Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Mantan Menteri Menjadi Pakar Panci dan Fotografi?

27 Mei 2020   06:54 Diperbarui: 27 Mei 2020   06:49 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang Kakek sedang membaca koran, ketika sang cucu datang menghampiri dan membawa kopinya.

   "Selamat pagi kek. Ini kopinya, biar mantap baca korannya," kata cucu membuka pembicaraan.

   "Terima kasih," kata kakek sambil menerima kopinya.

   "Ini kek, ada berita yang lagi hangat nih di Twitter. Seorang mantan menteri mengomentari video ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri dari presiden," kata cucu.

   "Itu kan biasa, apa salahnya mengomentarinya?" tanya kakek.

   "Ini bukan soal salah dan tidak salah kek. Dia bukannya membalas ucapan itu dengan balasan selamat hari raya dan mengucapkan mohon maaf lahir dan batin, tapi yang lain pula dibahasnya," kata cucu.

   "Apa yang dibahasnya?" tanya kakek.

   "Tentang panci yang ada di belakang pak presiden dan ibu negara," kata cucu.

   "Apa yang salah dengan panci itu?" tanya kakek.

   "Makanya, sangat tidak berhubungan. Habis panci dibahasnya lagi pencahayaan bahwa video ini dibuat siang hari, jadi makanan yang ada di meja hanyalah aksesori, karena presiden baru merayakan lebaran hari ini. Artinya video itu diambil siang hari ketika masih puasa," kata cucu menjelaskan.

   "Oh, jadi dia berpendapat bahwa video ini diambil pada waktu yang salah. Ada makanan, padahal masih puasa?" tanya kakek.

   "Kira-kira begitulah. Dia menjelaskan fotografi dan pencahayaan pengambilan video itu seakan dia ahli fotografi  dengan penjelasan secara ilmiah," kata cucu.

   "Dia bukan ahli panci dan fotografi?" tanya kakek.

   "Bukan kek. Menurut penelitian saya dari jejak rekam digitalnya, sebelum menjadi menteri, dia adalah ahli Telematika. Terkenal dulu dia, asal ada yang kurang jelas dari kasus telematika, apakah soal suara atau apapun menyangkut itu, dialah narasumber handalnya," jelas cucu.

   "Mungkin masih berhubungan keahlian itu," kata kakek.

   "Apa hubungan panci dengan Telematika. Ada-ada saja kakek," kata cucu menggerutu.

   "Kalau tidak ada hubungannya, ya dihubung-hubungkanlah," kata kakek lagi.

   "Kalau menghubung-hubungkan bisa saja. Tapi dia kan bilang di komentarnya bahwa kita kan berharap presiden itu perfect, sempurna," kata cucu.

   "Memang presiden ketika dia menteri itu sempurna?" tanya kakek.

   "Mana ada manusia yang sempurna kek. Mau menteri atau presiden, tidak ada yang sempurna. Hanya Tuhan yang sempurna. Jadi pernyataannya ini sungguh di luar akal sehat," kata cucu.

   "Zaman begini sudah sulit kita harapkan ada akal sehat. Apalagi para mantan penguasa dulu. Ketika mereka berkuasa tidak berbuat sebaik mungkin. Sepuluh tahun berkuasa. Sekarang ribut dan seakan penasehat terbaik," kata kakek.

   "Memanglah. Kebanyakan orang sekarang merasa benar sendiri dan pemerintah selalu salah. Padahal mereka tidak bisa menunjukkan yang benar," kata cucu.

   "Tapi jangan-jangan, mantan menteri ini sudah tidak laku lagi sebagai ahli Telematika, jadi ingin beralih menjadi ahli panci dan fotografi," kata kakek.

   "Bisa jadi kek. Jadi cara promosi dan publikasi keahlian di bidang panci dan fotografi ini dilakukan dengan membahas video selamat hari rayanya bapak presiden," kata cucu.

   "Kalau mau promosi begitu, pilihlah cara baik-baik," kata kakek.

   "Kalau baik-baik tidak dianggaplah kek. Ini dengan cara seperti ini kan banyak yang komentar dan menanggapi cuitan. Cuitan tentang panci dan fotografi ini menjadi terkenal kek," kata cucu.

   "Tapi begini ya cucu. Kita harus banyak maklumlah kepada para mantan ini.  Bisa dihinggapi penyakit post power syndrome, ini penyakit keren para mantan. Mereka ini masih merasa berkuasa, padahal tak berkuasa lagi. Ingin memerintah, padahal bukan pemerintah lagi. Dulu partainya partai penguasa, sekarang tidak berkuasa lagi. Dulu terbiasa menerima hadiah dan entah apalah menjelang lebaran, sekarang tidak lagi. Ya dimuntahkanlah kekecewaannya dengan komentar tentang panci dan fotografi. Itu bisa saja," kata kakek.

   "Makanya kalau sudah mantan, berperilakulah sebagai mantan. Coba kek, kalau ada mantan pacar berperilaku sebagai pacar, padahal mantan pacarnya sudah milik orang lain, masalah nggak?" tanya cucu.

   "Ya masalahlah, itu bisa berakhir bunuh membunuh, apalagi mantan pacar sudah milik orang lain," kata kakek.

   "Jadi kekuasaan itu pun begitu kek. Kalau mantan penguasa, jangan lagi menganggap dia masih penguasa. Mantan presiden bukan presiden lagi. Sudah ada orang lain yang menjadi presiden. Jangan menganggap masih presiden. Demikian juga mantan menteri, jangan menganggap dirinya masih menteri, dia bukan menteri lagi. Sudah ada orang lain yang menjadi menteri," kata cucu.

   "Itulah masalahnya, sang mantan bawa perasaan atau baper, ya begini jadinya. Panci dan cahaya fotografi pun dipersoalkan. Ini tanda-tanda kurang pekerjaan ini. Mulai mencari gegara untuk mencari perhatian," kata kakek.

   "Kalau begitu kita umumkanlah sang mantan menteri ini menjadi Pakar Panci dan Fotografi ya kek. Saya akan buat pengumuman iklan untuk mempromosikan beliau ini sebagai berikut:

     Selamat tinggal jabatan mantan menteri dan ahli telematika,

     Selamat datang gelar baru Pakar Panci dan Fotografi,

     Jika anda mempunyai masalah dengan panci, pencahayaan dan fotografi

     Hubungi kami, Para Mantan. No WA saya inbox ya. Tks.

Begitulah kira-kira pengumuman saya ya kek. Kita dukunglah peralihan keahliannya," kata cucu.

"Setuju. Itu usaha yang baik mendukung para mantan untuk bisa berkiprah lagi," kata kakek.

"Mantap," kata cucu semangat lalu dia pergi berlalu.

Aduh bangsaku, ucapan selamat hari raya presiden, yang dibahas panci dan cahaya fotografi. Weleh-weleh. Para mantan ini kenapa tidak bermaaf-maafan di hari raya ini, saling membantu membahas pandemi, bukan membahas panci dan fotografi, gumam kakek. Sekian dulu.

Terima kasih. Salam dan doa.

Aldentua Siringoringo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun