Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sang Pejuang Lingkungan, Mbah Sadiman

6 Juni 2020   09:04 Diperbarui: 6 Juni 2020   09:06 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat Pagi Indonesia.

Sang Pejuang Lingkungan 'Mbah Sadiman'.

Sang Kakek dan Sang Cucu berjalan santai di pagi hari. Langit seakan mendung, tapi semangat mereka tetap cerah. Kini giliran Sang Cucu yang bercerita sambil jalan. Sang Cucu menceritakan pejuang lingkungan ini karena memperingati Hari Lingkungan 5 Juni.

 "Ada kisah tentang seorang pejuang lingkungan di lereng Gunung Lawu, namanya Mbah Sadiman. Mulai tahun 1996 dia menanam beringin dan pohon lainnya di hutan. Kenapa dia tanami hutan itu, karena hutan itu terbakar. BUMN kehutanan hanya menanami pohon pinus.

Hutannya gundul dan air sedikit. Dia berhasil menanam sebelas ribu tanaman hutan, empat ribu pohon beringin. Dia bekerja sendiri. Usahanya pembibitan cengkeh dan jati di rumahnya. Dia rela mengganti dua bibit cengkeh untuk memperoleh satu bibit beringin.

Orang menuduhnya gila, edan, karena menukarkan cengkeh yang produktif dengan beringin yang tak menghasilkan. Semula banyak orang mencibir dan menganggapnya aneh. Tapi dia terus berjuang.  Dia mengatakan, "Hanya sebuah mimpi sederhana. Kulihat alam berseri untuk anak dan cucu."

Dia berhasil menanam di areal hutan seluas 250 hektar di Bukit Gendol dan Bukit Ampyang di lereng Gunung Lawu Kecamatan Mulokerto, Kabupaten Wonogiri. Pagi dan sore dia pergi ke hutan dengan berjalan kaki membawa bibit beringin. Dia merawat dan mengawasinya. Tanaman pohon yang lain ada yang menebangnya. Pohon beringin lebih aman.

Dan kini hasil perjuangannya luar biasa. Ada 21 dusun yang airnya dialirkan dari pipa sampai ke rumah sekitar 500 kepala keluarga. Hutan rindang dan berseri, mata air banyak bermunculan di hutan dan sungai mengalir tiada henti," begitu ceritanya kek, kata Sang Cucu

   "Luar biasa mbah Sadiman ini ya. Dan datamu lengkap ya. Lokasi, kapan mulai menanam, apa yang ditanam dan apa hasilnya," kata Sang Kakek.

   "Harus begitu kek. Jangan seperti kalian kaum kolonial, terkadang berdebat kusir tanpa data dan fakta, he..heh, maaf kek, jangan tersinggung ya," kata Sang Cucu.

   "Tidak apa-apa, setiap zaman ada perbedaannya. Tapi kenapa lebih banyak beringin ditanamnya?" tanya Sang Kakek.

   "Pohon beringin kalau sudah tumbuh akan memiliki akar yang kuat menahan erosi. Dan dia membuat sumber mata air. Jadi ada di satu tempat mata air sangat kecil. Begitu ditanam tiga pohon beringin di sekitarnya, mata airnya menjadi besar dan tidak pernah kering, walaupun musim kemarau," kata Sang Cucu.

   "Apalagi kehebatan pohon beringin lain kata mbah itu?" tanya Sang Kakek.

   "Nah, ada lagi yang menarik alasannya. Selain menghasilkan mata air dan mencegah erosi, pohon beringin aman dari penebangan penduduk. Untuk apa pohon beringin? Kurang berguna. Hanya daunnya untuk ternak. Dan menurut penduduk pohon beringin itu ada penunggunya, jadi mereka takut menebangnya," kata Sang Cucu.

   "Itu betul. Di kampung kitapun tak ada yang berani menebang pohon beringin. Ada penunggunya. Kalau menebang pohon beringin harus ada upacaranya dipimpin dukun besar," timpal Sang Kakek.

   "Berarti cocok ilmu mbah itu dengan kakek ya," goda Sang Cucu.

   "Sesama mbah dan kakek samalah ilmunya. Cuma beda tempat," kata Sang Kakek.

   "Dan yang menarik dari beliau adalah sikapnya yang tidak mau menyerah walaupun penduduk ada yang mencibir dan mengejeknya, bahkan menuduhnya edan, gila dan tidak waras," kata Sang Cucu.

    "Memang tindakannya kan melawan arus berpikir normal orang. Umumnya orang melakukan sesuatu hanya untuk kepentingan dirinya. Ini kan terbalik," kata Sang Kakek.

   "Padahal dia bukan orang kaya, tapi petani miskin. Tapi dia bilang dia tidak punya harta. Tapi orang miskin yang tak punya harta membantu orang kaya. Karena di 21 dusun itu juga ada orang kaya yang mempunyai sawah dan ladang yang luas. Dan hasil perjuangan mbah Sadiman ini yang mengairi sawahnya dan memberikan air minum sampai ke rumah orang kaya itu," kata Sang Cucu.

   "Begitu ya, keren," kata Sang Kakek.

   "Orang kaya biarpun mempunyai banyak uang, tapi kalau air tidak ada yang dibelinya, haus, dan akan mati juga kan. Jadi sumbangsih mbah Sadiman ini terhadap lingkungan dan negeri ini sangat besar," kata Sang Cucu.

   "Betul, itu patut kita hargai," sambut kakek.

   "Dia bukan ahli lingkungan. Bukan doktor atau master, dia hanya sampai kelas satu STM dulu. Tapi dia visioner, memandang jauh ke depan, demi anak dan cucunya. Coba kita bandingkan dengan pengusaha kaya, terdidik tapi merusak hutan, membabat hutan, membakar hutan agar dia bisa membuka perkebunan sawit. Semua itu untuk memupuk kekayaannya dan perusahaannya. Terbalik dengan mbah Sadiman," kata Sang Cucu.

   "Wah analisismu makin canggih ya. Jadi mbah itu dengan pengusaha hutan terbalik ya," kata Sang Kakek.

   "Ya. Dan ironinya, BUMN kehutanan kalah sama satu orang mbah. BUMN itu hanya menanam pohon pinus. Tetap gersang. Mbah Sadiman  menanam tanaman lain dan beringin. Hijau dan sumber air mengalir. Sumber air untuk kehidupan masyarakat banyak tersedia. Jadi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus belajar kearifan lokal dari mbah Sadiman ini," kata Sang Cucu.

   "Nanti kita sampaikan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ya," sambung Sang Kakek.

   "Yang paling membanggakan bagi kami para cucu adalah visi dan mimpi sederhana mbah Sadiman itu kek. 'Kulihat alam berseri untuk anak dan cucu'. Itu yang harus dipahami semua orang masa kini. Dunia dan lingkungan ini bukan warisan kalian, tetapi pinjaman kalian dari anak dan cucu," kata Sang Cucu.

   "Pinjaman dari anak dan cucu? Apa maksudnya?"  kata Sang Kakek.

   "Ketika para kakek dan bapak menganggap bahwa dunia dan lingkungan hidup serta hutan ini milik kalian dan akan kalian wariskan kepada anak dan cucu, maka karena ini kalian anggap milik sendiri, ya suka-suka mengelola dan merusaknya. Kalau ini adalah pinjaman kalian dari anak dan cucu, maka kalian harus menjaga dan merawatnya untuk dikembalikan dalam keadaan baik. Kalau kalian mengembalikan pinjaman ini tidak baik, maka anak dan cucu akan menuntut kepada bapak dan kakeknya," kata Sang Cucu menjelaskan.

   "Wah hebat teorimu ya," kata Sang Kakek.

   "Makanya para pengusaha kehutanan, BUMN kehutanan dan semua pemangku kepentingan kehutanan harus meniru visi dan mimpi sederhana mbah Sadiman ini. Ciptakanlah hutan dan alam berseri untuk anak dan cucu," kata Sang Cucu.

   "Setuju!" pekik Sang Kakek.

Hutan, alam ternyata hanyalah pinjaman dari anak dan cucu, biarlah hutan berseri dan lestari untuk anak dan cucu seperti mimpi sederhana mbah Sadiman, gumam Sang kakek. Selamat Hari Lingkungan.

Sekian dulu. Terima kasih, salam dan doa.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun