Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sang Ibu dan Hikmat Bijaksana Salomo

14 Juni 2020   08:18 Diperbarui: 14 Juni 2020   08:45 3840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat Pagi Indonesia.

Sang Ibu Dan Hikmat Bijaksana Salomo.

Sang Kakek mendapatkan giliran bercerita dalam acara jalan pagi. Dia sudah menyiapkan cerita untuk cucunya.

"Dalam zaman kepemimpinan Raja Salomo yang terkenal memiliki hikmat bijaksana, adalah sebuah kejadian. Dua orang ibu berperkara tentang anak. Ada satu orang ibu, anaknya meninggal, seorang ibu lagi anaknya masih hidup. Kedua orang ibu tadi bertengkar dan mengklaim bahwa anaknyalah yang hidup itu. Itu ditukar, kata mereka saling mengklaim.

Lalu Raja Salomo memanggil kedua ibu tersebut dan meminta anak yang masih hidup itu. Lalu Sang Raja Salomo bersabda : "Karena kalian berdua mengatakan ini anak kalian, dan saya tidak tahu siapa yang benar. Supaya adil begini saja. Saya akan memotong anak ini menjadi dua, dan kalian dapat setengah.

Seorang ibu mengatakan: "Baik yang mulia, kau potong dua saja, biar adil."

Seorang ibu yang satu lagi datang bersembah sujud kepada Raja Salomo dan berkata : "Tuanku Raja, jangan bunuh anak itu, berikanlah kepada dia, aku mengalah, asal anak itu bisa hidup."

Sang Raja Salomo yang hikmat dan bijaksana memutuskan bahwa ibu yang memohon supaya jangan dilakukan pemotongan anak itulah ibu anak itu dan yang berhak atas anak itu. Sang Raja Salomo menyerahkan anak itu kepadanya," demikian cerita Sang Kakek.

"Wah seru ceritanya kek. Bijak sekali rajanya ya," kata Sang Cucu.

"Memang Raja Salomo ini sangat terkenal hikmat dan bijaksananya. Dan hikmat bijaksananya ini datang dari Tuhan. Ketika Tuhan bertanya kepadanya, apa yang ingin dimintanya, maka dia meminta hikmat bijaksana untuk bisa menimbang dan memutuskan mana yang benar dan mana yang salah," kata Sang Kakek.

"Kalau semua raja dan hakim sekarang seperti bijak beliau, adil dunia ini ya kek," timpal Sang Cucu.

"Tapi yang tak kalah hebat dari cerita itu adalah ibu yang bersujud dan memohon itu. Seorang ibu yang tidak merelakan kehilangan nyawa anaknya, walau dia harus kehilangan anaknya," kata Sang Kakek.

"Apa maksudnya kek?" tanya Sang Cucu.

"Jika anak itu dipotong dua, berarti anak itu akan mati. Dia tidak rela anaknya mati. Lebih baik diberikan kepada ibu  lawannya berperkara itu, asal anaknya tetap hidup. Pengorbanannya kehilangan anaknya, diserahkan kepada lawannya berperkara, asal anaknya hidup," kata Sang Kakek.

"Besar kasihnya kepada anaknya ya kek," kata Sang Cucu.

"Makanya disebut kasih ibu sepanjang jalan tak berujung. Demi anaknya apapun dikorbankannya, termasuk kehilangan anaknya," kata Sang Kakek.

"Tetapi sekarang ini ada juga ibu yang tega membunuh anaknya kek," kata Sang Cucu.

"Anak yang membunuh ibunya juga ada. Ayah yang membunuh anaknya juga ada. Makanya dunia sekarang sudah rumit. Makanya kita harus bisa memelihara hubungan yang baik, saling mengasihi dalam keluarga. Jangan saling membunuh, tapi harus saling mengasihi. Orang tua harus mengasihi anaknya. Demikian sebaliknya. Seperti kasih ibu tadi terhadap anaknya," kata Sang Kakek.

"Apa motivasi kakek menceritakan ini?" selidik Sang Cucu.

"Cerita tentang kasih ibu terhadap anak, rasa hormat anak kepada orang tua, membangun keluarga yang bahagia harus kita kumandangkan dalam zaman sekarang ini. Semakin banyak keluarga berantakan dan rusak, karena para anggota keluarga tidak lagi paham dan melakukan sesuai perannya," kata Sang Kakek.

"Zaman sudah berbeda kek. Ayah ibu harus kerja mencari sesuap nasi. Anak ditinggal sama pembantu. Ini sudah zaman milenial, tidak kolonial lagi," kata Sang Cucu.

"Zaman boleh berubah, tapi harkat dan martabat manusia seharusnya tidak berubah. Ayah tetap ayah, ibu tetap ibu, anak tetap anak. Harus menjalankan tugas dan fungsi masing-masing. Walaupun ibu bekerja, sebagai wanita karir, tetapi tanggung jawab terhadap anak tidak boleh diabaikan," kata Sang Kakek.

"Kakek tetap kakek, harus sayang sama cucu," goda Sang Cucu.

"Ok, jadi mari membangun keluarga yang baik dan bahagia. Ayah dan ibu yang bekerja harus membagi waktu dan perhatiannya kepada anaknya. Jangan setelah kehilangan anaknya baru sadar dan sudah terlambat. Anak itu titipan Tuhan," kata Sang Kakek.

"Seperti tetangga kita yang anaknya korban narkoba yang meninggal itu ya kek. Ayah ibunya jarang di rumah, akhirnya anaknya jatuh ke narkoba," kata Sang Cucu.

"Betul. Jangan sampai terjadi dulu baru menyesal. Kita tirulah ibu tadi. Rela berkorban hilang anaknya pun asal anaknya bisa hidup. Pengorbanan dan kasih ibu terhadap anak  yang masih hidup harus dijalankan  dengan baik," kata Sang Kakek.

Keluarga adalah harta yang paling berharga, ayah ibu bekerja dan berkarir, ok. Tanggung jawab, harkat tidak boleh ditinggalkan, jaga keseimbangannya, anak itu titipan Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan,  gumam Sang Kakek.

Terima kasih dan salam.

Aldentua Siringoringo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun