Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Percaya dalam Hati, Mengaku dengan Mulut

2 Februari 2021   22:40 Diperbarui: 2 Februari 2021   22:49 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Pengantar:

Tulisan ini adalah karya dari seorang peserta Latihan Penulis Writing Is Fun (WIF) yang kami sebutkan dalam tulisan Sang Pembelajar, Belajar dan Mengajar Senin, 1 Pebruari 2021. Aldentua Siringoringo.

 

PERCAYA DALAM HATI MENGAKU DENGAN MULUT

Senin, 1 Februari 2021

Ira Erliza Silalahi.

Seorang juri lomba bernyanyi berkata, "Suara kamu bagus", tetapi pesannya tidak saya dapatkan karena kamu menyanyi tidak dengan hati!". Ada kalanya seseorang mengatakan sesuatu melalui mulutnya namun di hatinya lain. Tidak heran juga jika ada orang yang mengaku Yesus itu Tuhan melalui mulutnya, namun tidak percaya di dalam hatinya. Idealnya pengakuan yang sejati adalah luapan hati. Kita teringat ucapan Petrus kepada Yesus "sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau" (Mat. 26:35). 

Begitu indah perkataan ini tetapi tidak lama setelahnya Petrus tiga kali menyangkal Yesus. Petrus boleh berkata indah dengan mulutnya namun tidak demikian tindakannya. Sebaliknya, seorang bisa percaya dengan hati namun tidak mampu mengaku dan bersaksi dengan mulutnya. Mengapa? Karena mulut tidak sinkron dengan hati.

Ilustrasinya seorang anak tengah asik bermain game di gadgetnya seluruh perhatian dan pikirannya diarahkan ke gadget tsb, kemudian ibunya memanggilnya: "Nak, TVnya tolong dimatikan kalau tidak ada yang nonton !" Si anak menjawab "Ia bu" lalu ia berjalan kearah TV sambil mata dan tangannya berkonsentrasi ke gadgetnya kemudian mematikan TVnya. Lalu ibunya bertanya lagi: "Adekmu dimana, kok suaranya gak kedengaran dari tadi ?" si anak menjawab "sudah mati bu...!" 

Begitulah, bila kita tidak sungguh-sungguh mengarahkan hidup, perhatian, telinga kepada Tuhan maka pengakuan apapun yang keluar dari mulut kita, hanyalah pengakuan kosong, yang asal diucapkan saja.

 Firman Tuhan ini menegaskan bahwa syarat memperoleh keselamatan tidak boleh sebahagian saja, misalnya hanya mulut atau hanya hati yang diselamatkan. Bagaimana melaraskan mulut, hati dan seluruh indera serta kehidupan supaya sejalan dalam memuliakan Tuhan. Jawabannya ibadah (1 Tim. 4:7).

Percaya dan mengakui bahwa Yesus mati dan bangkit menjadi juruselamat dunia. Kematian-Nya menyatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh manusia dan kebangkitan-Nya menyatakan bahwa ia adalah Allah sendiri dalam rupa insan (ingat pengakuan Iman kita dan baca Filp. 2:6-10). Apakah kita sungguh-sungguh percaya bahwa Yesus adalah Tuhan ? Bila saudara-saudara kita yang bukan Kristen tidak percaya akan hal ini, tidak perlu kita perdebatkan. Namun bila orang Kristen masih ragu-ragu akan keselamatan di dalam Yesus maka sia-sialah ia menjadi Kristen.

Masa muda adalah masa indah, dinamis dan penuh tantangan. Mulailah petualangan, bertumbuh dalam Iman berpijak dan berangkat dari dasar yang benar dan jelas, sehingga tidak terombang-ambing dan disesatkan oleh ajaran-ajaran dan oleh pengetahuan dunia ini. Sebagai remaja Kristen perlu melatih diri beribadah yang taat kepada-Nya sehingga Imanmu sampai kapan pun tidak dapat ditawar-tawar.

Tak kenal maka tak sayang, demikian kata pepatah. Tidak mengenal Yesus mustahil mengasihi Dia dan bagaimana mungkin menyaksikannya? Biarlah kecintaan kita pada Yesus bertumbuh setiap saat melalui pergaulan kita yang akrab dengan-Nya. Mencintai Firman-Nya, bersekutu dengan-Nya melalui doa-doa dan ibadah kita. Saya mengajak saudara-saudara menjadi Kristen yang bukan sekedar identitas atau sampulnya saja, tetapi isinya tidak jelas atau malah Kristen tanpa isi. 

Janganlah karena kesibukan oleh aktivitas belajar maupun bermain membuat hidup rohaninya kosong. Berpacu dengan prestasi tanpa dibarengi Iman akhirnya menjadi sombong jika sukses, atau frustasi jika gagal. Bergaul dengan banyak orang tetapi kurang bergaul dengan Tuhan hingga akhirnya salah pergaulan. Mari, cintailah Yesus dengan segenap hatimu dan bersaksilah tentang Dia dengan segenap kata dan lakumu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun