Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pengaruh Dekrit Presiden 5 Juli 1959 terhadap Status UUD 1945

5 Juli 2020   13:38 Diperbarui: 5 Juli 2020   13:50 1971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengaruh Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Terhadap Status UUD 1945.

Dirgahayu 61 tahun Dekret Presiden 5 Djuli 1959 - 5 Juli 2020 pukul 17.00.

Ada dua pendapat para ahli terhadap status dan legalitas Dekrit Presiden 5 juli 1959. Pendapat pertama menyatakan bahwa cara yang ditempuh Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit tidak konstitusional karena tidak ada diatur dalam konstitusi seperti itu.

Pendapat kedua menyatakan Dekrit Presiden sah diambil dengan pertimbangan keadaan negara dalam bahaya, staatswoodrecht atau hukum darurat negara. Jadi Presiden sebagai kepala negara berhak dan berwenang mengambil keputusan untuk menyelamatkan negara.

Latar belakang.

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, kita belum memiliki Konstitusi. Setelah besoknya pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), barulah kita memiliki Konstitusi.

Perkembangan ketatanegaraan kita masih belum stabil. Belanda masih ingin kembali menguasai Indonesia setelah Jepang menyerah ke Sekutu. Peristiwa 10 Nopember 1945 yang kita kenang sebagai Hari Pahlawan memberikan bukti atas ketidakrelaan Belanda melepaskan Indonesia. Ingin kembali menguasai Indonesia.

Perjanjian Linggarjati 1947 menjadi langgar janji, perjanjian Renville 1948 di atas kapal KM Renville belum bisa menuntaskan masalah Indonesia Belanda tersebut.

Konprensi Meja Bundar yang diakhiri dengan Pengakuan Kedaulatan Indonesia dan sahlah Indonesia menjadi negara yang berdaulat. Tanggal 27 Desember 1949 menjadi tonggak baru sejarah ketatanegaraan kita sebagai bangsa yang berdaulat.

Seiring dengan itulah diberlakukan UUD Republik Indonesia Serikat 1949 atau Konstitusi RIS 1949. Indonesia berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat sesuai tuntutan dari daerah yang ingin merdeka dan  menjadi negara yang berdiri sendiri. Negara Serikat menjadi konsep jalan tengah mengakomodir keinginan daerah tersebut. Tetapi tetap menjadi sebuah negara dari Sabang sampai Merauke.

Berlakunya KRIS 1949  tidak berlangsung lama. Pada tahun 1950 diberlakukanlah UUDS 1950. Negara serikat ternyata sangat membahayakan kesatuan wilayah Indonesia. UUD 1950 mencoba mengarahkan Indonesia kepada demokrasi liberal. Ternyata pemberontakan dari daerah juga tak kunjung padam. Ditambah lagi peristiwa 17 Oktober 1952 tentang aksi tentara di istana yang cukup menghebohkan itu.

Dibawah ketentuan UUDS 1950, diselenggarakanlah Pemilu 1955. Pemilu pertama sejak kemerdekaan, yang sampai saat ini masih dianggap sebagai Pemilu paling demokratis di Indonesia. Tentu saja ini bisa diperdebatkan.

Berdasarkan hasil Pemilu 1955 dibentuklah Badan Konstituante yang bertugas untuk mempersiapkan UUD  baru yang akan diberlakuakn untuk menjadi Konstitusi di Indonesia. Sidang pertama 10 Nopember 1956 dan dilanjutkan sampai tahun 1958, Badan Konstituante belum berhasil merumuskan apa yang menjadi UUD yang berlaku di Indonesia.

Pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante yang isinya menganjurkan kembali ke UUD 1945. Pada tanggal 30 Mei 1959 Konstituante mengadakan pemungutan suara. Hasilnya 269 setuju, 199 tidak setuju, namun yang hadir tidak memenuhi kuorum. Pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959 kembali diadakan pemungutan suara dan tidak memenuhi kuorum. Pada tanggal 3 Juni 1959 Konstituante memasuki masa reses. Dan ternyata reses itu berkepanjangan dan tak berhenti sampai dibubarkan pada tanggal 5 Juli 1959.

Kondisi pemberontakan di daerah telah mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. Pemberontakan PRRI/Permesta dan berbagai pemberontakan di daerah lain terus berlangsung.  Ketidakjelasan Konstitusi telah menimbulkan masalah prinsip dalam kehidupan ketatanegaraan bangsa. Presiden dituntut harus mengambil keputusan demi menyelamatkan negara dari status yang tidak menentu itu. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikeluarkan untuk menjawab tantangan masalah bangsa tersebut.

Dekrit Presiden.

Dekrit Presiden berisikan tiga hal. Pertama membubarkan Konstituante. Kedua kembali memberlakukan UUD 1945. Ketiga, mebentuk MPRS yang terdiri dari Anggota DPR dan utusan daerah serta golongan. Dan akan segera membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Sebelum dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, KSAD Letjen A.H.Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu) mengeluarkan peraturan no.Prt/Peperpu/040/1959 yang berisi larangan melakukan kegiatan-kegiatan politik.

Pada tanggal 16 Juni 1959 Ketua Umum PNI Suwirjo mengirimkan surat ke presiden agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan Konstituante. Pengaruh tentara dan PNI terhadap Presiden Soekarno pada waktu cukup kuat sehingga lahirlah Dekrit tersebut.

Setelah keluar Dekrit Presiden, diikuti dengan dukungan dari DPR berdasarkan Sidang tanggal 22 Juli 1959. Lalu ada dukunagn berupa pendapat hukum dari Ketua Mahkamah Agung RI (MARI) Profesor Wirjono Prodjodikoro dan diikuti dengan Keputusan Presiden no 150 tahun 1959 tentang kembali ke UUD 1945.

Status Dekrit Presiden dan UUD1945.

Kita kembali ke catatan awal dalam tulisan ini, ada dua pendapat ahli tentang status dan legalitas Dekrit presiden. Seandainya kita sependapat dengan pendapat pertama yang menyatakan bahwa dekrit presiden ini tidak konstitusional, maka kehidupan ketatanegaraan kita sejak 5 Juli 1959 sampai sekarang yang memberlakukan UUD 1945 dianggap tidak konstitusional.

Oleh karena itulah, yang dianut dan diikuti adalah pendapat kedua yang menyatakan bahwa ini demi kepentingan negara yang dalam keadaan bahaya. Dengan demikian, posisi Dekrit Presiden adalah sah.

Dekrit Presiden dianggap sebagai sumber tertib hukum di negara kita. Dekrit Presiden telah menjadi landasan berlakunya kembali UUD 1945 dan status UUD 1945 kembali menjadi Konstitusi negara menggantikan UUDS 1950. Itulah yang  menjadikan perjalanan bangsa  Indonesia menjalani kehidupan ketatanegaraannya diatas UUD 1945.

Pengaruh status dari Dekrit Presiden terhadap status UUD 1945 cukup jelas. Dengan legalitas dekrit presiden yang sah membuat posisi UUD 1945 berlaku kembali secara sah dan memiliki legalitas sejak 5 Juli 1959 tersebut. UUD 1945 menjadi  sumber tertib hukum dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan kita dan menjadikannya sebagai landasan konstitusionil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Dalam setiap konstitusi selalu membuka peluang dan ruang untuk mengatur bagaimana kalau negara dalam keadaan bahaya atau dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana diatur dalam pasal 22 UUD 1945. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan berhak mengeluarkan PERPPU atau dekrit demi menyelamatkan negara dari bahaya. Staaswoodrecht atau hukum negara dalam bahaya menjadi sebuah dasar mengambil keputusan seperti Dekrit presiden 5 Juli 1959 tersebut.

Tulisan ini disampaikan sebagai pengingat sejarah perjalanan bangsa ini dalam pergumulannya berkonstitusi agar dapat kita pelajari untuk tidak terlalu mudah terpengaruh atas pemikiran, gerakan untuk mengganti Pancasila dan UUD 1945 dengan asas yang lain. Negara kesatuan yang ada di UUD 1945 tidak digantikan dengan negara agama atau khilafah. Biarlah Indonesia seperti apa yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945. Indonesia yang berbhineka tunggal ika, berbeda tetapi tetap satu juga. Jayalah Indonesiaku.

Selamat merayakan 61 tahun Dekret Presiden 5 Djuli 1959.

Terima kasih dan salam.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun