Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sang Kader Banteng Mulai Beraksi karena Bendera Partainya Dibakar

27 Juni 2020   05:30 Diperbarui: 27 Juni 2020   05:52 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat Pagi Indonesia.

Sang Kader Banteng Mulai Beraksi, Karena Bendera Partainya Dibakar.

   "Selamat pagi kek," kata Sang Cucu sambil mengantar kopi Sang kakek.

   "Selamat pagi juga. Terima kasih kopinya," kata Sang Kakek.

   "Sedang mengikuti berita apa kek?" Tanya Sang Cucu.

   "Ini para kader Partai Banteng mulai beraksi ke Kantor Polres untuk menuntut pembakar bendera partainya," kata Sang Kakek.

   "Kenapa harus beraksi? Selama ini kan tidak ada lagi yang demo selain para pendemo RUU HIP ini. Dulu tentang Ahok, sekarang RUU HIP. Mereka seakan menjadi raja demo dan tak ada yang menandingi. Apa kader partai Banteng ini bisa mengimbangi jumlah mereka yang katanya ada tujuh juta?" kata Sang Cucu.

   "Kamu jangan anggap remeh dengan kader banteng ini. Dulu saja, ketika rezim Orde Baru menyiksa mereka sampai kejadian penyerangan kantor mereka pada tanggal 27 Juli 1996, mereka ini sangat kuat. Untuk menyusun kekuatan, setiap RT dan kampung-kampung mereka mendirikan Posko Gotong Royong. Mereka menyusun kekuatan melawan rezim yang otoriter. Sampai tumbang rezim Orde Baru, kampanye 1999, mereka mampu memerahkan Jakarta dan sebagian besar wilayah Indonesia," kata Sang Kakek.

   "Itu kan dulu, buktinya sekarang arena jalanan dan demo kan bukan milik mereka lagi, sudah dikuasai PA 212 dan gengnya," kata Sang Cucu seakan menyindir.

   "Jangan salah. Anggota dan pemilih fanatik partai ini besar sekali. Ada sekitar 30 juta. Persentase perolehan suara mereka bisa menunjukkan itu. Cuma setelah menang pemilu dan partai yang berkuasa, kadernya banyak diam dan tidur keenakan, mungkin menikmati kekuasaan itu. Jadi ada pembiaran terhadap penguasa jalanan ini," kata Sang Kakek.

   "Jadi kenapa tiba-tiba beraksi lagi? Kan Sekjen PPP sudah bilang ke mereka untuk memaafkan pembakar benderanya. Pimpinan PA 212 sudah mengingatkan, jangan lebay soal pembakaran bendera itu," kata Sang Cucu.

   "Jika PA 212 selama ini demo dan tidak ada hubungannya dengan mereka, ya mereka diam saja. Namun karena demo ini juga membakar benderanya, mereka tidak mau diam. Bendera adalah lambang dan simbol partai. Ketum Partai sudah memberikan perintah harisan. 'Rapatkan barisan, kedepankan proses hukum,' itu sudah menjadi tanda bahaya dan lonceng membangunkan kader," kata Sang Kakek.

   "Memang masih ampuh perintah harian dari Ketumnya?" tanya Sang Cucu.

   "Jelas itu. Makanya semua pendemo yang menganggap dirinya paling jagoan sekarang perlu hati-hati. Kalau sudah kader banteng ini dikomando dan mengamuk, maka alamat peta jalanan dan raja demo akan seru. Pihak kepolisian harus berhati-hati dan cepat tanggap untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan," kata Sang Kakek.

   "Pihak keamanan kan tinggal menjalankan tugasnya. Kalau ada yang melanggar hukum ya tangkap," kata Sang Cucu.

   "Pendemo menolak RUU HIP itu sudah melanggar hukum. Demo di masa PSBB melanggar pasal 212 dan 214 KUHP, hukumannya bisa tujuh tahun. Kenapa dibiarkan? Membakar bendera lagi, kenapa dibiarkan? Tangkap mereka dan penanggung jawab demonya. Pasal yang dilanggar tentang PSBB dan pembakaran bendera partai. Tegakkan hukum. Kapolda Metro Jaya dan Gubernur DKI harus bertindak. Itu baru benar menegakkan hukum," kata Sang Kakek.

   "Lucu juga kalau mereka ini dituntut ya kek. PA 212 dituntut pasal 212 KUHP," kata Sang Cucu.

   "Itu kebetulan saja. Kalau dalam hal itu hukum tidak ditegakkan. Walaupun  perintah Ketum mengedepankan proses hukum, para kader ini juga bisa mengamuk, kalau proses hukum tidak berjalan," kata Sang Kakek.

   "Humas panitia demo bilang tidak ada agenda membakar bendera partai, makanya dibilang jangan lebay," kata Sang Cucu.

   "Faktanya ada pembakaran bendera partai dalam demo tersebut. Maka pelaku pembakaran dan penanggung jawab demo harus bertanggung jawab secara hukum. Mereka harus segera dipanggil dan diperiksa," kata Sang Kakek.

   "Apa berani polisi memanggil mereka, nanti kantor polisi didemo lagi, kan susah polisinya," kata Sang Cucu.

   "Tugas mereka menegakkan hukum, bukan takut. Kalau tidak ditegakkan, kader banteng yang akan mengamuk, tinggal pilih saja. Kenapa kelompok preman saja bisa ditangkap dalam waktu singkat, para pendemo kenapa dibiarkan?" kata Sang Kakek.  

   "Dilematis juga bagi polisai ini kek. Kalau pembakar diperiksa dan ditindak, PA 212 akan marah. Jika dibiarkan, kader banteng yang marah. Bagaimana jadinya?" kata Sang Cucu.

   "Tidak ada dilema. Hanya satu, tegakkan hukum bagi pelanggar hukum. Tidak ada urusan marah atau demo. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Tangan mencencang, bahu memikul. Jangan pandang bulu. Semua sama di hadapan hukum," kata Sang Kakek.

   "Jadi pembakar bendera dan pendemo serta penanggungjawabnya harus ditangkap?" tanya Sang Cucu.

   "Betul, demi hukum dan keadilan seperti itu. Polisi sekarang diuji nyalinya. Jangan hanya pengunggah guyonan Gus Dur berani menjemput pelaku. Sekarang pembakar bendera dan pendemo di masa PSBB harus juga dijemput. Ayo tegakkan hukum tanpa rasa takut," kata Sang Kakek.

   "Setuju! Ayo dukung polisi untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu," kata Sang Cucu.

Demo tolak RUU HIP, kenapa harus membakar bendera partai? Kader banteng beraksi, tolong hati-hati. Jika mereka marah, bisa kalang kabut polisi. Sebelum itu terjadi, tegakkan hukum. Tangkap pembakar bendera partai dan penanggung jawab demo, jangan ada pilih kasih dalam penegakan hukum. Jangan hanya berani menjemput pengunggah guyonan Gus Dur, itu aja kok repot, gumam Sang Kakek.

Terima kasih dan salam.

Aldentua Siringoringo.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun