Bupati Lebak Iti Octavia Mau Santet KSP Moeldoko, Gegara Konflik Partai?
Bupati Lebak Iti Octavia mengancam akan santet Kepala Staf Presiden (KSP). Mengerikan. Kenapa Bupati mau santet KSP? Bukankah mereka sama-sama pejabat pemrintah yang digaji negara dari pajak rakyat? Apa sebab? Oh ternyata gegara konflik di Partai Demokrat.
Iti Octavia adalah Bupati Lebak yang merangkap jabatan sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Banten. Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden yang  menjabat sebagai Ketum Partai Demokrat versi KLB Sibolangit. Sama-sama pejabat pemrintah, sama-sama mengaku satu partai, namun berbeda kubu. Begitu kisahnya.
Apakah Bupati boleh menyerang Kepala Staf Presiden? Tidak boleh sebenarnya. Bupati itu bagian dari pemerintahan negara di daerah. Kabupaten yang dipimpin Bupati adalah bagian integral dari NKRI yang dipimpin oleh Presiden yang dibantu Kepala Staf Presiden. Jadi kenapa Bupati berani melawan dan akan melakukan santet ke KSP? Itu gegara konflik di kubu Partai Demokrat.
Apakah perbedaan pendapat atau kubu di partai boleh menyeret pejabat seperti Bupati Lebak ini dan boleh melawan Kepala Staf Presiden. Ya nggak boleh. Tapi para pejabat kita ini kan merasa bahwa republik ini milik nenek moyangnya, jadi suka-sukanya. Tugas dan fungsi jabatan publik seperti Bupati seakan hanya pelengkap jabatannya di partai. Seakan jabatan partai mengalahkan akal sehatnya untuk mengancam santet KSP.
KSP Moeldoko juga sama. Pengejaran jabatan Ketum Partai Demokrat seakan mengabaikan jabatannya sebagai KSP. Entah angin darimana mendorongnya untuk mengejar jabatan Ketum Partai Demokrat ini. Ambisikah? Godaan kekuasaankah? Dibawah perintahkah? Atau ada setan pembisik yang menjanjikan angin sorga? Padahal setan adalah penguasa dunia kejahatan, bukan penguasa sorga.
Santet, masihkah harus digunakan dalam kekuasaan dan perbedaan pendapat di partai? Kenapa seorang bupati yang digaji negara mau melakukan santet kepada pejabat negara juga? Emosi? Apakah waktu mau menjadi calon bupati tidak diperiksa Kesehatan jasmani dan jiwanya? Atau perlu diperiksa ulang syarat kesehatan ketika mencalonkan bupati? Yang suka emosi, patut diduga ada gangguan kejiwaan. Jika ada gangguan kejiwaan patut diduga tidak sehat. Orang yang tidak sehat tidak boleh menjadi bupati atau pejabat publik.
Calon yang mau disantet KSP Moeldoko pun mungkin perlu juga dicek kesehatan jiwanya. Apakah masih normal atau terdorong emosi kejiwaan juga mau merebut jabatan Ketum Partai Demokrat ini. Sebab sepertinya semua pejabat yang ambisius, kehilangan nalar dan logika harus segera diperiksa kejiwaannya. Mana tahu sudah terganggu, perlu diperiksa ulang.
Kembali ke masalah santet. Apakah santet ini masih ada? Ya adalah, buktinya Bupati Lebak Iti Octavia  ini sudah resmi mengancam KSP Moeldoko yang dituduhnya perampok jabatan Ketum partainya. Maklum ibu bupati ini kan pendukung habis dari Ketum AHY. Loyalis, setia sampai mati, sumpah darah. Sumpah ke negara masih ingat nggak? Sumpah jabatan bupati masih ingat nggak?
Santet, sempat mau dimasukkan dalam Rancangan KUHP yang baru. Namun diduga sulit membuktikannya. Walau santet dalam ilmu perdukunan dan paranormal masih sesuatu yang masih ada dan masih dikuasai para dukun. Apa tujuan santet? Menyakiti atau bahkan membunuh. Bolehkah yang mengancam santet boleh dituntut secara hukum? Boleh.
Salah satu pendiri Partai Demokrat, Hencky Luntungan mengancam akan melaporkan Bupati Lebak yang mengancam santet ke KSP Moeldoko ini. Mengancam dengan santet, sama dengan mengancam akan membunuh. Wow, mengerikan. Kapan dilaporkan, kita tidak tahu.
Jika ancaman santet dari Bupati Lebak yang menjabat Ketua DPD Partai Demokrat Banten terhadap KSP Moeldoko sebagai Ketum Partai Demokrat versi KLB Sibolangit diajukan oleh salah seorang Pendiri Partai  Demokrat ke polisi, maka soal santet Partai Demokrat ini akan berpindah ke ranah hukum. Dan tentu saja ini menjadi satu bagian dari drama Demokrat ini.
Jika ini terjadi, sesungguhnya, Bupati Lebak dan KSP harus mengundurkan diri dari jabatan publiknya. Iti Octavia bisa berkonsentrasi sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Banten. Moeldoko bisa konsentrasi sebagai Ketum Partai Demokrat versi KLB. Kalau Iti Octavia mau melakukan santet kan butuh konsentrasi supaya santet yang dijalankan efektif. Moeldoko juga bisa konsentrasi menghadapi santet dari Ketua DPD Banten tersebut. Siapa yang akan menang dalam program santet tersebut? Gampang saja melihat hasilnya. Siapa yang terkapar?
Bupati Lebak ini harus berhati-hati dalam melontarkan ancaman santetnya. Walaupun diklarifikasi sebagai pernyataan yang emosi, tetapi pernyataan itu tidak pernah dicabut atau dinyatakan tidak ada. Itu berarti ancaman itu masih ada dan bisa dilaporkan.
Mengancam seseorang akan melakukan pembunuhan atau ancaman keselamatan orang lain, itu adalah kejahatan. Bisa dianggap melakukan ancaman dan itu tindak pidana. Para pejabat publik hendaknya memberikan pernyataan yang sudah habis olah pikir. Jangan hanya karena emosi atau baperan. Janganlah buat image partai ini menjadi partai yang baperan. Mosok mulai dari Ketua Majelis Tinggi, Ketum, Ketua DPD semua baperan. Nanti nama partai ini harus diganti menjadi Partai Baperan?
Santet sudah saatnya dihilangkan dari kehidupan modern kita. Jangan digunakan lagi dalam percakapan umum, di media massa pula. Dan dilakukan bupati pejabat publik kita. Arahnya ke pejabat publik juga, KSP. Namun urusannya bukan urusan negara seperti tugas mereka sebagai pejabat negara. Hanya gegara beda kubu dam konflik partai mereka.
Janganlah tugas dan jabatan negara harus kalah dengan jabatan partai. Janganlah karena masalah konflik partai jabatan Bupati dengan KSP harus drusak dengan isu santet. Bupati Lebak, ingatlah jabatan dan fasilitas negara yang engkau nikmati. Mengabdilah kepada negara dan rakyat, bukan ke partai. KSP ingatlah jabatan dan fasilitas negara yang kau nikmati, jangan digunakan untuk pemuas ambisi atau nafsu kekuasaan.
Marilah  saling memahami tugas dan fungsinya sebagai pejabat negara. Kalau tidak bisa lagi mengutamakan dan menjalankan tugas negara dengan baik, karena tugas partai, sebaiknya mundur saja dari jabatan negaranya. Mintalah partai yang menggajimu dan menyediakan fasilitas untukmu. Jangan menggunakan fasilitas dan uang negara untuk mengurus partai. Itu tidak baik. Itu penyalahgunaan jabatan. Tuhan tidak suka. Semoga.
Salam hangat.
Aldentua Siringoringo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H