Ibas Mengajak Selamatkan Demokrasi, Namun Melanggar Demokrasi?
"Bagi kami sih, ada siang, ada malam. Tapi semangat kami tetap, ayo kita selamatkan demokrasi," kata Ibas dalam keterangan tertulis yang dilihat Rabu (detik.com, Rabu, 10 Maret 2021).
Ibas mengajak selamatkan demokrasi. Itu baik-baik saja. Tidak ada yang salah. Ini dilontarkannya setelah peristiwa KLB Sibolangit yang heboh. Namun kalau kita telisik salah satu alasan dari munculnya perlawanan para kader sampai menuju KLB adalah sumbat dan matinya demokrasi di Partai Demokrat. Lho, kok bisa begitu? Inilah ironinya.
Pemecatan tujuh kader senior Partai Demokrat tanpa melalui Mahkamah Partai, apakah ini demokratis atau paham demokrasi? Seharusnya, sebelum pemecatan, para kader ini harus disidangkan dalam Mahkamah Partai. Para kader berhak membela diri dengan alasan dan argumentasinya. Mahkamah Partai mempertimbangkan segala tuduhan dan tudingan serta pembelaan para kader yang mau dipecat. Itulah demokrasi yang dianut dalam UU tentang Partai Politik.
Apakah proses demokrasi tersebut berjalan dalam hal pemecatan tujuh kader senior Partai Demokrat tersebut inikasi demokrasi atau ini merupakan pelanggaran demokrasi?
Dalam aturan hukum perundang-undangan tentang Partai Politik, Mahkamah Partai adalah wajib memeriksa segala sengketa internal partai. Mahkamah partai adalah peradilan dalam tubuh partai politik.
Hal itulah yang membuat para pimpinan dan anggota Mahkamah Partai harus diisi dengan orang yang mumpuni di Partai dari sudut pengetahuan hukum, sejarah partai dan orang yang berwibawa di partai. Karena tidak tertutup kemungkinan, bahwa Mahkamah Partai juga harus memeriksa kasus yang menimpa Ketua Umum Partai atas aduan dari anggota atau dari pengurus pusat, daerah ataupun cabang.
Putusan Mahkamah Partai adalah final dan mengikat. Kenapa dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat, hak dan kewenangannya diamputasi oleh Majelis Tinggi? Kenapa bisa diubah dari putusan yang final dan mengikat menjadi pemberi rekomendasi saja?
Apakah fungsi Mahkamah Partai yang hanya memperi rekomendasi merupakan indikasi demokrasi atau pelanggaran demokrasi?
Fungsi Ketua umum yang seharusnya merupakan top eksekutif di partai berhak dan berwenang mengendalikan dan melakukan segala hal, baik mewakili partai di dalam dan di luar partai, termasuk di pengadilan. Apakah fungsi sebagaimana diatur dalam UU tentang partai Politik ini juga berl;aku di Partai Demokrat?
Kenapa ada pemasungan Ketua Majelis Tinggi atas fungsi dari Ketua Umum tersebut. Apakah pemasungan dan pengurangan fungsi ketua umum oleh Majelis Tinggi ini merupakan indikasi demokrasi atau bahkan pelanggaran demokrasi?
Untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa, Munas atau Muktamar Nasional dalam pengaturan UU Partai Politik, hak suara itu ada di tangan pemilik suara yaitu DPP, DPD dan DPC atau ada yang mengenal, DPP, DPW dan DPC. Namun di Partai Demokrat masih harus ditambah dengan persetujuan dan penetapan dari Majelis Tinggi.
Apakah Majelis Tinggi bisa menggagalkan kegiatan berdasarkan suara dari DPP. DPD, dan DPC? Bisa. Jika Majelis Tinggi tidak setuju, maka usulan pemilik suara itu bisa dihentikan. Karena syarat persetujuan dan keputusan Majelis Tinggi ini mutlak dan wajib.
Apakah pemasungan hak dari pemilik suara di Partai Demokrat ini merupakan indikasi demokrasi atau pelanggaran demokrasi?
Dengan uraian air mata Damrizal yang menjelaskan bahwa para kader buntu dalam hal mengadu. Ke Ketua Umum, sang anak. Ke Majelis Tinggi, sang ayah. Ke Fraksi DPR, sang adik. Apa artinya? Keluarga Cikeas menguasai dan memonopili kekuasaan di Partai Demokrat. Sehingga para kader buntu jika mengadu. Mengadukan siapa dan kepada siapa? Mereka semua yang menguasainya. Demikian pengungkapan Damrizal.
Jika memang jabatan strategis mulai dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, Ketua Majelis Tinggi dan Ketua Fraksi Demokrat DPR RI dikuasai dan dimonopili Trah Cikeas, apakah ini indikasi demokrasi atau pelanggaran demokrasi?
Nah pertanyaan ini bisa kita lanjutkan lagi dengan membedah AD/ART Partai Demokrat jika disandingkan dengan UU Partai Politik. Inilah yang terkuak pasca KLB Sibolangit. Secara subjektif, Ibas sah menyuarakan isi hatinya terhadap KLB Sibolangit yang mengkudeta kedudukan abangnya sebagai Ketua Umum dan dirinya sebagai Wakil Ketua Umum. Namun secara objektif, bisakah kita mengajak orang lain dan bangsa ini menyelamatkan demokrasi, sementara kita terindikasi pelanggar demokrasi?
Ketika kita naik pesawat, maka sesuai Peraturan penerbangan sipil, para kru pesawat menjelaskan aturan penerbangan dan jika terjadi keadaan darurat. Salah satunya adalah aturan tentang pemakaian alat bantu pernafasan yaitu masker oksigen yang akan jatuh otomatis. Disebutkan, jika anda membawa anak, maka anda harus terlebih dahulu memakai masker oksigen, baru menolong anaknya.
Apa yang bisa kita ambil makna dari aturan darurat tentang penggunaan masker oksigen di pesawat? Kita harus lebih dulu menyelamatkan diri dengan memakai masker oksigen baru bisa kita menolong orang lain.
Untuk konteks Partai Demokrat dan ajakan Ibas menyelamatkan demokrasi, supaya bisa menyelamatkan demokrasi di negeri ini, Ibas dan Partai Demokrat harus lebih dulu menyelamatkan demokrasi di dalam tubuh sendiri di Partai Demokrat.
Dalam istilah penegakan hukum seringkali diingatkan agar dalam penegakan hukum, jangan pernah melanggar hukum. Jangan pernah demi penegakan hukum dilakukan dengan pelanggaran hukum.
Dua ilustrasi diatas penting  untuk disimak dan direnungkan oleh Ibas sebagai Waketum Partai Demokrat. Janganlah kita mau menyelamatkan demokrasi, tetapi kita terindikasi sebagai pelanggar demokrasi. Bagaimanalah seorang penjahat menasehati orang supaya jangan jahat. Atau seperti seorang ayah yang mengajarkan anak untuk tidak berbohong, tetapi menyuruh anaknya menjawab di pesawat telepon  ayahnya tidak di rumah, padahal ayahnya ada di rumah.
Menyuruh orang dan mengajak orang untuk selamatkan demokrasi itu baik, tetapi harus kita mulai dari diri sendiri. Ayo selamatkan demokrasi, kita akan mulai dari diri kita. Ibas, AHY dan SBY mulai saja dari Partai Demokrat.
Janganlah terkesan mengajak menyelamatkan demokrasi, tapi kita terindikasi melanggar demokrasi dengan nama terkait demokrasi lagi, Partai Demokrat. Demokrat sesungguhnya adalah sikap yang menjunjung tinggi demokrasi, menjalankan demokrasi dengan baik, bukan pelanggar demokrasi. Semoga.
Salam hangat.
Aldentua Siringoringo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H