Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Pengkritik (Gunting dalam Lipatan)?

30 April 2020   08:24 Diperbarui: 1 Mei 2020   17:06 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ini belum marah. Hanya tegas saja. Kadang banyak orang mau enaknya saja, namun tidak mau memikul tanggung jawab dan menjaga nama baik kelompok atau lembaganya. Kalau begitu, anak TK itu juga bisa. Misalnya kamu di rumah ini. Masakan ibumu kurang enak. Lalu kamu kritik ibumu yang kurang pintar masak di taman sana dan didengar orang banyak. Kamu kan sudah mempermalukan ibumu dan keluargamu di depan orang banyak. Urusan rumahmu, selesaikan di rumahmu. Bisa kan bilang ke mamamu, tolong masak yang enak dong. Kalau tidak mau, bilang sama bapakmu supaya bicara sama mamamu supaya memasak dengan enak. Jaga kehormatan tempat  dan rumah kita. Di rumah boleh ribut menyelesaikan masalah, tapi dinding tidak boleh dengar, kata orang bijak. Begitu baru mantap." kata kakek.

"Jangan-jangan pelengseran ini bukan penyegaran ya kek. Alasan aja kali ya?" selidik cucu.

"Kita tidak tahu lah. Tapi yang penting setiap orang harus tahu diri. Berada dimana, maka patuhi aturan di tempat itu. Hormati pimpinan. Boleh memberikan masukan dan kritik, boleh. Tapi dengan etika dan tata krama yang berlaku. Jangan buat aturan sendiri. Kalau mau aturan sendiri yang berlaku, maka orang seperti itu layaknya tinggal di hutan sendiri. Manusia itu adalah zoon politicon atau makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, tapi saling tergantung dengan orang lain. Itulah hakekat manusia." jelas kakek.

"Jadi sudah tepatlah orang ini dilengserkan dengan alasan penyegaran ya kek. Tapi jujur dulu kakek, kira-kira alasan penyegaran ini pas nggak?" selidik cucu lagi.

"Kakek tidak tahu. Tapi dulu sebelum reformasi, penjelasan dan jawaban pejabat harus dibaca dengan logika terbalik. Misalnya, pejabat ini diganti tidak ada kaitannya dengan kasus yang terjadi. Ini hanya tour of duty. Maka yang sebenarnya pergantian itu karena kasus itu."jelas kakek.

"Kalau untuk pakar ini misalnya kek, kalau dikatakan pelengseran ini bukan karena kritiknya, itu berarti pelengseran ini karena kritiknya. Itu persamaannya kek?" tanya cucu.

"Tahu ah gelap.  Tapi jaman kan sudah berubah." kata kakek.

"Tapi pemerintah tetap pemerintah dengan aturannya sendiri kan kek?" tanya cucu.

"Sudahlah, yang diganti biarlah diganti. Mau penyegaran atau tidak biarlah setiap orang mengevaluasi diri. Kalau mau jadi pejabat lagi boleh minta saja. Nanti juga diberikan lagi." kata kakek.

"Dan akan mengkritik lagi?" tanya cucu.

"Hush! Pergi sana belajar biar jadi pakar."kata kakek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun