Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesta Adat Nikah Masa Pandemi, Ternyata Bisa Disederhanakan

22 Juli 2020   11:31 Diperbarui: 2 Juni 2021   13:04 2155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesta Adat Nikah Bisa Disederhanakan selama Pandemi Covid-19 (unsplash/jeremy wong)

Gedung pesta adat pernikahan di Jakarta, khususnya bagi orang Batak kini merana. Selama pandemi Covid-19 gedung tersebut tidak diizinkan untuk dipakai.

Gedung Mulia dan Raja di Kebon Nanas Jakarta Timur, Gorga 1 di Tanjung Duren, Gorga 2 di Pondok Bambu, Gorga 3 Di Bekasi Timur, Gorga 4 Di Cililitan, Graha Cibening, Toton Baho, Gedung Mangaraja dan Maria di Jalan Perintis Kemerdekaan  dan berbagai gedung lain sepi dan sunyi.

Biasanya setiap hari Sabtu pasti terisi. Hari Jumat dan Kamis terkadang ada juga. Hari Pernikahan Orang Batak di Jakarta hampir dapat dipastikan ditentukan oleh ketersediaan gedung pesta.

Apalagi kalau calon pengantin atau orang tuanya sudah memiliki pilihan gedung favorit, maka harus rela menunggu lama. Kalau gedung favorit seperti Mulia dan Maria bisa setahun sudah penuh pesanannya. Kadang lebih dari setahun.

Namun kini, semua tutup. Dan tutupnya gedung ini membawa dampak kepada pihak terkait dengan gedung sebagai rekanannya. 

Usaha Katering, Perias Pengantin dan Salon, Fotografer dan Video, Penyanyi dan band penghibur sampai tukang parkir dan yang jualan di kawasan gedung berupa kantin dan yang lainnya terkapar. 

Para seniman penyanyi banyak yang alih haluan dengan membuat makanan dan berbagai kegiatan yang bisa menyelamatkan dapur ngebul.

Penderitaan gedung dan pihak rekanannya sungguh menyiksa banyak orang. Namun yang paling tersiksa adalah pihak keluarga yang harus menunda pesta tersebut. 

Baca juga : Pengalaman Menikahkan Anak di Masa Pandemi

Uang muka gedung, foto dan video, penyanyi serta catering sudah diberikan, namun pesta belum tahu kapan bisa dilaksanakan. Begitu gedung bisa buka, maka sudah ada pemesan sebelumnya untuk waktu tersebut. Lalu bagaimana?

Banyaknya penundaan tersebut telah menimbulkan banyak masalah antara calon pengantin, keluarga dan terlebih kumpulan marga. Bagaimana mencari solusi di masa pandemi Covid 19 ini? 

Apakah pesta adat pernikahan harus dilanjutkan, atau cukup hanya acara pernikahan di gereja dulu, nanti kalau keadaan sudah kondusif, acara adatnya dilakukan.

Ada pihak keluarga yang menyepakati agar pernikahan di gereja dulu, pesta adatnya menyusul. Namun ada juga yang ingin tetap melakukan pernikahan di gereja sekaligus juga pesta adatnya. Lalu bagaimana melakukan pesta adat, jika gedung belum bisa beroperasi karena belum ada izin dari pemerintah?

Salah satu keluarga kami mengalami dilema tersebut. Dalam rapat keluarga yang hanya keluarga inti sekitar 12 orang, kami berembuk dan menanyakan orang tua calon pengantin yang menjadi tuan rumah.

"Pokoknya pak, pesta adatnya harus kita lakukan. Biar hanya sepuluh orang dari satu pihak, acara adatnya harus kita lakukan," kata kedua orang tua calon pengantin.

Anggota keluarga yang lain mencoba memberikan usul dan pertimbangan agar acara adatnya kita tunda saja, namun mereka menolak.

"Saya sudah tiga kali mengawinkan putriku. Sudah tiga kali saya memberikan Ulos Pansamot. (Ulos pansamot adalah ulos yang diberikan orang tua pengantin perempuan kepada orangtua pengantin laki-laki. 

Dan inilah ulos pertama yang disampaikan dalam pesta adat Batak Toba). Anakku laki-laki hanya satu ini dan ini pesta terakhir keluarga kami, saya mau harus lengkap acara adatnya," kata bapak dan ibu calon pengantin.

"Oke, kalau begitu pilihan kita adalah ditunda atau acara adatnya disederhanakan," kata peserta yang lain.

"Tidak apa-apa disederhanakan, tapi jangan ditunda lagi. Inikan sudah dua kali ditunda," kata Kedua orang tua calon pengantin.

Baca juga :Gegara Ini, 98 Persen Persiapan Menikah Hampir Gagal, Nggak Jadi Nikah

"Baik, kalau begitu kita rencanakan saja tanggalnya dan bagaimana format dan jumlah orang jika bisa di gedung kecil atau gedung serba guna. Kalau belum ada gedung, dimana kita lakukan?" tanyaku kepada mereka.

"Kita lakukan di rumah ini saja. Yang penting acara adatnya berjalan. Bukan hanya pernikahan di gereja," kata mereka seakan tak mau mundur selangkahpun.

"Bagaimana kita membatasi jumlah undangan kalau di rumah?" kata salah satu anggota keluarga.

"Kami siap diatur," kata mereka.

"Begini saja ya. Karena orangtua  calon pengantin ini ingin dilaksanakan acara adatnya walau sederhana sekalipun, itulah kita ikuti. Acara adat yang besar dan kecilpun tetap sah, sama saja, yang penting kita sepakat keluarga dan nanti kita akan bicarakan dengan orangtua calon pengantin perempuan. Bisa kita sepakati nanti," Aku mencoba menengahi dan  merumuskan hasil pertemuan.

"Ok setuju," kata tuan rumah. Yang lain pun setuju. Akhirnya dirembukkan kapan berangkat ke rumah orang tua calon pengantin perempuan untuk patua hata dan marhusip.

(Patua hata dan marhusip adalah acara sebelum pernikahan untuk menyampaikan niat melamar antar orang tua dan bisik-bisik bagaimana tata cara dan pelaksanaan pesta adat, serta dimana dan siapa tuan rumah pesta serta semua tetek benget acaranya).

Semua rencana dilaksanakan dan pertemuan dengan pihak keluarga calon pengantin perempuan berjalan dengan baik.

"Aek godang, aek lau, dos ni roha sibaen na saut," kata pihak keluarga calon pengantin perempuan.

(Aek godang aek laut, dos ni roha sibahen na saut artinya, kesepakatan kitalah yang membuat jadi acaranya).

Baca juga : Apa Saja Kesiapan Menikah? Yuk Simak Ulasan Berikut Ini!

Pandemi Covid-19 telah memberikan kesulitan pelaksanaan acara adat pesta perkawinan. 

Namun keluarga kami juga bisa menemukan solusi dengan keluarga calon pengantin perempuan dalam kesepakatan untuk melaksanakan acara adatnya dengan sederhana dan hanya sedikit orang. Biasanya kalau di gedung bisa dihadiri 500-1000 orang, kini hanya diikuti 40 orang dari kedua belah pihak. Ternyata bisa juga.

Terasa ada yang kurang, kurang ramai, namun semua anasir dan elemen adatnya bisa dijalankan. Dan sahlah mereka sebagai pengantin, dan lunas juga utang adatnya.

Tak ada lagi beban pengantin kelak untuk membayar adatnya kepada keluarga perempuan sebagai hula-hulanya. Ternyata acara yang sederhana ini seru juga mengelolanya.

Selamat berbahagia.

Terima kasih dan salam.
Aldentua Siringoringo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun