Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

KIARA, Anies, dan Isu Agama dalam Reklamasi Ancol

12 Juli 2020   22:16 Diperbarui: 13 Juli 2020   04:59 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) melalui Sekretaris Jenderal Susan Herawati mengatakan bahwa Ada Isu Agama Dimainkan Anies Dalam Proyek Reklamasi Ancol.

"Ada isu agama yang dimainkan Anies dalam proyek Reklamasi Ancol. Hal ini dilakukan untuk membungkam kritik dan protes masyarakat. Pengalaman di Pantai Losari masjid yang dibangun ditengah-tengah pulau reklamasi gagal total. Masjid itu tak jadi apa-apa sekarang. Adalah berbahaya jika agama dijadikan alat legitimasi untuk proyek reklamasi. (detik.com, Minggu,12  Juli 2020)

Selain itu Susan menegaskan, secara legal Kepgub 237 tahun 2020 tidak memiliki payung hukum. Bahkan jika dilihat dari perspektif hukum pesisir dan laut yang merujuk kepada UU no 27 tahun 2007 juncto UU no 1 tahun 2014, proyek ini tidak sesuai dengan UU yang sangat detail mengatur ruang, pesisir, laut dan pulau-pulau kecil ini, ucapnya sebagaimana dikutip detik.com.

Soal klaim proyek tersebut dapat mencegah banjir, KIARA meragukannya. "Jakarta bisa bebas banjir bukan dengan proyek reklamasi, tetapi dengan menyetop pembangunan gedung-gedung tinggi yang mengekstraksi air tanah ini. Ini kecacatan ketiga," katanya menambahkan.

Ada beberapa catatan kita dari apa yang disampaikan Sekjen KIARA tersebut diatas.

Pertama, sangat berbahaya jika isu agama dimainkan oleh Anies Baswedan dalam proyek reklamasi Ancol tersebut. Dengan mengatakan akan dibangun Museum dan masjid di atas lahan 3 ha dari 120 ha, seakan dibuat tameng untuk membungkam protes dari masyarakat, khususnya nelayan. Apakah polarisasi agama dan politik masih harus dilakukan untuk membangun proyek reklamasi Ancol ini? Ini sangat berbahaya juga dan perlu dipeertimbangkan oleh Anies Baswedan.

Kedua, Pergub 237 tahun 2020 tidak memiliki payung hukum atau dasar hukum. Sebab jika merujuk terhadap UU no 27 tahun 2007 dan UU no 1 tahun 2014 yang mengatur detail tentang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, maka pergub itu dianggap bertentangan dengan UU tersebut. Jika bertentangan, maka Pergub 237 tahun 2020 tersebut dianggap batal demi hukum atau bisa dibatalkan.

Dengan dua catatan diatas, selayaknya Gubernur Anies Baswedan untuk mempertimbangkan apa yang disampaikan KIARA tersebut diatas. Pengabaian terhadap aspirasi nelayan dan masyarakat lainnya bisa mengundang reaksi dan kontra, bahkan gugatan hukum bagi mereka yang tidak puas terhadap kebijakan proyek reklamasi Ancol tersebut.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang selalu mendengar aspirasi rakyatnya, bukan yang menutup telinga terhadap suara rakyatnya. Menggunakan isu agama dalam proyek reklamasi Ancol bukan saja tidak bijak, tetapi berbahaya. Hal ini bisa menimbulkan pro kontra tak berujung.

Harapan kita Gubernur Anies Baswedan mendengar kritik dari DPRD dan juga mendengar aspirasi dan jeritan para nelayan dan para warga dari Jawara demi kebaikan bersama dan demi menjaga wibawa pemimpin di mata masyarakat yang dipimpinnya. Semoga.

Terima kasih dan salam.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun