Pekerjaan Berbeda Dengan  Studi, Salah Pilih atau Salah Pandangan?
Ada seorang adik ipar lulusan jurusan Fisika. Tiba-tiba dia diterima di perusahaan asuransi. Keluarga banyak yang bingung. Termasuk mertua yang tinggal di kampung. Ketika bertemu keluarga, adik  ini diinterogasi gaya keluarga. Kenapa tidak memilih pekerjaan yang sesuai jurusan? Fisika itu keren, kenapa tidak menjadi fisikawan? Bukanklah itu dulu tujuannya?
Sang Adik ini menjawabnya ringan sekali, tidak mau berdebat. "Kita lihat saja dulu. Banyak lamaran yang saya kirimkan, ini yang paling cepat panggilan, yah, diikuti saja dulu," jawabnya.
Waktu berlalu, dia meniti karir di perusahaan asuransinya. Berbagai pendidikan diikutinya sesuai bidang pekerjaannya. Latar belakang bahasa Inggerisnya yang mumpuni. Sebagai pengajar les bahasa Inggeris juga di sebuah lembaga kursus asing yang ada di Indonesia telah membawanya menjadi penting di perusahaan asuransi tersebut. Dia sering mendapat tugas ke luar negeri, karena perusahaannya afiliasi dengan perusahaan asing.
Tak perlu waktu lama. Karirnya menanjak cepat. Dia sudah ikut dalam tim asistensi untuk para direksi. Pekerjaannya sudah seperti asisten direktur. Tiba-tiba dia mendapat tawaran dari perusahaan asuransi lain. Perusahaan itu milik teman bosnya di kantor. Terjadi diskusi menarik di antara mereka. Bosnya menyerahkan pilihan kepadanya.
Dia pindah kantor. Di kantor baru juga karirnya luar biasa. Penugasannya sering ke berbagai daerah dan berbagai negara. Pengetahuannya juga meningkat dengan mengikuti pendidikan dan kursus yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Tiba-tiba dia minta berhenti. Ingin istirahat dulu. Jeda. Rencana mau jeda selama enam bulan. Dia jalan-jalan dan berkeliling ke berbagai tempat yang katanya ingin dikunjunginya, namun tidak sempat, karena tekanan pekerjaannya.
Baru sebulan masa jeda, dia sudah digoda dan dilamar perusahaan untuk  bekerja lagi. Bukan hanya dari dalam negeri saja, bahkan perusahaan dari luar negeri juga ada. Mereka memberikan pilihan. Bisa berkantor di Jakarta atau Singapura. Dia menepis. Bulan kedua, berbagai godaan itu meningkat dan tawaran makin gila-gilaan.
Akhirnya dia menyerah. Dia masuk kerja lagi, tetapi memilih yang ada di Jakarta, karena dia sudah memiliki dua anak yang harus diurusnya juga. Dia termasuk menentukan cara kerja dan waktu kerjanya.
Dalam sebuah pertemuan keluarga, diskusi itu kembali muncul, ketika ada anak-anak dan keponakan yang mau melamar kerja yang tidak sesuai jurusan studi yang dijalani. Sang Adik ini memberikan nasehat berdasarkan pengalamannya.
"Jangan salahkan dirimu dengan pilihanmu. Apakah sesuai studi dengan pekerjaan? Bukan salah jurusanmu, bukan salah pekerjaanmu. Salah pandang saja mungkin itu. Jalani saja dulu," katanya enteng.
Masalahnya bukan kesesuaian studi dengan pekerjaan. Tapi apakah kita sesuai dengan pekerjaan itu. Studi atau kesarjanaan  mempersiapkan kita untuk siap latihan dan bekerja. Pola pikir dan pandangan kita harus diarahkan kepada profesionalisme dalam pekerjaan, bukan semata-mata tertuju kepada jurusan tersebut.
Jurusan Studi berbeda dengan pekerjaan tidak sama, apakah itu sebuah kesalahan? Belum tentu juga. Sesuai jurusan studi dan pekerjaan tidak jaminan bahwa kita akan sukses. Â Harus diringi dengan peningkatan dan pengembangan diri sendiri (self development) serta proses kreatif (creative process) dalam mengelola diri dalam pekerjaan.
Jadi bukan salah jurusan, tetapi mungkin salah pandangan yang seakan mematok bahwa jurusan studi dan pekerjaan harus sama. Padahal jurusan studi dan pekerjaan yang berbeda juga banyak yang mencapai kesusksesan. Sebaliknya juga yang sesuai jurusan studi dan pekerjaan banyak yang sukses juga. Yang gagal juga banyak.
Sukses dan gagal tidak semata-mata akibat tidak sesuainya jurusan studi dan pekerjaan. Tetapi bagaimana pengembangan diri sendiri (self development) dan proses kreatif (creative process) seseorang untuk meningkatkan diri demi karir dan profesionalisme dalam pekerjaannya.
Salam hangat
Aldentua Siringoringo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H