"Lho, kamu tadi yang ngomong turun kelas. Itu menyangkut gengsi dan harga diri, tahu?" kata ibu lagi lebih ketus.
"Ok kalau begitu, saya balik bertanya. Apakah dengan gengsi dan harga diri itu ibu bisa membayar sendiri biaya berobat ibu tanpa BPJS?" tanya cucu
"Ya nggaklah. Kalau tidak BPJS ya bayar pakai uang sendirilah," jawab ibu itu.
"Sekarang iuran naik, ibu tidak sanggup bayar kelas dua. Disuruh turun ke kelas tiga, ada gengsi dan harga diri yang terganggu. Ibu maunya apa sih?" tanya cucu dengan mimik seirus.
"Maunya iuran gratis, tapi setiap kita sakit ya dibayarin BPJS," jawab ibu itu.
"Oh begitu bu. Itu juga bisa bu di BPJS. Ibu pergi ke kantor kelurahan, ibu urus surat keterangan miskin, maka ibu akan diikutkan di BPJS sebagai kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI)," kata cucu.
"Wah, ini lebih kurang ajar lagi omonganmu nak. Turun ke kelas tiga saja, aku ogah, kok malah kau suruh menjadi PBI alias gratis. Makin hancurlah gengsi dan harga diriku. Apa nanti kata orang kelurahan kepada saya dan keluarga," kata ibu itu seakan sedih.
"Maaf bu, tadi ibu mengatakan ingin iuran gratis, tapi kalau sakit dibayarin BPJS. Ya itu ada prosedurnya. Jadi sebenarnya bu, BPJS ini sangat berguna bagi lapisan masyarakat bawah. Ada 90,3 juta peserta PBI di BPJS. Dengan peraturan baru Perpres tahun 2020 ini, jumlah yang disubsidi meningkat menjadi hampir 130 juta. Bayangkan bu, setengah penduduk Indonesia disubsidi pemerintah melalui BPJS, " kata cucu.
"Ah itu kan kamu yang bilang, buktinya banyak ahli dan tokoh politik mengecam kenaikan iuran BPJS ini," kata ibu.
"Ibu mendengar kata orang atau apa yang ibu rasakan sebagai peserta BPJS. Waktu suami ibu sakit, sudah dibayarin BPJS kan?" tanya cucu.
"Ya sih," kata ibu itu seperti malu.