Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demonstrasi Hak Berpendapat, Antara Manfaat dan Mudarat

12 April 2022   06:09 Diperbarui: 12 April 2022   07:23 2000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demonstrasi Hak Berpendapat, antara Manfaat dan Mudarat.

Adalah sah, ketika para mahasiswa melakukan demonstrasi untuk menyuarakan pendapatnya. Bukan hanya mahasiswa, siapaun dijamin oleh konstitusi untuk bisa melakukan demonstrasi dan aksi unjuk rasa. 

Tidak ada yang melarang setiap orang menyampaikan pendapat atau suaranya. Intinya hak berpendapat dan menyampaikan pendapat sah seacara hukum dan dijamin konstitusi.

Hak berpendapat dan cara menyampaikan pendapat perlu diatur dan perlu juga teratur. Sebagai negara hukum, tentu saja aturan menyampaikan pendapat perlu diatur. 

Ada pemberitahuan, izin dan berbagai kewajiban harus dipatuhi. Bukan seenaknya dan sesukanya. Kebebasan berpendapat harus menjadi kebebasan yang bertanggung jawab. Sekali lagi, bukan kebebasan yang sebebas-bebasnya.

Aksi demo mahasiswa 11 April 2022 berujung ricuh di Jakarta dan berbagai daerah telah menimbulkan kerugian dan kerusakan. Ade Armando dikeroyok, enam polisi yang berusaha mengamankan mengalami luka. Aksi damai yang dikumandangkan, kericuhan yang terjadi menjadi fakta pemandangan.

Kita patut mengapresiasi mahasiswa yang masih setia dengan nuraninya dan berjuang menyuarakan pendapatnya. Tetapi para mahasiswa juga harus sadar bahwa aksinya bisa ditunggangi dan dimanfaatkan pihak lain. Dan tidak semua juga mahasiswa yang masih murni nuraninya.

 Tidak ada manusia yang bebas nilai dan bebas dari kepentingan. Sekecil apapun kepentingan itu.

Sikap kritis mahasiswa terhadap keadaan negara ini perlu seimbang. Jangan hanya melihat dari segi kebebasan berpendapat, namun juga harus menghitung kerugian masyarakat dan negara akibat aksi demo untuk mengajukan pendapat tersebut. Mungkin bisa berdalih, urusan negara dan keuangan negara itu urusan pemerintah. 

Itu betul. Tetapi kalau kerugian negara itu akibat aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa, apakah dia tidak bertanggung jawab terhadap akibat perbuatan yang dilakukannya?

Nah, jika kebebasan berpendapat adalah sah dan dijamin konstitusi, pelaksanaannya bisa dilakukan sedemikian rupa yang akan membawa manfaat bagi negara, bukan malah merugikan negara. 

Mungkin sudah saatnya kita berpikir terhadap manfaat dan mudarat. Apakah demo aksi ini membawa manfaat bagi masyarakat dan negara? Atau hanya mudarat?

Model dan metode menyampaikan pendapat bisa dipilih melalui kajian di kampus dan menyampaikannya ke publik secara langsung dengan berbagai media pilihan. Media sosial sangat cepat menyampaikan pendapat dan pemikiran. Bisa juga kajian tersebut disampaikan kepada pemerintah dan DPR. Semua itu bisa efektif dan efisien.

Apakah mahasiswa masih setia dengan kemahasiswaannya dengan melakukan tugas kampus melakukan diskusi dan kajian yang bisa membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa ini. Apakah mengkaji kalah pamor dengan demo aksi?

Tulisan ini ingin mengajak dan sekaligus mengharapkan mahasiswa melakukan kajian dan kalkulasi, bisa juga dengan penelitian. 

Berapakah kerugian negara untuk pengamanan sebuah demo aksi seperti demo tanggal 11 April 2022 ini? Berapa ribu personil pengamanan dari Polri dan TNI yang harus diturunkan? Berapa biaya perorang dan berapa hari mereka harus siaga untuk mengamankan demo ini? 

