Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Jalan "Sang Pejuang," Muchtar Bebas Pakpahan

24 Maret 2021   08:32 Diperbarui: 24 Maret 2021   08:41 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selamat Jalan Sang Pejuang, Muchtar Bebas Pakpahan.

Hari ini kami akan mengantarkanmu ke tempat persemayaman sementaramu, sampai Dia kelak datang untuk kedua kalinya. Engkau telah menyelesaikan tugas-tugasmu di dunia ini. Sudah berhenti. Bukan kami atau dirimu yang menghentikanmu, tetapi Dia, Sang Penciptamu memintamu kembali keharibaanNya.

Kami tidak akan bisa lagi melihat wajahmu, dirimu dan pidatomu tentang pergerakan, perjuangan dan doa-doamu. Ketekunanmu telah membuahkan berbagai hasil perjuangan, namun belum selesai. Sudah banyak yang dikerjakan, namun lebih banyak lagi yang belum dikerjakan.

Engkau melalui banyak sukacita, namun lebih banyak lagi dukacita. Berbagai perilaku dari teman dan sahabatmu tak mampu melahirkan sakit hati dalam dirimu. Banyak sahabat seperjuangan yang meninggalkanmu ketika kau dipenjara, tak surut juga hatimu memaklumi dan memaafkan mereka. Para sahabat dan teman yang kau bimbing menjadi pejuang, ada juga yang menjadi penentang dan melawanmu.

Engkau memang menjadi seorang pribadi yang langka. Semangat berkobarmu dalam menyampaikan pidatomu di Parlemen Eropa dan Kongres Amerika membahana ke seluruh dunia. Ketika kau di penjara, November 1994, Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan Kanselir Jerman Barat Helmut Schmit pun membicarakanmu di pertemuan APEC 1994 di Bogor. Sang Pemimpin rezim ketar-ketir menjawabnya.

Sang pejuang Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH, MA

Sudah banyak pekerjaan dan karya yang kau wariskan. Walau tak semua mau mengakui karyamu, namun engkau telah mewariskan apa yang layak kau wariskan.

Ketika kau dipaksa menginap di penjara, kau ubah penjara menjadi rumah sakit pengobatan sakit maagmu. Dengan doa puasa, sakit maagmu ternyata bisa sembuh. Enak, bisa sekarang makan sambal sehabis dari penjara, demikian kicaumu. Diskusi kita tentang Mahatma Gandhi yang mengatakan, "Penjara adalah Sekolah Terbaik", ternyata ada benarnya. Tetapi sesungguhnya sekolah terbaik bagi pejuang dan aktivis, bukan bagi penjahat.

Kakanda senior Muchtar Bebas Pakpahan,

Dalam masa persemayanmu di rumah duka, para sahabat, teman seperjuangan, teman kuliah dan para pengagum dan pengikutmu sudah datang silih berganti. Papan bunga untukmu tak mampu ditampung Rumah Duka RSPAD. Parkir mobil penuh dan meluber sampai ke jalan besar. Seakan tak sadar sedang Pandemi Covid-19, pelayatmu tak pernah kosong.

Hari ini, para sahabatmu ketika mahasiswa, ketika ber GMKI, ber SBSI, ber LSM akan kehilangan pemandangan fisikmu. Jasadmu akan kami antarkan ke kuburan, makammu. Kami hanya akan bisa menziarahi dan tanah gundukan tempatmu berlindung sementara. Kami akan menyampaikan penghormatan sekaligus perpisahan terhadap dirimu.

Engkau meninggalkan dua anakmu yang sudah menikah, tetapi putri bungsumu tinggal seorang diri yang belum menikah. Manusia berencana, Tuhan yang menentukan langkah. Biarlah semua itu diwujudkan Tuhan sebagaimana rencanamu.

Sang Guru Besar Prof Dr Muchtar Pakpahan, SH, MA,

Kini kau akan meninggalkan kampus tempatmu mengabdi dan mengajar. UNH Nomensen dan UKI. Kampus almamatermu USU dan UI juga akan kau tinggalkan. Semua sahabatmu dosen dan mahasiswamu akan mengenangmu. Kawan dan lawanmu sekaligus. Kontroversi sikapmu terkadang membuat dinamika persahabatanmu turun naik. Tetapi engkau tidak pernah sakit hati, walau banyak kata yang tak layak dilayangkan kepadamu.

Sahabat pejuang,

Teramat banyak yang ingin dikisahkan tentangmu. Tak cukup satu buku. Harus berjilid-jilid untuk menuliskannya. Dan itupun tak akan pernah lengkap. Ketika engkau terjatuh di ruang sidang dalam persidangan kasus buruh 1994 di Medan, akulah yang segera menopangmu dan membawamu ke ruang perawatan PN Medan. Dokter pengadilan yang menyatakan engkau sehat dan bisa sidang tiba-tiba menghilang. Kau dibawa ke Kejaksaan dan diantar ke RS Pringadi Medan. Kenangan yang tak akan terlupakan. 

Ketika  berangkat dari LP Tanjung Gusta menuju pengadilan, engkau dikawal bagaikan pemimpin negara. Semua napi dan sipir berdecak kagum. Sang pejuang di sidang di pengadilan negeri, untuk sebuah tuduhan kejahatan yang tidak dilakukannya. Buruh yang demo, sang pejuang yang dipenjara.

Abangku yang baik,

Dalam perjalanan kita memulai dari kantor hukum Muchtar Pakpahan-Thomas Abon & Associate, di gedung Piola Lantai 4 Kramat Raya, yang sudah tinggal kenangan, kita mulai pergerakan ini. Akhirnya lahirlah Forum Adil Sehajtera (FAS) tempat kita merancang bangun seluruh perjuangan dan pergerakan itu. Lahirlah Persatuan Pedagang Asongan DKI (PPA-DKI) Jakarta, lahir Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) dan berbagai organisasi perjuangan lainnya.

Ketika kita dengan para sahabat pejuang dan pro demokrasi lainnya membuat ikrar dan pergerakan pengorganisasian kaum marjinal tanpa organisasi, Sang penguasa Rezim memberi gelar Organisasi Tanpa Bentuk (OTB) kepada kita semua. Ketika kita memakai kata BURUH, maka kita dituduh kekiri-kirian. Ketika kita mendeklarasikan iman sebagai inspirasi  perjuangan, kita dituduh kekanan-kananan. Eki-Eka aliasa Ekstrim Kiri dan Ekstrim Kanan. Berbagai gelar itu dilontarkan untuk meredam perjuangan itu. Sayangnya semua gelar dan tuduhan itu tak pernah mampu meredam semangat dan api perjuangan yang digelorakan.

Kini, hari ini kami akan memberangkatnmu, kita tak surut lagi ke belakang. Masa lalu akan kita ingat sebagai bekal perjuangan ke depan. Biarlah apa yang kita lakukan di masa lalu menjadi pengingat kita. Tugas ke depan tak bisa diabaikan dengan alasan memori masa lalu.

Sahabat, Sang Pejuang, Guru Besar, Ayah, Adik, Suami, entah sebanyak apalagi panggilan dan gelarmu,

kami hanya mampu mengatakan, "SELAMAT JALAN."

Jakarta, 23 Maret 2021

Catatan dari seorang sahabat yang sedang berduka.

Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun