Lalu?
Kita lihat peran yang dimainkan AHY. Seakan-akan dia sudah dikudeta dan diambil alih jabatan ketua umumnya di Partai Demokrat. Dia menyampaikannya dalam konprensi pers dan mengirim surat ke presiden untuk mengklarifikasi keterlibatan orang istana dalam isu rencana kudeta  terhadap dirinya.
Peran berpura-pura seakan dia sudah dikudeta, jadi dia perlu konprensi pers dan melayangkan surat ke presiden. Menteri Sekretaris Negara mengatakan tidak akan membalas surat tersebut, karena hal itu adalah urusan internal partai tersebut.
Apalagi?
Seorang penduduk Depok membuka pasar muamallah  menggunakan pembayaran dengan uang dinar dan dirham. Dia pura-pura tidak tahu bahwa alat pembayaran yang sah dalam jual beli dan perdagangan di Indonesia adalah rupiah.
Kalau dia mau mengambil keuntungan dari perdagangan uang atau valuta asing, maka seharusnya dia mengurus ijin perdagangan valuta asing. Dia pura-pura tidak tahu aturan itu. Dan anehnya hal ini sudah berjalan sejak tahun 2014. Sudah berjalan 7 tahun. Hal ini diproses polisi setelah beredar video di medsos dan viral.
Jika tidak viral, mana mungkin polisi bisa membekuk ini. Apakah polisi tidak tahu selama ini? Mana kutahu, tanya saja langsung ke polisinya. Kabarnya pelakunya sudah ditangkap Bareskrim Mabes Polri.
Terus...
Ada seorang bupati terpilih di NTT yang pura-pura tidak tahu bahwa dia warga negara Amerika. Dia mencalonkan diri menjadi calon bupati. Pasangannya menang. Lalu ditetapkan KPU setempat menjadi pemenang.
Sebelum ditetapkan, Bawaslu sudah mengingatkan KPU untuk meneliti kewarganegaraan Amerika tersebut. Tetapi KPU hanya percaya dengan dokumen KTP elektroniknya, pura-pura tidak mendengar apa yang disampaikan Bawaslu soal kewarganegaraan asing tersebut.
Akhirnya Bawaslu mengirim surat minta klarifikasi ke Kedubes Amerika. Surat Bawaslu tersebut dijawab dan menyatakan bahwa calon bupati yang terpilih tersebut adalah warga negara Amerika dan pemegang Paspor Amerika.