Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gegara Sepotong Doa untuk Anies, M Taufik akan Dicopot?

4 April 2022   06:04 Diperbarui: 4 April 2022   06:27 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Doa adalah sarana komunikasi manusia dengan Tuhan. Doa juga merupakan nafas iman manusia. Doa yang berupa permohonan dan mengucap syukur hanyalah kepada Tuhan. Dan Tuhan jugalah yang menjawab doa. Walaupun jawaban doa tidak langsung jatuh dari sorga, namun bisa juga melalui dunia ini atau melalui orang lain. Doa adalah menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan.

Ketika doa menyangkut politik, maka itu disebut menjadi doa politik. Nah ketika doa ini berinteraksi atau berhubungan dengan politik, maka politiknya yang akan lebih menonjol dari doanya. Bukan lagi hubungan pendoa dengan Tuhan yang dominan, namun siapa pendoanya, apa yang didoakannya dan siapa yang terkait dengan doa tersebut. 

Nah, masalahnya menjadi masalah politik. Untuk Indonesia, masalah seperti ini bisa menjadi masalah yang ruwet dan rumit. Yang semula sederhana hanya sepotong doa berubah menjadi masalah politik yang melibatkan partai politik dan para penguasanya.

Demikianlah mungkin kisah sepotong doa dari M Taufik sang Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Tokoh yang membesarkan Partai Gerindra di Jakarta dengan menjabat Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta dua periode 2012-2020. 

Bisa membuat Gerindra menjadi besar di DPRD DKI Jakarta dengan dua Pemilu, 2014 dan 2019. Sebagai barometer politik untuk Indonesia, Gerindra DKI Jakarta telah membuktikan keunggulannya di bawah kepemimpinan M Taufik.

Berbagai pertanyaan soal rencana pencopotan M Taufik dari jabatan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta bermunculan. Apa sebabnya? Apa asal muasalnya? Apa api penyebab asapnya? Adakah gesekan internal partai? 

Adakah kesalahan fatal dari M Taufik? Benarkah penyebabnya hanya sepotong doa yang dilontarkannya untuk Anies menjadi Presiden? Apakah kesalahan melontarkan sepotong doa untuk Anies Baswedan menjadi presiden sedemikian fatal bagi Gerindra sehingga berbuntut pencopotannya dari Wakil Ketua DPRD?

Mungkin dengan logika berpikir akal sehat dan politik rasional, hal itu tidak mungkin. Apalah arti sepotong doa, kok  bisa berbuntut pencopotan jabatan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. 

Nah disinilah mungkin terjadi salah tafsir dan logika terbalik. Dan disini pula bisa kita temukan beberapa fenomena atau gejala politik dan memahami dunia politik Indonesia yang masih aneh dan masih belum menunjukkan bahwa partai politik dan permainan politik yang belum  sepenuhnya menggunakan logika politik demokrasi modern yang mengandalkan rasionalitas dan objektifitas.

Pola politik paternalistik bangsa ini masih dominan sebagai warisan dari pola berpikir kerajaan kita sebelum merdeka. Pola kepemimpinan yang kharismatik dan masih tersentralistik masih dominan dalam perilaku pemimpin partai politik seperti Gerindra. Penggabungan jabatan Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina dalam satu tangan di Gerindra cukup mengindikasikan sekaligus membuktikan hal tersebut.

Lalu apalah hubungan sepotong doa politik untuk Anies Baswedan menjadi Presiden dari seorang M Taufik yang menjabat Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dengan gejala dan gaya kepemimpinan politik tadi? Seharusnya M Taufik sebagai bagian dari Partai Gerindra harus paham dinamika dan pola paternalistik tadi. 

Bagi kader partai dengan sehebat apapun prestasinya tetap harus tahu diri. Tidak boleh menyinggung hati dan perasaan pimpinan. Apalagi menyinggung kepentingan politik pimpinan untuk urusan presiden.

Untuk partai dengan gaya kepemimpinan kharismatik seperti Gerindra dan PDIP, maka urusan pencapresan adalah kekuasaan otonom yang tidak bisa diganggugugat dari seorang Ketua Umum. Jangan mendahului takdir.

Lihat saja Ganjar tidak diundang dalam acara PDIP di Semarang yang dihadiri Puan Maharani, tempat tinggal dan berkuasanya Ganjar sebagai gubernur. Ganjar dianggap sebagai orang yang mengganggu kewenangan menentukan Capres dan cawapres. Bahkan Bambang Pacul penguasa PDIP Jawa Tengah di Semarang melontarkan pernyataan bahwa Puan itu seperti iklan TEH Sosro. 

Kalau iklan TEH Sosro berbunyi, apapun makanannya, TEH Sosro minumannya. Dalam pencapresan, Siapapun presidennya, Puan Cawapresnya. Padahal Ganjar belum pernah mendeklarasikan dirinya menjadi Capres. Ini masih hanya berita yang dirilis para penguasa lembaga survei saja dan juga para relawan.