Apa kerugian kepada masyarakat sekitar lokasi demo? Apa akibat buruk dari demo kepada lalulintas dan perekonomian kita?

Jika demo ini berlangsung terus dan berjilid-jilid, berapa puluh milyar atau berapa ratus milyar kerugian negara? Dan ingat, bahwa ini untuk pengamanan demo aksi. 

Kita sering teriak tentang kemiskinan, tetapi kita juga melakukan tindakan untuk memiskinkan negara. Kita berteriak jumlah orang miskin bertambah, tetapi kita tidak membantu negara mengatasinya, malah kita bertindak dan berperilaku memiskinkan negara.

Sudah saatnya mahasiswa, apalagi yang berlatar belakang ekonomi untuk melakukan penelitian berapa biaya dan kerugian negara untuk mengamankan aksi demo. 

Ini penting untuk mengukur dan menilai segala demo aksi atas manfaat dan mudarat. Yang berlatar belakan ilmu sosial perlu meneliti dampak sosial dari demo aksi.

 Berlatar belakang psikologi perlu membuat penelitian dampak psikologis masyarakat akibat demo. Dan berbagai dampak lainya.

Kita tidak perlu sekolah ke perguruan tinggi untuk melakukan demo dan ricuh. Preman yang tidak sekolah juga bisa melakukan demo dan ricuh. Lalu apa bedanya mahasiswa dengan preman jalanan? Tentu saja wawasan, intelektualitas dan etika moral sebagai orang yang terdidik. Jika ini tidak dimiliki, wallahualam.

Dalam sebuah diskusi dengan mantan bendahara sebuah lembaga yang bertugas untuk pengamanan demo, biaya pengamanan demo aksi itu sangat besar. 

Perhitungannya per personil dan juga setiap demo harus disiagakan selama beberapa hari dan bahkan sampai dua belas hari. Apalagi waktu demonya berjilid-jilid itu. Biayanya bisa puluhan milyar dan bahkan ratusan milyar. Wow.

Seandainya uang untuk pengamanan demo ini digunakan untuk menolong orang miskin, mungkin sudah banyak yang bisa dibantu. Ini berarti demo aksi juga bisa dianggap sebagai pembakaran uang dengan sia-sia. Dan tentu saja ini merugikan keuangan negara dan mengakibatkan kerugian moral masyarakat.

Hal ini tidak hanya merugikan negara dari segi keuangan, namun dari sudut ketentraman hati juga. Ketika sebagian besar warga negara kita dan mungkin juga para pendemo melakukan ibadah puasa di bulan Ramadhan, kita disuguhi mahasiswa demo aksi ricuh. 

Dimanakah tanggung jawab moral kita terhadap pelaksanaan ibadah puasa yang seharusnya tenang dan damai? Moralitas menjadi sebuah kewajiban yang kita pertanyakan.

Demo mungkin diperlukan, namun di bulan puasa seperti ini, patut dipertimbangkan untuk tidak melakukannya. Suarakan terus pendapatmu, lakukan koreksi kepada pemerintah. Tapi tidak harus dengan demo aksi besar-besaran yang merugikan negara. Apalagi selalu diakhiri dengan kericuhan.

Bangsa ini tidak butuh kericuhan, tetapi butuh kedamaian dan ketenangan, khususnya di bulan puasa ini. Ayo belajar menahan diri, kendalikan emosi, supaya bangsa ini tidak terus merugi.

Kerugian tidak hanya menyangkut keuangan negara, tetapi juga bidang lain seperti ketenangan dan kedamaian yang terganggu dan dampak kericuhan berupa korban luka-luka dan berbagai kerugian moral. Jadi secara moral dan materil kita rugi.

Semoga mahasiswa kita semakin kreatif menyampaikan pendapatnya dan bisa berdaya dan berhasil guna untuk kepentingan masyarakat banyak. 

Hak berpendapat ya, manfaat untuk masyarakat, ya juga. Jangan hanya manfaatnya untuk pendemo, tetapi mudarat untuk masyarakat dan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun