Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kenapa Kemenpora Enggan Berpolemik dengan Taufik Hidayat Soal "Tikus"?

13 Mei 2020   12:57 Diperbarui: 13 Mei 2020   14:29 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.thejakartapost.com

Taufik Hidayat, mantan pebulutangkis kita melontarkan sebuah ujaran yang membahana dan mencengangkan tentang banyaknya tikus di Kemenpora. Kemenpora enggan berpolemik dengan Taufik Hidayat, demikian menurut Sekretaris Menpora Gatot S Dewa Broto. (detik.com 12 Mei 2020). Bukan itu saja, Taufik juga ikut bersaksi di sidang Kasus mantan Menpora di Pengadilan Tipikor bahwa dia menyerahkan uang satu miliar melalui seseorang untuk terdakwa mantan menteri.

Bukan itu saja. Taufik Hidayat juga membeberkan cara ASN bisa korupsi hingga 1,5 miliar dengan mendapat komisi dari biaya pelatnas di satu hotel selama sebulan.(Kompas.com, 13/05/2020)

Taufik Hidayat yang pernah menjabat Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak PRIMA) periode 2016-2017 mengaku kapok bekerja di Kemenpora karena ingin belajar.

 "Asli sih gue kapok. Maksudnya tadinya memang Cuma belajar mertua gue di pemerintah. Kadang ada pikiran siapa selain bokap yang nerusin iru akhirnya gue coba yang di organisasi olah raga kan, di bulutangkis akhirnya masuk pemerintah. Ternyata waduh nggak sejalan ini. Kiamat," ujarnya.

Ada lagi pernyataannya yang lain. "Kemenpora banyak 'tikus' dan harus dirombak total. Kalau dibilang kasarnya sih gua cuma berpikir siapapun menterinya akan sama aja. Itu harus setengah gedung dibongkar. Tikusnya banyak, banyak banget," kata Taufik.

Lalu jawaban Kemenpora melalui Sekretaaris Menpora Gatot S Dewa Broto, memberikan respon sebagai berikut:

Pertama : "Enggan, ini bulan puasa, kita nggak ingin berpolemik."

Kedua     : "Kemenpora tidak akan terganggu oleh pernyataan Taufik Hidayat."

Ketiga     : "Kita lihat saja perkembangannya. Kami tidak ingin berpolemik."

Dari pernyataan Taufik Hidayat yang bisa dikatakan bombastis ini, apakah memang ini hanya kiasan belaka. Perkataan banyak 'tikus', 'banyak banget' membuat sebuah gambaran seperti apa ya keadaannya. Kalau harus setengah gedung dibongkar untuk memberantas tikusnya? Wah berat sekali.

Lalu ada lagi yang perlu disimak, bagaimana gambarannya yang ingin belajar, lalu masuk ke pemerintah dan organisasi olah raga, lalu diakhiri dengan kata, "ternyata nggak sejalan ini, kiamat," ujarnya.

Apakah sudah sedemikian parah sehingga harus mengeluarkan kata 'kiamat'? Kalau sudah sedemikian parah, kenapa jawaban Kemenpora hanya dengan enggan berpolemik dengan Taufik Hidayat? Nah, ini bisa saja membuat asumsi berbagai macam. Apakah apa yang disampaikan Taufik Hidayat terlalu menikam tepat sasaran sehingga tidak akan ada gunanya untuk menjawab dan berpolemik. Atau ini sudah disidangkan kasusnya dengan terdakwa langsung mantan menterinya. Lalu apalagi yang dijawab. Apakah menyidangkan pimpinan tertinggi kementerian belum cukup?

Namun apa yang disampaikan Taufik tentang banyaknya tikus dan bahkan banyak banget dan setengah gedung harus dibongkar menunjukkan indikasi bahwa dengan menyidangkan pimpinan tertinggi kementerian ternyata tidaklah cukup. Mungkin kasus yang disidangkan adalah puncak gunung esnya, sementara di tengah dan di bawah gunung esnya masih banyak yang harus diangkat sebagai korupsi seperti korupsi biaya pelatnas di hotel tadi.

Namun bisa saja dijawab nyeleneh, memang ada kementerian atau lembaga negara yang menyelenggarakan kegiatan di hotel tidak melakukan seperti itu? Nah kalau begini sama dengan melebarkan masalah seakan ini adalah bentuk korupsi berjemaah dan biasa dilakukan oleh lembaga-lembaga negara. Untuk tidak meluasnya bahasan, kita kembalikan ke masalah pernyataan Taufik Hidayat dan kasus di Kemenpora saja.

Terkadang, kasus korupsi sulit diungkap dan diberantas, karena tidak ada saksi yang mau berani menyampaikan fakta yang terjadi. Semua diam, tidak ada yang mau membuka suara. Kenapa? Banyak pengalaman orang yang tidak terlibat korupsi menyuarakan korupsi yang terjadi, dilawan bersama-sama para koruptor dan jaringannya, yang terjadi kemudian adalah seorang yang menyuarakan korupsi malah menjadi terpidana. Apakah menjadi pelaku kasus pencemaran nama baik atau bahkan terjadi penjebakan gaya batman, sang maling teriak maling, yang akhirnya yang bukan maling menjadi maling, yang asli maling menjadi orang baik seakan bukan maling.

Lalu apa yang bisa kita peroleh dari pengakuan dan pernyataan Taufik Hidayat yang sangat tajam bagaikan smesh bulutangkis yang tak bisa dikembalikan ini?

Sesungguhnya, jika penegak hukum kita yang berada di Kepolisian, Kejaksaan dan KPK sensitif dan ingin membongkar kasus tikus dan pembuat kiamat olah raga itu, pernyataan ini bisa dibuat sebagai pintu masuk menyelidiki kasus tersebut. Sudah layak dilakukan penyelidikan yang cermat dengan nara sumber informasi dari pernyataan ini. Hal ini perlu didalami dalam proses penyelidikan.

Jika sudah cukup bahan menjadi bukti permulaan, maka penyelidikan bisa ditingkatkan menjadi penyidikan yang akan melahirkan tersangka baru. Ini memang mungkin terjadi, jika para penegak hukum kita ingin memberantas korupsi secara tuntas di Kemenpora yang akan mempengaruhi terhadap kemajuan olah raga di tanah air. Kenapa ini penting? Begitu terseok-seoknya pembinaan olah raga kita karena alasan klasik, kekurangan dana pembinaan, sementara kita dengar bagaimana korupsi atas dana pembinaan olah raga itu berjalan dengan baik dan menguntungkan segelintir orang.

Aliran dana yang dikorupsi oleh banyak tikus tersebut bisa kita gambarkan seperti ini. Dana pembinaan olah raga itu dibawa dalam sebuah ember dengan melalui berapa tangga mulai dari gedung sampai ke pelatnas. 

Ember berisi air ini bila dibawa dengan baik dalam ember yang tidak bocor, maka isi air akan penuh sampai ke pelatnas dan pembinaan olah raga akan baik. Namun dengan sengaja tikus ini membocorkan ember. Orang yang membawa ember ini harus menjalani beberapa tangga, dimana setiap tangga pembawa  air harus meminta tanda paraf di ember untuk bisa lewat. 

Setiap tangga menyediakan ember kecil menampung bocoran selama memberi tanda persetujuan lewat. Makin lama pemberian tanda, maka makin banyaklah kebocoran tinggal di ember penampung. Demikianlah setiap tangga dilalui pembawa ember sampai akhirnya tiba di tempat pelatnas.

Perjalanan ember bocor mulai dari menteri, deputi, kepala biro, kepala bagian, kepala seksi, ke pengurus besar komite olah raga, ke pengurus besar olah raga, ke ketua pembinaan, kepala pelatnas, dan sampai ke korlap dan eksekutor bisa kita bayangkan seberapalah isi ember tadi yang bisa selamat dan tiba di bawah?

Apakah peristiwa seperti ini yang dimaksudkan seorang mantan atlet kita ini? Lalu apakah pernyataan ini akan menguap dan tinggal kenangan dan memori catatan di media kita? Apakah keengganan dari Kemenpora berpolemik dengan Taufik Hidayat akan diikuti keengganan penegak hukum kita seperti Kepolisian, Kejaksaan dan KPK untuk mengusut para tikus yang banyak banget ini?

Keengganan Kemenpora untuk berpolemik dengan Taufik Hidayat di bulan puasa bisa dimaklumi, walaupun pasukan para nyinyir dan sindir menyindir yang lain tidak menafikan ini. Tidak tahu kita, apakah setelah selesai bulan puasa, Kemenpora akan mau berpolemik dengan Taufik Hidayat.

Terlepas dari keengganan Kemenpora tersebut, para penegak hukum kita justeru yang harus bergerak cepat. Jika ini ditanggapi dan ditindaklanjuti dengan baik, kemungkinan besar akan semakin banyak orang yang mau memberikan informasi tentang korupsi yang berlangsung secara diam-diam dan dilakukan berjemaah yang bisa terungkap. Namun kalau hal ini didiamkan, maka orang akan menyatakan, pernyataan seperti yang diungkapkan mantan atlet sekaliber Taufik Hidayat saja tak dianggap, apalagi kita, mungkin demikian komentar orang.

Dengan masuknya ke pengadilan Tipikor setidaknya dua menteri Menpora kita yang satu sudah divonis dan satu lagi sedang berlangsung, maka patut diduga apa yang disampaikan Taufik Hidayat ini mengandung kebenaran dan faktual. Kalau sudah demikian, lalu apa yang ditunggu para penegak hukum kita yang berwenang untuk tidak menindaklanjuti pernyataan Taufik Hidayat ini?

Sebagai langkah awal melakukan penyelidikan selayaknya sudah bisa dimulai. Siapakah yang akan memulai? Kepolisian, kejaksaan atau KPK? Bagi kita sama saja. Jangan sampai pernyataan Taufik Hidayat ini berlalu tanpa kesan, pergi tanpa arti.

Semoga harapan kita menuju Indonesia yang bersih dari korupsi tidak hanya sekedar jargon politik, namun biarlah menjadi sebuah upaya yang tetap konsisten, walaupun virus corona datang mengganggu. 

Virus corona telah membunuh banyak nyawa manusia di seluruih penjuru dunia, jangan pula kita biarkan dia ikut membunuh semangat memberantas korupsi di negeri ini. Sekian dulu.

 Terima kasih. salam dan doa.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun