Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Panggung Politik-Panggung Sandiwara

5 Februari 2021   06:00 Diperbarui: 5 Februari 2021   06:06 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Achmad Albar dan sahabatnya Ucok Harahap dalam Duo Kribo merilis lagu Panggung Sandiwara pada tahun 1973, liriknya seperti ini.

Dunia ini panggung sandiwara, Ceritanya mudah berubah.

Kisah Mahabrata atau tragedi dari Yunani.

Setiap kita dapat satu peranan yang harus kita mainkan.

Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura. Mengapa kita bersandiwara 2x

Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak. Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang.....

Demikian lagu Panggung Sandiwara Duo Kribo tersebut. Mungkin generasi baby boomer masih ingat lagu tersebut.

Kenapa lagu ini harus penulis kutip dan sampaikan dalam tulisan ini? Karena Panggung politik kita terakhir ini seakan menjadi panggung sandiwara. Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura.

 Apa saja itu?

Gubernur DKI Jakarta menjadi pemeran yang kocak membuat kita terbahak-bahak. Dengan gaya khas memelintir kata-kata, dengan enteng beliau mempertanyakan tuduhan terhadap Jakarta sebagai kota yang macet. Siapa bilang kota Jakarta macet? Jakarta sepi dan tidak macet. Coba jalan ke Jakarta jam 02.00 pagi, katanya seakan seperti pelawak Srimulat yang mengocok perut.

Siapa yang tidak terbahak-bahak dengan peran kocak tersbut. Anies betul, Jakarta tidak macet jam 02.00 pagi. Tapi pagi sampai malam? Bayangkan saja seorang gubernur yang memimpin kota macet dengan kocak mengatakan kotanya tidak macet, tetapi jam 02.00 pagi. Ketika penduduk Jakarta sedang tidur mengorok dan tidur lelap.

Lalu?

Kita lihat peran yang dimainkan AHY.  Seakan-akan dia sudah dikudeta dan diambil alih jabatan ketua umumnya di Partai Demokrat. Dia menyampaikannya dalam konprensi pers dan mengirim surat ke presiden untuk mengklarifikasi keterlibatan orang istana dalam isu rencana kudeta  terhadap dirinya.

Peran berpura-pura seakan dia sudah dikudeta, jadi dia perlu konprensi pers dan melayangkan surat ke presiden. Menteri Sekretaris Negara mengatakan tidak akan membalas surat tersebut, karena hal itu adalah urusan internal partai tersebut.

Apalagi?

Seorang penduduk Depok membuka pasar muamallah  menggunakan pembayaran dengan uang dinar dan dirham. Dia pura-pura tidak tahu bahwa alat pembayaran yang sah dalam jual beli dan perdagangan di Indonesia adalah rupiah.

Kalau dia mau mengambil keuntungan dari perdagangan uang atau valuta asing, maka seharusnya dia mengurus ijin perdagangan valuta asing. Dia pura-pura tidak tahu aturan itu. Dan anehnya hal ini sudah berjalan sejak tahun 2014. Sudah berjalan 7 tahun. Hal ini diproses polisi setelah beredar video di medsos dan viral.

Jika tidak viral, mana mungkin polisi bisa membekuk ini. Apakah polisi tidak tahu selama ini? Mana kutahu, tanya saja langsung ke polisinya. Kabarnya pelakunya sudah ditangkap Bareskrim Mabes Polri.

Terus...

Ada seorang bupati terpilih di NTT yang pura-pura tidak tahu bahwa dia warga negara Amerika. Dia mencalonkan diri menjadi calon bupati. Pasangannya menang. Lalu ditetapkan KPU setempat menjadi pemenang.

Sebelum ditetapkan, Bawaslu sudah mengingatkan KPU untuk meneliti kewarganegaraan Amerika tersebut. Tetapi KPU hanya percaya dengan dokumen KTP elektroniknya, pura-pura tidak mendengar apa yang disampaikan Bawaslu soal kewarganegaraan asing tersebut.

Akhirnya Bawaslu mengirim surat minta klarifikasi ke Kedubes Amerika. Surat Bawaslu tersebut dijawab dan menyatakan bahwa calon bupati yang terpilih tersebut adalah warga negara Amerika dan pemegang Paspor Amerika.

Masih ada lagi?

Masih ada, tapi kita hentikan dulu sampai disini, jangan sampai pembaca bosan. Panggung politik kita seakan panggung sandiwara. Para penonton seakan terbahak-bahak, tegang, senang dan seakan mabuk kepayang.

Para aktor di panggung politik kita sangat piawai memainkan perannya. Mengubah kata macet dengan sunyi jam 02.00 pagi. Isu kudeta seakan sudah kudeta. Indonesia seakan negara Irak yang memberlakukan dinar. Warga negara Amerika seakan menganggap Propinsi NTT adalah negara bagian Amerika Serikat.

Cukup sampai disini dulu kisah panggung politik-panggung sandiwara kita ya. Nanti kita sambung dengan sandiwara yang lain.

Salam hangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun