Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Hamba Pengutang yang Tak Tahu Diri

7 Juni 2020   09:25 Diperbarui: 7 Juni 2020   09:21 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semangat Pagi Indonesia.

Sang Hamba Pengutang Yang Tak Tahu Diri.

Sang Kakek dapat giliran bercerita dalam acara jalan pagi ini. Lalu dia sudah mempersiapkan bahan ceritanya kepada Sang Cucu di pagi yang cerah ini. Dia memulai ceritanya.

"Di satu negeri adalah orang yang berutang banyak kepada seorang raja. Raja memanggil orang yang berutang sepuluh ribu dinar tersebut dan menghadap raja. Karena orang itu tidak mampu membayar hutangnya, maka raja memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk membayar hutangnya.

Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.

Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya : Bayar hutangmu!

Maka sujudlah kawannya itu kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskan hutangnya.

Melihat hal itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih, lalu menyampaikan hal tersebut kepada raja. Raja memanggil hamba itu dan berkata kepadanya : Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku mengasihani engkau?

Maka marahlah raja itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan hutangnya. Begitu ceritanya," kata Sang Kakek mengakhiri cerita.

"Wah itu hamba yang jahat mau menang sendiri itu. Hutangnya sepuluh ribu dihapuskan raja, kok piutangnya seratus dinar dari temannya sesama hamba , malah dipenjarakannya," komentar Sang Cucu.

"Makanya, kalau kita menerima kebaikan yang banyak, kita juga harus menanamkan kebaikan juga kepada yang lain," kata Sang Kakek.

"Pantas dia dihukum para algojo-algojo itu kek," kata Sang Cucu.

"Kalau kita berhasil memohon pengampunan dan keringanan atas utang kita, maka kitapun harus mengampuni orang yang berutang kepada kita," kata Sang Kakek.

"Bagus juga cerita kakek ini tentang pengampunan ini ya. Jadi kalau  kita menerima pengampunan dan pembebasan hutang, maka kita juga harus melakukan pengampunan kepada orang lain," kata Sang Cucu.

"Kita harus memetik nilai pengampunan dari cerita ini. Bahkan seharusnya, kita harus lebih dulu mengampuni, baru kita mohon pengampunan. Seperti Doa Bapa Kami itu. Ampunilah dosa kami, seperti kami mengampuni orang yang berdosa kepada kami. Jadi kita harus duluan mengampuni," kata Sang Kakek.

"Berarti hamba tadi terbalik ya. Dia sudah diampuni raja, dia malah tidak mau mengampuni temannya hamba yang lain," kata Sang Cucu.

"Itulah hamba yang tak tahu diri. Sudah mendapat pengampunan, tapi tidak mau mengampuni sesama hamba. Akhirnya dia dihukum oleh algojo-algojo itu atas perintah raja," kata Sang Kakek.

"Ini cocok dengan keadaan sekarang ya kek. Pemerintah kan mengatakan supaya ada keringanan pembayaran hutang selama setahun karena pandemi corona ini. Tapi banyak perusahaan leasing masih menarik mobil kredit yang macet pembayarannya. Mereka tidak mau patuh ke pemerintah," kata Sang Cucu.

"Itu sama seperti hamba itu, mereka harus dihukum itu. Biar jera. Pemerintah memberi kelonggaran ke Bank untuk bisa melonggarkan pembayaran kredit. Perusahaan leasing itu juga kan menggunakan pinjaman dari bank. Kalau bank memberi kelonggaran kepada perusahaan leasing, maka perusahaan leasing juga harus memberi kelonggaran pembayaran kepada nasabahnya. Jangan mau menang sendiri," kata Sang kakek.

"Wah, sepertinya kasus perusahaan leasing ini seperti cerita hamba yang tak tahu diri itu ya kek?" tanya Sang Cucu.

"Ya. Kurang lebih begitu. Makanya kita semua harus mampu melakukan kebaikan dan pengampunan dengan sesama, agar hidup kita bisa tenteram dan baik," kata Sang Kakek.

"Saling mengampuni dan berlomba berbuat baik. Jangan hanya tahu meminta pengampunan, tetapi tidak mau mengampuni. Begitu ya kek?" tanya Sang Cucu.

"Betul. Seratus untuk Sang Cucu," kata Sang Kakek.

Kalau kita memohon pengampunan, diampuni, kita juga harus mengampuni orang yang bersalah kepada kita, gumam Sang Kakek.

Terima kasih, salam dan doa.

Aldentua Siringoringo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun