Jeruk makan jeruk? Bagaimana mungkin, namun itu sebuah realita
Jeruk lawan jeruk, itu soal biasa, emangnya ada apa?
Jeruk berair dan manis, itu kesukaan kita
Tapi jeruk berair asam, bagaikan rasa cuka, tak apa.
Jeruk siram jeruk, dengan air keras, wajah dan mata bagaikan remuk
Saat subuh bermegah, saat manusia masih mengantuk
Pelaku lari, Â hilang tak sempat kepalanya diketuk
Hanya umpat caci dan mengutuk
Apa pasal, apa asal muasal, air keras terjerat
Oh, sesama jeruk ada tuduhan khianat, tak saling hormat,
"Siap Perintah Komandan", tak lagi mengikat
Walau jenderal tetap dibabat dan disikat
Kini jeruk versus jeruk singgah di depan hakim
Penuntut bilang  tak sengaja menyiram
Dunia medsos tak henti bergemuruh
Bagaikan hukum dan keadilan segera runtuh
Jeruk lawan jeruk, kenapa negeri ini menjadi gaduh
Presidenpun dituntut turun dan disuruh
Jaksa dan hakim palsu di luar pengadilan  sungguh menuduh
Tuduhan  pelecehan hukum dan keadilan amat riuh
Wahai para jeruk, tak bisakah lagi engkau berdamai
Bersama menjaga wibawa korpsmu demi negeri
Semua hidupmu ditanggung negeri ini
Dimana tanggung jawabmu mengabdi padamu negeri
Wahai para jeruk, dimana sumpah setiamu untuk negeri?
Kenapa kini kau mendukakan bangsa dan negeri?
Kenapa sesamamu tak selesaikan di kebun jerukmu sendiri?
"Siap Perintah Komandan, lalu semua jeruk rujuk dan mengintegrasikan diri.
VGI, 16 Juni 2020. Aldentua Siringoringo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H