Nah, Ganjar yang tanpa deklarasi dan tanpa kesalahan saja bisa diasingkan dari kegiatan partainya di kotanya Semarang. Lalu bagaimana dengan M Taufik? Disinilah pemahaman pola politik paternalistik dan kepemimpinan kharismatik sangat penting. Tanpa pemahaman seperti itu, maka gejala dan fenomena politik ini sangat tidak masuk akal dan cenderung otoriter.

Apakah sepotong doa dari seorang M Taufik untuk Anies menjadi presiden bisa menjadi masalah besar yang berujung pencopotannya dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta? Benarkah dia akan pindah ke Partai Nasdem? Apakah pernyataan Desmon Mahesa dari DPP Gerindra yang juga anggota DPR RI yang menyatakan bahwa M Taufik memang tak berguna di Partai Gerindra?

Lalu apa arti prestasi M Taufik sebagai ketua DPD Gerindra DKI Jakarta dua periode 2012-2020 yang membawa sukses dalam dua Pemilu 2014 dan 2019? Dalam Pemilu 2019  menghasilkan 19 anggota DPRD. Pilkada 2012 PDIP dan Gerindra memenangkan pasangan Jokowi- Basuku Tjahaya --Purnama. 

Pilkada 2017 memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.  Memang itu bukan prestasi pribadi dan bukan hasil kerja sendiri, namun itu adalah buah hasil kepemimpinan M Taufik sebagai ketua DPD Gerindra DKI Jakarta.

Pertanyaan berikut adalah, apakah kesalahan memanjatkan sepotong doa untuk Anies Baswedan menjadi presiden patut dianggap sebagai kesalahan fatal yang mengakibatkan pencopotonnya? Apakah sebuah kesalahan ini bisa kita gambarkan seperti pepatah yang mengatakan, 'kemarau setahun hilang karena hujan sehari?' Atau seperti pepatah lain yang mengatakan, 'karena nila setitik, rusak susu sebelanga?'

Memang dunia panggung politik kita sering gonjang-ganjing karena alat ukur keberhasilan dan kegagalan yang berbuntut pencopotan atau pemecatan bukan soal prestasi dan alat ukur objektif. Bisa kita lihat masalah Maruarar Sirait yang sudah dipilih oleh Presiden Jokowi menjadi menteri, sudah diberikan baju putih, namun tidak bisa diangkat dan dilantik hanya karena tidak ada restu dari Ketua Umum partainya.

Pencopotan M Taufik dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta bisa saja dikaitkan dengan kasus penggelapan tanah di Munjul Jakarta Timur. Atau berita kepindahannya ke Partai Nasdem.  Namun fenomena dan gejala yang diuraikan diatas patut menjadi dasar pemahaman bahwa sepotong doa untuk Anies menjadi Presiden bisa dianggap sebagai pembangkangan terhadap partai yang masih menginginkan Ketua Umum dan sekaligus Ketua Dewan pembinanya masih bermimpi menjadi calon presiden.

Adalah sangat mengganggu, jika ada kader partai apalagi pengurus dan bahkan Wakil Ketua DPRD berani mendoakan calon lain menjadi presiden. Ini doa politik yang bertentangan dengan kepentingan politik Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembinanya. 

Berarti itu juga bertentangan dengan kepentingan politik partai. Kepentingan politik partai masih dikendalikan dan kewenangannya berada di tangan Ketua Umum. Kewenangan itu belum pernah dibagi atau didelegasikan kepada siapapun kader Partai Gerindra, sehingga dengan demikian semua harus tunduk kepada keinginan dan kepentingan politik Sang Ketum.

Jika benar, gegara sepotong doa politik untuk Anies menjadi presiden dari seorang M Taufik berbuntut pencopotannya sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, maka ini  menjadi sebuah pelajaran berharga bagi setiap kader partai untuk menjaga posisi dan kepentingan politiknya. Dalam dunia politik, tidak ada kawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi. 

Kawan bisa menjadi lawan, jika kepentingan berbeda. Lawan bisa menjadi kawan, jika kepentingan sama. Kawan dan lawan hanyalah sebuah posisi. Yang utama adalah kepentingan.

M Taufik mungkin sudah berhitung dan mengkalkulasi keadaan. Tak patut lagi disesali. Tentu saja ada partai yang akan menampungnya. Apakah benar dia akan berlabuh ke partai Nasde anggota  atau PKB? 

Mari kita lihat perkembangan dan ke mana arahnya. Apakah jika dia berlabuh ke partai lain akan membawa pengaruh terhadap pencapaian Partai Gerindra  dalam Pemilu 2024 di Jakarta? Semuanya belum bisa diprediksi. Biarlah waktu yang menjawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun