukan pembumihangusan. Penghancuran fasilitas kesehatan dan korban anak dan perempuan telah membuat posisi Rusia sulit. Tekanan internasional kepada Rusia cukup bergema dari WHO dan Dewan HAM PBB.
Ukraina merana. Mereka berteriak minta tolong ke AS dan NATO. Presiden Zelensky tetap meminta diterima menjadi anggota NATO. Ukraina juga meminta larangan terbang di udara Ukraina agar pesawat pembom dan rudal Rusia tidak bisa melintasi udara Ukraina. Â Rudal dan bom tersebut telah menghancurkan berbagai kota di Ukraina.
Permintaan menjadi anggota NATO dan larangan terbang di udara Ukraina tidak bisa dikabulkan oleh AS dan NATO. Presiden AS Joe Biden hanya berani menjatuhkan sanksi ekonomi ke Rusia. Didukung anggota NATO dan Uni Eropa, berbagai sanksi ekonomi dijatuhkan, namun invasi Rusia belum berhenti. Korban masih berjatuhan.
Rusia memang sudah penuh perhitungan dan telah mengumumkan dan memperingatkan kepada semua negara termasuk AS dan anggota NATO. Jika mereka membantu Ukraina, maka itu dianggap sebagai tantangan perang dan Rusia akan melawannya. Pengumuman siaga nuklir dari Rusia telah menciutkan hati AS dan NATO. Mereka takut akan terjadi perang Dunia Ketiga. Akhirnya yang terjadi hanyalah marah-marah. Joe Bidan melontarkan gelar sebagai penjahat perang terhadap Putin.
Ketika semua amarah, umpatan dan gelar yang diberikan Joe Biden dan berbagai pemimpin negara anggota NATO dan Uni Eropa tak juga menyurutkan invasi Rusia ke Ukraina. Pernyataan  dan sanksi ekonomi tak mempan menakut-nakuti Rusia. Seakan berucap, biarkan anjing menggonggong, kafilah berlalu. Tank dan rudal berlalu dan menghantam Ukraina. AS dan NATO hanya menggonggong, berkata-kata dan mengumpat. Tidak ada aksi militer. Paling maksimal menjatuhkan sanksi ekonomi. Aksi militer hanya bisa dihentikan dengan aksi militer atau perundingan. Yang berunding juga adalah Ukraina dan Rusia. AS dan NATO tidak ada perundingan dengan Rusia. Dan perundingan juga belum menemukan titik temu untuk menghentikan perang.
Jadi NATO seakan bukan lagi singkatan dari North Atlantic Treaty Organization atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara, tetapi menjadi plesetan No Action Talk Only. Hanya bicara tanpa aksi. Jadi kontradiktif. Rusia melakukan invasi dengan aksi (action), NATO hanya bicara tanpa aksi (No Action).
Sampai kapan invasi Rusia ini akan berlangsung? Apakah AS dan NATO tetap enggan untuk terlibat langsung berhadapan dengan Rusia? Tetap dengan pernyataan dan umpatan, tanpa aksi? Apakah Ukraina akan dibiarkan menghadapi sendiri secara militer? Nampaknya demikian. Dukungan berupa bantuan kemanusiaan dan perangkat militer memang diberikan, namun apakah ini cukup untuk menghentikan invasi Rusia?
Sesungguhnya, jika kita bicara tentang perang dan damai, maka perang harus dihentikan dengan perang untuk mencapai perdamaian. Seandainya NATO berani menghadapi Rusia, apakah Rusia akan berani? Jangan-jangan Rusia semakin berani beraksi dengan invasi, karena tahu NATO takut dan tak berani beraksi dan hanya berani bicara saja.
Psy war dan pengumuman siaga nuklir Rusia berhasil sebagai langkah menakut-nakuti AS dan NATO. Apakah aka nada perubahan sikap AS dan NATO terhadap invasi Rusia ini? Atau tetap bertahan dan berkutat dalam pernyataan dan sebatas sanksi ekonomi? Mari kita lihat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H