Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Peserta BPJS yang Sok Gengsi Kena Batunya

24 Mei 2020   23:32 Diperbarui: 24 Mei 2020   23:45 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Ah pusing ah diskusi sama kamu anak kecil. Kepintaran kamu. Perasaan Direksi BPJS aja kamu," kata ibu itu menggerutu.

"Saya bukan direksi BPJS bu. Saya hanya rakyat yang menghargai pemerintahnya yang memikirkan kepentingan kesehatan masyarakatnya melalui BPJS. Bukan yang meributi. Kita harus dukung program kesehatan nasional ini dengan gotong royong. Yang sehat mendukung yang sakit. Inikan seperti arisan bu. Satu untuk semua dan semua untuk satu. Dan kalau mampu membayar, bayarlah. Apalagi kalau kita bisa membayar iuran BPJS tanpa menggunakannya. Kita sehat terus. Biarlah yang sakit saja yang menikmati. Jangan pula ada yang pusing saja sedikit, berobat hah, mumpung lagi gratis. Jangan begitu ya bu," kata cucu.

"Kamu menyebalkan deh, anak kecil nasehati orang tua. Itu kualat, tahu," kata ibu itu.

"Maaf bu, bukan untuk menasehati. Saya hanya menjelaskan apa arti tanggung jawab kita sebagai warga negara yang harus mendukung program BPJS. Nggak usah lihat pemerintahnya. Lihat program BPJSnya. Kalau ada baiknya dan bermanfaat, ikut jadi pesertanya, bayar iurannya, gitu aja kok repot-repot sih," kata cucu meniru gaya alm Gus Dur.

"Pusing. Pulang dulu ah. Ceramahmu tak ada habisnya," kata ibu itu seakan kesal dan pergi berlalu. Dia merasa kena batunya.

Setelah ibu itu pergi, cucu berucap.

"Susah ya kek, peserta yang satu ini. Sudah menikmati manfaat BPJS, tapi yang didengar para komentator BPJS. Seharusnya mereka yang sudah menerima manfaat berterima kasih ke negara yang sudah memikirkan kesehatan warganya secara nasional. Kenapa nggak disuruh saja para komentator itu membayar biaya rumah sakit ibu itu jika sakit, jangan minta ke BPJS ya," kata cucu.

"Itulah sulitnya mengelola negara dengan penduduk besar tapi pola pikirnya ngawur," kata kakek.

"Sudah miskin, jelek, tak pernah masuk TV, turun kelas gengsi, maunya gratis. Mau PBI, dibayarin klaimnya, diminta mengurus surat miskin merusak harga diri. Pusing ah mikirin peserta BPJS yang sok gengsi seperti ini," kata cucu.

"Sudahlah, biarkan sajalah seperti itu. Dia mau ikut, silahkan, tidak mau bayar, silahkan, terserah mereka saja memilih," kata kakek.

Oh betapa susahnya rakyatku ini, diurus negara mengeluh, dulu nggak diurus negara, tanggung sendiri biaya kesehatannya tak masalah, diurusin, eh masalah. Mau gratis, disuruh buat surat miskin, gengsi, weleh, weleh, batin kakek dalam hati. Sekian dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun