"Tidak bisa kek. Kami bertiga sudah sepakat, tidak boleh ada yang masuk sampai peraturan dicabut," jawab cucu.
"Kakek berjanji akan membicarakannya dengan ayah dan ibumu," pinta kakek lagi.
"Kakek bicarakan saja dengan ayah dan ibu. Kalau dicabut, kami keluar. Kalau tidak dicabut, kami akan mogok makan terus sampai peraturan dicabut," jawab cucu.
"Jangan begitulah, semua bisa kita bicarakan dan mencari jalan keluarnya," kata kakek.
"Jalan keluarnya hanya satu. Cabut peraturan itu, mohon mengerti kek," jawab cucu.
"Kenapa begitu keras sikap kalian soal peraturan itu?" tanya kakek.
"Ini pelanggaran hak asasi anak kek. Ini menyangkut hajat hidup anak yang sudah bosan di rumah. Bagaimana kami mau tinggal dan hidup di rumah tanpa gawai? Ada saja gawai kami bisa bosan, apalagi dilarang penggunaan gawai hari Senin sampai Jumat. Bagaimana kami menjalani hidup?" kata cucu.
"Ya, kakek mengertilah. Tapi maksud ibumu mungkin demi kebaikan kalian. Jangan terlalu banyak main dengan gawaimu," jelas kakek.
"Ini tidak adil kek. Kenapa kami dilarang lama-lama main gawai? Sementara ayah dan mama bermain gawai juga sampai larut malam?" gugat cucu.
"Mereka kan kerja dari rumah menggunakan gawai, jadi itu bagian dari pekerjaan mereka," kata kakek.
"Kami juga kek, bermain gawai itu sekarang menjadi pekerjaan kami setelah sekolah dari rumah. Pakai gawai juga," bela cucu.