Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sang Kakek Berlebaran ke Rumah Sang Besan

3 Juni 2020   09:28 Diperbarui: 3 Juni 2020   09:19 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang Kakek mengajak dan pergi bersama semua anak, menantunya dan cucunya ke rumah besannya, mertua dari anaknya. Ini sudah menjadi acara dan agenda tahunan bagi mereka. Bersilaturahmi. Mereka membawa makanan dan kue yang lengkap dengan buahnya.

Sang besan menyambutnya dengan gembira sebagaimana setiap tahunnya. Mereka makan dan minum lalu bercengkerama dalam suasana kekeluargaan yang baik. Tanpa merasa berbeda, padahal mereka berbeda suku dan agama. Besannya adalah suku Jawa dan isterinya Palembang. Tamunya orang Medan.

   "Kami sekeluarga datang berlebaran untuk menyampaikan mohon maaf lahir dan batin," kata kakek memulai acara ramah tamahnya. "Kami minta waktu biar satu persatu bicara mulai dari cucu dan anak kita untuk," sambung Sang Kakek.

   "Silahkan," kata Sang Besan.

Satu persatu mulai dari cucu, menantu dan anak mengucapkan selamat lebaran kepada mertua, ayah , kakek dan nenek mereka sesuai posisi masing-masing.

   "Kami sudah menyampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri satu persatu, mohonlah berkenan memaafkan segala kesalahan dan kekurangan kami terhadap besan di waktu yang lalu. Semoga tahun ini kita mendapat berkat dan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalaupun kami hanya datang tidak membawa apa-apa, sekedar  makanan ala kadarnya, mohonlah dimengerti  dan diterima apa adanya," kata kakek mengakhiri ucapan lebarannya.

   "Kami sangat berterima kasih atas kunjungannya ini. Setiap lebaran tiba, acara kunjungan kalian sekeluarga ini menjadi sesuatu yang sangat kami nantikan. Selalu istimewa. Bagaimana Kakek membawa seluruh keluarga lengkap dengan anaknya yang kakak beradik berlebaran ke sini. Kita berbeda agama dan suku, tapi  kita saudara yang sangat dekat tanpa perbedaan," kata Sang Besan.

   "Kewajiban kami untuk selalu menghormati keluarga dari isteri atau menantu perempuan pak, dalam adat kita disebut hulahula," kata kakek.

   "Itulah yang saya kagumi dari keluarga kakek. Puteri saya ada tiga. Dua lagi kawin dengan keluarga yang satu suku dan seiman. Berlebaran yang datang hanya puteri, menantu dan cucu. Kalau kalian semua satu keluarga besar datang. Bukan hanya puteri, menantu dan cucuku saja, tapi semua keturunan kakek, anaknya bersaudara yang ada di sini," kata sang besan.

   "Dalam pemahaman adat kita pak, perkawinan itu bukan perkawinan antara dua orang saja, tetapi perkawinan dua keluarga dan dua marga. Kita menjadi keluarga besar. Kedatangan kami berlebaran ini ingin menunjukkan hal tersebut. Bahwa perkawinan dua keluarga besar itu harus terlihat dari hubungan keluarga kita yang baik dalam kehidupan nyata sehari-hari. Makanya yang datang ke sini kami sebagai keluarga besar, bukan hanya puteri, menantu dan cucu besan sendirian," kata kakek menjelaskan.

   "Itu juga yang selalu saya nasehatkan ke anak, puteri dan menantu yang lain. Saya mencontohkan keluarga kalian yang selalu datang bersilaturahmi setiap lebaran. Jauh-jauh datang dari kampung hanya untuk berlebaran ke rumah kami. Ini sebuah penghormatan besar kepada keluarga kami. Makanya saya minta mereka semua ikut datang menyambut kehadiran keluarga kakek ini,"  kata Sang Besan.

   "Hubungan keluarga yang baik harus kita tunjukkan kepada anak dan cucu kita pak. Beda suku dan agama tidak boleh menjadi penghalang persaudaraan dan kekeluargaan  kita. Tidak bisa kita pungkiri, puteri bapak telah menjadi menantu saya, anak saya telah menjadi menantu bapak. Kita sudah terikat sebagai keluarga. Maka sebagai keluarga, kita harus saling mengasihi dan saling tolong menolong, serta saling berkunjung seperti ini tanpa melihat perbedaan suku dan agama itu," kata Sang  Kakek.

   "Betul sekali kek. Memang kita para orang tua yang tinggal menunggu panggilan ilahi ini harus menunjukkan bagaimana kita bisa hidup bersama dengan baik sebagai saudara dan keluarga, walau kita berbeda suku dan agama. Mudah-mudahan anak dan cucu kita ini bisa mempertahankannya kelak kepada generasi berikutnya," kata Sang Besan.

   "Padahal kalau kita ingat dulu betapa sulitnya kita sepakat untuk perkawinan dari kedua anak kita ini pak," kata kakek sedikit mengungkit nostalgia ketika anak mereka mau nikah dengan beda suku dan  agama yang sangat menegangkan.

   "Ya, memang dulu berat yah. Tapi ketika waktu itu puteri saya meminta restu kepada saya untuk pindah agama ikut suaminya, saya sangat berat, apalagi ibunya. Namun sebagai seorang ayah dan juga prajurit, saya menghormati pilihannya. Dan sekarang kami rasakan kebaikan dari keluarga kalian,  menjadi sebuah kehormatan besar bagi kami memiliki besan seperti kakek," kata Sang Besan.

   "Kami juga bangga dengan segala kebaikan keluarga ini mau melepaskan puterinya untuk ikut ke keluarga kami dan mengikuti suaminya. Dan puteri bapak ini sangat membanggakan di keluarga kami. Bukan karena disini menantu saya, maka saya puji, bukan. Tetapi kenyataannya, puteri bapak menjadi seorang ibu di tengah keluarga kami. Perannya dalam keluarga dan bahkan dalam acara adat kami juga, dia sangat aktif. Padahal berasal dari suku lain, tapi sungguh paham dan mau belajar tentang tata cara adat kami. Inilah yang membuat kami bangga dengan keluarga bapak," kata kakek.

   "Memang itulah hidup kita di negara ini. Perbedaan adalah berkah. Ternyata indahnya perbedaan kalau bisa kita anggap sebagai berkah dari Tuhan. Janganlah membuat perbedaan suku dan agama membuat persaudaraan dan keluarga menjadi jauh, tapi seharusnya tetap dekat dan hubungan baik terjaga seperti kunjungan ini," kata Sang Besan.

   "Setuju pak. Kita harus tetap memelihara kekeluargaan dan persaudaraan kita, walaupun berbeda suku dan agama kita. Biarlah keturunan kita menjadi keluarga Indonesia yang setia Pancasila dengan perbedaan yang tetap memelihara hubungan keluarga dan persaudaraan. Terima kasih penyambutannya, kalau boleh minta izin, kami mau pamit dulu," kata Sang Kakek permisi.

   "Baik, terima kasih atas kunjungannya,' kata Sang Besan sambil mereka bersalaman dan pulang.

Oh indahnya bersaudara dan berkeluarga, walaupun beda suku dan agama, hubungan baik selalu terjaga. Perbedaan adalah berkah dari Tuhan, selayaknya kita syukuri, bukan sesali. Keluargaku, keluarga Indonesia, keluarga Pancasila, gumam Sang Kakek.

Sekian dulu. Terima kasih, salam dan doa.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun