"Maksudnya kita harus percaya walaupun tidak kita lihat?" tanya Sang Cucu.
"Ya," jawab Sang Kakek.
"Ini yang sulit kek. Orang zaman sekarang, yang sudah dilihat mata sendiri saja, bisa tidak percaya, apalagi yang tidak dilihat," kata Sang Cucu.
"Tapi iman dan ilmiah bisa juga disandingkan untuk meyakinkan orang. Misalnya virus corona ini. Apakah kita percaya ada virus corona, sementara mata kita tidak bisa melihatnya? Diujilah di laboratorium, dengan alat yang ilmiah bisa dibuktikan bahwa virus corona itu ada. Sangat kecil, tapi bisa dilihat dengan mikroskop laboratorium," kata Sang Kakek.
"Benar itu kek," sambut Sang Cucu.
"Tidak semua bisa seperti itu. Misalnya angin. Apakah kita bisa melihat angin? Tidak bisa. Namun perasaan kita bisa mengatakan ada angin. Angin menerpa muka dan kulit kita, ada angin bertiup. Masih tidak percaya? Angin kencang dan puting beliung menghancurkan bangunan dan menumbangkan pohon. Kita melihat anginnya? Tidak. Tapi akibat dari angin bertiup kencang, ada kerusakan bangunan dan pohon," jelas Sang Kakek.
"Wah, mantap juga artikelnya ya kek," kata Sang Cucu.
"Itu pentingnya kita membaca buku, artikel dan mengikuti berita supaya pengetahuan kita bertambah terus," kata Sang Kakek.
"Apa pesan dari artikel itu tentang bulan purnama itu kek?" tanya Sang Cucu.
"Sederhana. Jika engkau pengagum bulan purnama, syukurilah ketika bulan purnama datang. Ketika kau tidak melihat bulan purnama, jangan kecewa. Karena bulan purnama sedang dinikmati orang lain di belahan dunia lain. Itulah keadilan Sang Pencipta untuk membagi kesempatan menikmati bulan purnama sekali sebulan," jelas Sang Kakek.
"Untuk menikmati bulan purnama pun perlu bergiliran dan antri ya kek? Apalagi masuk angkutan dan pasar ya" tanya Sang Cucu.