Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Honorer Sayang, Guru yang Malang

19 Februari 2021   06:00 Diperbarui: 19 Februari 2021   08:47 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kami pernah membawa rombongan orang dari Jakarta ke kampung halaman, saya membawa ke sekolah dimana gaji gurunya sekitar tiga ratus ke empat ratus ribu sebulan. Semua orang Jakarta kurang percaya dengan mulut  menganga. Tiga ratus ribu gajinya? Bagaimana dia hidup? Jawab para guru, mereka hidup karena keajaiban. Atau hidup dalam keajaiban.

Mungkin kasus pemecatan guru honorer di Bone  ini akan segera dilupakan orang. Tetapi bagaimana nasib guru honorer kita yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di pedesaan. Terkadang ada sekolah dasar yang memiliki kelas satu sampai enam, namun gurunya hanya tiga orang? Nah disinilah peran guru honorer yang membantu. Mereka sangat sayang kepada guru honorer ini, karena memang sangat dibutuhkan.

Penanganan guru honorer kita tidak pernah tuntas. Jumlah kekurangan guru juga tidak pernah ditangani dengan tuntas. Kekurangan guru ditutupi dengan meghadirkan guru honorer, namun sampai puluhan tahun tetap sebagai guru honorer sangat tidak manusiawi.

Dulu ketika A.E Manihuruk sebagai kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) pernah mengeluarkan kebijakan Kenaikan Pangkat Otomatis (KPO) bagi guru. Jadi para guru tidak perlu mengurus kenaikan pangkat. Naik otomatis setiap empat tahun. Dulu, pengurusan kenaikan pangkat guru  itu sering menjadi permainan dari pejabat kepala dinas pendidikan di daerah. Pengurusan kenaikan pangkat berbelit-belit birokrasinya dan harus ada biayanya. A.E Manihuruk memutus rantai birokrasi dan biaya siluman tersebut dengan KPO.

Nah, untuk memutus tali rantai kemalangan guru honorer ini perlu dibuat kebijakan seperti KPO nya pak A.E Manihuruk tersebut. Misalnya bagi seorang guru honorer yang sudah mengabdi dan mengajar secara terus menerus selama lima tahun, maka dia otomatis diangkat menjadi ASN. Jika demikian, maka para guru honorer akan terhindar dari kemalangan dengan status puluhan tahun tetap guru honorer.

Kemendikbud dan pemerintah daerah bisa mengatur dan menjalankannya. Kebijakan pengangkatan pegawai dulu juga ada seperti itu. Pegawai Honorer Daerah (Honda) yang mengabdi selama dua tahun diperbolehkan melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil. Jika ada penmerimaan PNS dulu namanya sekarang ASN, maka pegawai Honda ini mendapatkan prioritas untuk diterima sebagai pegawai.

Kalau dulu pegawai Honda bisa diangkat menjadi pegawai negeri, kenapa sekarang guru honorer tidak bisa diangkat menjadi ASN setelah mengabdi dengan jangka waktu tertentu? Dan kenapa ada guru honorer sampai puluhan tahun? Status tidak berubah?

Kemendikbud dan pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan harus segera membenahi ini. PGRI harus dengan lantang lagi harus memperjuangkan ini. Guru honorer jangan hanya disayang karena dibutuhkan, namun statusnya sebagai guru honrer menjadi nasib malang. Jadinya kita sebut, guru honorer sayang, guru yang  malang.

Salam hangat

Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun