"Pohon beringin kalau sudah tumbuh akan memiliki akar yang kuat menahan erosi. Dan dia membuat sumber mata air. Jadi ada di satu tempat mata air sangat kecil. Begitu ditanam tiga pohon beringin di sekitarnya, mata airnya menjadi besar dan tidak pernah kering, walaupun musim kemarau," kata Sang Cucu.
  "Apalagi kehebatan pohon beringin lain kata mbah itu?" tanya Sang Kakek.
  "Nah, ada lagi yang menarik alasannya. Selain menghasilkan mata air dan mencegah erosi, pohon beringin aman dari penebangan penduduk. Untuk apa pohon beringin? Kurang berguna. Hanya daunnya untuk ternak. Dan menurut penduduk pohon beringin itu ada penunggunya, jadi mereka takut menebangnya," kata Sang Cucu.
  "Itu betul. Di kampung kitapun tak ada yang berani menebang pohon beringin. Ada penunggunya. Kalau menebang pohon beringin harus ada upacaranya dipimpin dukun besar," timpal Sang Kakek.
  "Berarti cocok ilmu mbah itu dengan kakek ya," goda Sang Cucu.
  "Sesama mbah dan kakek samalah ilmunya. Cuma beda tempat," kata Sang Kakek.
  "Dan yang menarik dari beliau adalah sikapnya yang tidak mau menyerah walaupun penduduk ada yang mencibir dan mengejeknya, bahkan menuduhnya edan, gila dan tidak waras," kata Sang Cucu.
  "Memang tindakannya kan melawan arus berpikir normal orang. Umumnya orang melakukan sesuatu hanya untuk kepentingan dirinya. Ini kan terbalik," kata Sang Kakek.
  "Padahal dia bukan orang kaya, tapi petani miskin. Tapi dia bilang dia tidak punya harta. Tapi orang miskin yang tak punya harta membantu orang kaya. Karena di 21 dusun itu juga ada orang kaya yang mempunyai sawah dan ladang yang luas. Dan hasil perjuangan mbah Sadiman ini yang mengairi sawahnya dan memberikan air minum sampai ke rumah orang kaya itu," kata Sang Cucu.
  "Begitu ya, keren," kata Sang Kakek.
  "Orang kaya biarpun mempunyai banyak uang, tapi kalau air tidak ada yang dibelinya, haus, dan akan mati juga kan. Jadi sumbangsih mbah Sadiman ini terhadap lingkungan dan negeri ini sangat besar," kata Sang Cucu.