Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Abu-Abu, Berdebu dan Kelabu

10 Maret 2021   12:03 Diperbarui: 10 Maret 2021   12:09 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai Abu-abu, Berdebu Dan Kelabu

Partai Demokrat seringkali dianggap sebagai partai yang abu-abu. Kenapa? Karena sifat keberpihakannya tidak jelas. Tidak ikut koalisi partai pendukung pemerintah, tidak juga ikut partai yang mengambil sikap oposisi ke pemerintah. Tidak hitam, tidak putih, yah abu-abu.

Partai Demokrat menganggap dan menempatkan dirinya sebagai penyeimbang. Wow, keren istilah itu. Tetapi apakah benar posisi partai berlambang Mercy ini bisa menjadi penyeimbang? Jika kekuatan partai koalisi pendukung pemerintah terlalu besar, apakah partai ini bisa memberi bobot berat untuk menyeimbangkan posisi tawar antara kedua kubu? Tidak juga. Suara 7,77 persen di DPR tidak mungkin menjadi penyeimbang.

Kalau disebut poros tengah seperti kelompok Amien Rais di era 1999-2004? Tidak pas juga. Karena keadaan di era 1999-2004 sudah sangat berbeda dengan kondisi politik sekarang ini. Lalu, apalah namanya posisi partai ini? Itu tadi, menjadi partai abu-abu. Dan sikap itu menuai hasil sekarang ini. Maksudnya?

Partai yang sedang kisruh ini sudah berteriak dan melakukan konprensi pers sebagai korban ketidak adilan, kok tidak ada satu partaipun yang membelanya? Kalau tidak membela ya mencela juga tidak ada. Kenapa semua partai seakan berlomba diam? Untuk apa mencampuri urusan internal ini? Lho, kan Partai Demokrat sudah bilang ini bukan masalah internal, tetapi intervensi penguasa dan istana. Partai lain pun bisa dapat giliran.

AHY sudah berteriak dan bersafari kemana-mana. Ke Menkumham, ke KPU, ke Menko Polhukham, ke mana lagi ya? Entah kemanalah. Siapapun yang patut diduga akan mendukung pengurus hasil KLB Deli Serdang dikunjungi. Membawa massa lagi, tak perduli apakah rombongan ini kerumunan yang melanggal prokes 5 M bukan lagi pertimbangan. Semua orang harus tahu, SBY dan AHY lagi galau. Show force.

Sekarang Ibas, Ketua Fraksi Partai Demokrat juga tidak tinggal diam. Sejak dikunjungi abangnya AHY,  anak sulung dari ayahnya SBY, dia pun ikut berteriak.  "Ayo selamatkan demokrasi." Wow, lebih keren lagi ini. Demokrasi sedang dipertaruhkan. Jika Kelompok Cikeas ambruk dari Partai Demokrat, maka demokrasi Indonesia akan amblas. Begitukah? Apakah demokrasi Indonesia identik dengan Kelompok Cikeas? Bagaimana seandainya yang diakui pemerintah adalah versi KLB, lalu mereka mengelola partai abu-abu ini lebih demokratis? Eit, jangan sembarangan membandingkan ya. Hanya Ibas yang boleh membandingan SBY dengan Jokowi soal ekonomi melesat.

Damrizal, salah seorang deklarator dan inisiator KLB yang merupakan kader senior Demokrat sampai menangis tersedu-sedu waktu jumpa pers. Dia menyesal mendukung SBY menjadi Ketua umum. Dia juga minta ampun dan akan mempertanggungjawabkan hal itu nanti di akhirat. Wah, gawat ini partai. Semua urusan dihubungkan dengan Tuhan. Ada pameo Tuhan tidak suka, ada pula nanti pertanggungjawaban di akhirat. Seharusnya partai ini diubah menjadi partai agama.

Apa yang disampaikan Damrizal adalah soal kutipan dan upeti yang harus disetorkan Fraksi Tingkat dua dan fraksi tingkat satu. Hal ini diatur dalam Peraturan Organisasi sejak SBY menjadi  ketua umum. Lha, ini kan sekedar iuran dan urunan. Apa salahnya para anggota DPRD tingkat dua dan tingkat satu ikut setoran ke SBY, sang pemiliki partai? Anggap saja biaya pemeliharaan agar tidak di PAW atau dipecat. Tapi ini seakan menjadi debu yang mengotori pandangan orang terhadap partai ini.

Ada lagi kisah tentang AD/ART yang bertentangan dengan UU Partai Politik. Adalah Rasman Nasution dari kelompok KLB juga yang memaparkan dalam jumpa pers setelah mereka menyampaikan hasil KLB ke Menkumham secara diam-diam. Silent operation gaya intel. Kedudukan Majelis Tinggi yang menjalankan putusan strategi bertentangan dengan isi pasal 23 UU Parpol tentang fungsi Ketua Umum. Ada lagi posisi pengambilan putusan tertinggi di partai adalah di Muktamar, Munas atau Kongres. Itu dipasung oleh Majelis Tinggi. Ada lagi cerita Mahkamah Partai yang menurut UU Parpol putusannya final dan mengikat, namun di AD/ART Partai Demokrat, Mahkamah Partai hanya merekomendasi.

Berbagai hal tersebut menambah debu yang mengganggu pandangan orang tentang partai Abu-abu ini. Bagaimana adu kuat dan adu argumentasi ini akan berjalan dan siapa yang akan keluar sebagai pemenang? Pemenang di mana dulu? Kalau keluar SK Menkumham menerima atau menolak keabsahan KLB, pasti dilanjutkan ke Pengadilan. Kalah di tingkat pertama, lanjut ke tahap berikutnya sampai ke Mahkamah Agung. Itu bisa berapa lama? Sampai 2024 atau lewat 2024? Bagaimana persiapan 2024?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun