Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Anak (Gibran) Menjadikan Ayah (Jokowi) Menjadi Panutan, Salahkah?

24 Juli 2020   08:17 Diperbarui: 24 Juli 2020   08:13 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah salah, jika seorang anak meniru dan membuat ayahnya menjadi panutan? Tidak salah. Adakah peraturan yang dilanggar Gibran ketika dia menjadi peserta dalam pilkada Solo? Tidak ada. Banyak orang mengatakan tidak etis dan tidak pantas. Dimana ketidakpatutan dan ketidakpantasannya? Sebagai makhluh filsafat, kita bisa bertanya berkepanjangan terus menerus. Bagi pengagum teori Hegel, ini bisa menjadi dialektika. Tesis versus anti tesis yang melahirkan sintetis.

Apakah niat Gibran menjadi calon walikota harus dibunuh dan dipadamkan karena ayahnya sedang menjabat Presiden. Coba kita berempati. Jangan-jangan jika kita menjabat sebagai presiden, kita juga belum tentu bisa melakukan seperti yang kita katakan dan tuduhkan kepada Jokowi. Jangan-jangan kita akan meniru gaya Soeharto atau SBY, atau bahkan lebih dari itu.

Namun namanya juga penonton. Selalu lebih pintar dari pemain. Namanya juga pengamat dan ahli selalu merasa lebih hebat dalam menilai dan menjatuhan hukuman atau vonis dari hakim yang berwenang sekalipun. Wajar dan manusiawi. Dan disinilah menariknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang dinamis. Dinamis, kritis dan selalu banyak pendapat pro kontra, hidup penuh warna, bukan sekedar hitam putih.

Kembali ke Gibran sebagai anak dan Jokowi sebagai ayah. Jokowi selalu mengatakan, semua tergantung anak. Ketika dia melihat anaknya belum berminat terjun ke politik, dia kembalikan kepada anaknya. Menantunya Bobby Nasution terlebih dahulu memberikan minat ke politik. Lalu kenapa Gibran yang lebih dulu direstui PDIP? Disinilah mungkin berlaku hukum keluarga tersebut.

Ketika Gibran menyatakan ingin terjun ke politik, maka sang ayah mendukungnya langsung. Siapakah ayah yang tidak ingin mendukung keinginan anaknya? Apakah karena isu dinasti politik dan politik dinasti, Gibran dan Jokowi harus mundur salah satu? Kan tidak begitu juga kali.

Ini bisa dipahami. Kenapa Soeharto di akhir jabatannya mengangkat Tutut, putrinya menjadi Menteri Sosial, bukan Prabowo sebagai menantu yang diangkat menjadi menteri yang sudah berpangkat jenderal? Menantu adalah bagian dari keluarga, namun masih lebih utama putra atau putri secara langsung.

Jika Gibran sebagai anak menjadikan Jokowi (Ayahnya) menjadi panutan dan mengikuti langkahnya meniti karir dari pengusaha ke walokota Solo, sebagai sebuah keluarga patut kita tiru. Sang ayah mendukung anaknya.

Namun sekali lagi yang perlu kita ingatkan kepada keluarga Jokowi, janganlah menyalahgunakan jabatan sebagai presiden dan fasilitas negara untuk mendukung Gibran menjadi walikota. Namun kalau pengaruh sebagai anak presiden lalu dia menang, itu hanya pengaruh.

Dalam Pemilu dan Pilkada semua kandidat berlomba mencari orang yang berpengaruh dalam tim kampanye dan tim pemenangan? Ada yang merekrut mantan pejabat, artis terkenal dan berbagai orang berpengaruh di daerah tersebut. Ini sesuatu yang lumrah.

Kita berharap Gibran bisa bertindak dan berperilaku sebagai calon walikota atau bahkan jika menang nanti menjadi walikota tidak pongah dan berusaha menggunakan jabatan ayahnya sebagai presiden untuk keberhasilannya. Biarlah dia berjuang dan membuat peta jalannya sendiri untuk meraih mimpinya menjadi walikota Solo dan bisa membangun Solo lebih baik dari pendahulunya, termasuk ayahnya Jokowi. Semoga.

Terima kasih dan salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun