"Tahun ini nggak usah dululah acara lebaran kita ya. Kalau ada waktu setelah  pandemi ini sudah berkurang, kita segera berkumpul," kata abang saya.
  "Lalu bagaimana dengan anak---anak dan cucu?"
  "Mereka protes juga sih. Wah nggak dapat amplop hadiah lomba pidato tahun ini," kata mereka.
  "Terserah abang saja, bagaimana baiknya," jawabku.
  "Para cucu yang paling protes acara ini tidak ada," sambung abangku lagi.
  "Begini saja bang, kalau kita para orang tua bisa maklum, tapi anak-anak ini yang sulit kita beritahu. Kita buat saja lomba pidatonya melalui WA. Jadi setiap anak merekam pidato di HP dan mengirimkankannya ke kami. Nanti kita nilai siapa yang paling baik seperti kita bertemu, kita berikan hadiahnya. Jadi lomba pidatonya tetap berjalan dan hadiah tetap ada," kataku.
  "Wah bagus itu. Diatur sajalah," kata abangku bersemangat.
  "Memang pandemi ini membuat kita susah. Kita harus menyiasatinya," kataku lagi.
Jadilah lebaran tahun ini hanya pidato ucapan selamat hari raya dan mengucapkan permohonan maaf lahir dan batin melalui WA. Yah memang berjalan komunikasi melalui WA dan HP, tapi ternyata berbeda hasilnya. Rindu berkumpul dan silaturahi itu menggelora.
Semoga pandemi ini bisa segera berakhir, tahun depan acara lebaran dan acara silaturahmi tidak terganggu lagi. Ternyata berkumpul keluarga itu penting dan dirindukan. Ketika acara berkumpul tidak ada, rasa kangen seakan membuncah, apalagi anak-anak dan cucu abangku yang berharap menjadi juara lomba pidato lebaran.
Seperti garam ya, kalau dia ada, tak terasa, namun kalau tidak ada hambar rasanya. Demikianlah lebaran tahun ini. Tidak ada acara ngumpul, hambar rasanya. Apalagi karena kita sudah terbiasa berkumpul setiap tahun.