Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Abu-Abu, Berdebu dan Kelabu

10 Maret 2021   12:03 Diperbarui: 10 Maret 2021   12:09 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wah, kalau begini bisa menjadi drama berjilid-jilid nih, demikian orang bertanya. Butuh energi besar nih, kata orang lain lagi. Nah, mari kita lihat sajalah. Kalau ibarat sinetron, kalau suka tonton, tak suka ya ganti ke channel lain, itu tak merepotkan kok. Tapi pemain panggung atau sinetron yang ditonton pasti tidak suka. Mereka manggung kan untuk ditonton. Tapi kalau tontonan tidak suka dan ceritanya terlalu bertele-tele, kok dipaksa penontonnya harus setia? Para pemainnya saja tidak saling setia, kenapa penonton harus setia? Siapa pemain yang tidak setia?

Mereka-mereka yang berantam ini kan sebagian berasal dari masa lalu partai ini. Hanya Ketua umumnya ini yang dulu belum ikut partai ini. Itu juga yang disesalkan banyak orang. Seandainya ketua umum KLB ini kader senior yang dipecat, maka mungkin rumusan masalah internal akan cukup ampuh. Ini ketumnya dari istana lagi, presidennya diam lagi. Sulit ditebak. Daripada main tebak-tebakan, lebih baiklah menuduh dan menuding. Biar lebih terpojok presidennya, kirim surat. Gitu aja repot.

Tetapi apa daya, surat tak digubris. Surat tak berbalas. Tuduhan ke Moeldoko yang berbalas. KLB balasnya. Wow, tragedi deh. Bukan hanya berdebu, berkabung dan kelabu. Dan dalam keadaan kelabu seperti itulah tak ada partai yang membantu. Yang datang hanya mantan pentolan GAM dari Aceh. Partai Daerah. Tak tahu pula kita apa riwayat kisah mereka. Partai yang ada di Jakarta seakan menjadi penonton yang baik.

Tapi apa pula yang mau dibantu. Biasanya yang saling membantu itu adalah teman, sohib kita. Partai abu-abu, siapa temannya? Ya tak ada. Lawannya, juga tidak ada. Makanya tidak ada partai yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tawar saja, datar tak ada reaksi.

Lalu lawannya ini siapa? Ya teman separtainya. Tujuh kader senior yang dipecat, mereka bergerak cepat. Jadilah KLB bim sala bim. Seakan semalam jadi. Belum hadir calon ketum, sudah terpilih. Biasanya calon ketum yang ditanyai, ini Calon ketum yang bertanya kepada peserta KLB. Lucu, aneh tapi nyata. Semua serba abu-abu. Sekarang, bagaimana keluar dari situasi kelabu ini?

Berobahlah, ubah haluan. Rheinald Kashali dalam sebuah bukunya berjudul Change mengatakan, Tidak perduli sesesat apaun kondisi anda sekarang ini, saatnya memutar haluan. Maukah AHY dan SBY memutar  haluan? Dari playing victim ke arah sikap gentlemen. Maukah AHY dan SBY terbuka menerima para pelaku KLB ini? Seperti Jokowi menerima Amien Rais Cs yang selalu memaki-makinya di luar istana? Bahkan ada yang merancang untuk meminta mundur Jokowi ikut dalam pertemuan itu. Jokowi menerimanya.

Apakah pertemuan Jokowi dengan Amien Rais Cs bisa menjadi pelajaran bagi SBY dan AHY? Atau tetap ngotot dengan pidato legalitas dan keabsahan dirinya dengan lima kontainer dokumen itu? Dan pameo KLB tidak sah, illegal dan inkonstitusional? Tak bermoral?

Dimanakah letak demokrasi di Partai Demokrat, jika tidak bisa berbeda pendapat? Bagaimana SBY dan AHY mau menuntut keadilan, sementara mereka main pecat terhadap kader senior dan bahkan sebagian pendiri partai? Bagaimana SBY bicara demokrasi dan keadilan, sementara jabatan strategis dikuasai trah Cikeas. Mulai dari Ketum, Waketum, Majelis Tinggi, Wakil Ketua Majelis Tinggi dan ketua Fraksi di DPR. Kemana mereka mengadu dengan kebuntuan masalah yang harus menghadap keluarga Cikeas itu di semua posisi strategis. Ya, karena buntu, lahirlah KLB. Itu menurut Damrizal.

Titik penyelesaian konflik dan kisruh partai abu-abu ini tidak boleh bersikap abu-abu lagi. Harus jelas. Maukah saling mendengar dan kompromi, minimal duduk bersama, walau hasilnya sepakat untuk tidak sepakat? Pertemuan Jokowi dengan Amien Rais Cs tidak sepakat. Tapi sejarah mencatat, Presiden Jokowi mau menerima orang yang berbeda pendapat dengannya, yang mencacimakinya, dan bahkan yang ingin memakzulkannya.

SBY dan AHY kan masih sah dan legal, kenapa takut bertemu dan mengundang peserta dan penggagas KLB? Tidak berkenan dan mau menang sendiri? Yah sudah. Setiap orang akan menuai apa yang ditaburnya. Tabur pemecatan, tuailah KLB. Tabur monopoli jabatan di partai, hengkanglah para kader senior. Tabur tudingan dan tuduhan ke Moeldoko, tuailah Ketum baru tandingan.

Kini setelah partai abu-abu ini penuh debu dan kelabu, apakah SBY dan AHY akan mengigau playing victim atau melanjutkan perang terbuka dan menyerang semua lini termasuk pemerintah? Atau melakukan cooling down, mencoba mendekati beberapa orang pelaksana KLB untuk mencari solusi? Atau memilih mediator yang bisa memediasi para pemangku kepentingan partai ini? Semua itu hanya pilihan. Pilih mana yang cocok dan  suka. Selamat memilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun