Pasal 32 (2) : bahwa wawancara terhadap narapidana hanya dapat dilakukan jika berkaitan dengan pembinaan narapidana.
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dikutip diatas jelas dilanggar oleh napi Siti Fadilah. Karena dia melanggar aturan yang berlaku bagi napi, khususnya napi asimilasi, maka otomatis dia dimasukkan lagi ke Rutan. Kebebasan yang diberikan telah disalahgunakan dan melanggar peraturan yang berlaku di Lapas dan Rutan.
Jika memang sangat penting wawancara dan pemikirannya disampaikan, kenapa tidak meminta izin dari Ditjen Pas dan didampingi petugas? Takut tidak diberikan izin? Masih berbeda. Namun kejadian ini seperti main kucing-kucingan dengan petugas, lalu terjadilah wawancara tersebut. Disebarluaskan, lalu?
Seandainya kesalahan ini tidak ditindak? Tuduhan akan dialamatkan ke Ditjen Pas Kemenkumham. Pejabat kita diskriminatif. Mentang-mentang napi itu mantan menteri boleh melanggar aturan, tapi coba kalau yang lain melakukan, pasti ditindak. Ketika ditindak, datang tuduhan. Ini pembunuhan. Ini tindakan yang tidak menggunakan pikiran jernih.
Jadi para politisi seharusnya memahami dulu aturan dan peraturan yang berlaku bagi napi, dan apakah ada pelanggaran yang dilakukan napi? Atau pejabatnya sewenang-wenang. Dalam hal ini napi Siti Fadilah menyalahi aturan, lalu dia dimasukkan kembali ke Rutan Pondok Pambu.
Bagaimana dengan Bahar bin Smith?
Mirip saja. Sebagai napi asimilasi dengan segala syarat dan ketentuannya melakukan pelanggaran juga. Berceramah provokatif. Menyampaikan ujaran kebencian kepada pemerintah. Berkumpul dengan banyak orang. Intinya melanggar aturan tentang napi asimilasi yang diberikan kepadanya.
Ketika mau dimasukkan lagi ke rutan, masih sempat minta merokok sebatang, namun akhirnya dimasukkan ke Lapas. Para pendukungnya mendatangi Lapas Gunung Sindur. Berkerumun dan melanggar ketentuan PSBB. Dengan pertimbangan keamanan dan mencegah kerumunan yang melanggar PSBB, akhirnya dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Kemudian pengacara dan pendukungnya meminta pembebasan Bahar bin Smith. Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon juga memberikan komentar.
Apa yang bisa kita renungkan dan sebagai bahan refleksi kita dari kasus kedua napi diatas?
Pertama, negara kita adalah negara hukum. Segala sesuatu harus diatur dengan hukum, termasuk hak dan kewajiban para narapidana atau napi.
Kedua, semua napi harus tunduk terhadap aturan hukum yang berlaku di lingkungan Ditjen Pas Kemenkumham. Setiap pelanggaran ada sanksi yang harus diterima. Kepatuhan kepada peraturan dan perilaku baik napi itu selalu diberi hadiah berupa remisi atau pengurangan hukuman. Bisa mendapatkan asimilasi atau pembebasan bersyarat.