Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sang Penggugat Perppu Covid-19

23 April 2020   07:24 Diperbarui: 24 April 2020   09:43 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cucu sudah menunggu kakeknya yang baru datang jalan pagi di teras rumahnya.

   "Selamat pagi kek. Kok lama pulang jalan paginya? Kopinya sudah tidak panas lagi nih."kata cucu.

   "Wah tadi tanggung keliling tamannya. Ada beberapa orang yang jalan pagi juga. Jadi tambah semangat."jelas kakek.

   "Tapi tidak dekat-dekat jalan paginya kan kek?"

   "Pastilah. Jaga jarak. Tapi tetap bisa ngobrol dari balik masker. Ada apa kok sepertinya kakek ditunggu nih."kata kakek.

   "Ya kek. Ini ada berita ini sampai banyak yang menggugat PERPPU Covid-19 ke MK. Kenapa sih kek kebijakan pemerintah selalu digangguin terus sama orang-orang ini?"Tanya cucu.

   "Kita harus jernih melihat gugatan ke MK ini. Apa yang digugat? Apa yang melanggar konstitusi dari PERPPU itu? Kalau sudah dibaca, disimak barulah bisa kita komentari."kata kakek.

   "Makanya tanyain kakek. Ini situasi negara dan seluruh dunia darurat, tapi malah kebijakan menghadapi Covid-19 koq digugat? Pemerintah tidak boleh berbuat sesuatu yang tidak digugat kek?"Tanya cucu.

   "Pemerintah boleh berbuat dan mengeluarkan kebijakan. Seperti PERPPU tentang Covid-19 ini. Namun hak setiap warga negara juga menggugat UU atau PERPPU ke MK jika ada yang menurut mereka yang diduga melanggar konstitusi."jelas kakek.

   "Terus apa yang salah di PERPPU itu makanya harus digugat?"Tanya cucu.

   "Menurut berita ini, ada beberapa hal yang patut diduga dilanggar PERPPU ini. Antara lain pemerintah boleh mengubah anggaran negara dan menyelamatkan perekonomian negara tanpa melibatkan DPR. Padahal menurut pasal 23 UUD pengaturan anggaran dan persetujuan perubahan APBN  ke dalam APBN-P itu bersama-sama antara DPR dengan Pemerintah. Boleh ada perubahan, tapi harus bersama DPR. Karena DPR mempunyai Hak Budget atau  Anggaran. 

Ada yang sudah diatur di UU tentang Pemerintahan Daerah bahwa APBD diatur bersama antara Pemda dengan DPRD. Sementara dalam PERPPU ini seakan bisa dilakukan hanya Pemda saja tanpa DPRD. Lalu segala tindakan pejabat keuangan negara menurut PERPPU ini bukan kerugian negara. Dan segala tindakan para pejabat itu bukan objek gugatan yang bisa diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Padahal UU tentang PTUN sudah mengatur bahwa setiap tindakan atau putusan atau penetapan pejabat Tata Usaha Negara yang  tertulis yang bersifat konkret, individual dan final  bisa digugat ke PTUN."jelas kakek.

   "Terus ini salah satu alasannya kek negara belum genting, apa maksudnya?"Tanya cucu.

   "PERPPU itu menurut pasal 22 UUD 1945 dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Artinya negara dalam keadaan darurat. Ini yang mereka persoalkan."jelas kakek.

   "Apa keadaan ini belum darurat dan pemerintah belum boleh membuat kebijakan?"Tanya cucu.

   "Boleh, mengeluarkan kebijakan, diskresi atau PERPPU boleh. Tapi hak warga negara untuk menguji materi PERPPU itu juga boleh. Peraturan perundang-undangan kita membolehkan dan sudah mengatur prosedur menggugat uji materil terhadap UU atau PERPPU ke MK."jelas kakek.

   "Bagaimana kalau MK membatalkan PERPPU ini?"Tanya cucu.

   "Ya batal. Putusan MK itu final dan mengikat. Tapi sebetulnya masih ada prosedur yang harus dilakukan pemerintah. Meminta persetujuan ke DPR. Kalau DPR setuju, maka PERPPU itu menjadi UU. Jika DPR menolak, maka PERPPU itu batal. Jadi soal kesabaran mereka yang menggugat ini juga kurang. Tapi tidak apa, namanya negara hukum dan negara demokrasi, semua itu sah-sah saja."kata kakek.

   "Tapi kenapa kita tidak bisa kita bersatu melawan Covid-19 ini kek. Kalau semua orang bicara hak dan boleh menggugat, kapan Covid-19 ini bisa kita cegah sebagai bangsa? Kakek pernah bilang bahwa jalankan dulu kewajibanmu barulah tuntut hakmu. Apa artinya itu?"Tanya cucu.

   "Itulah negara Indonesia kita sekarang ini. Kebebasan dan hak setiap warga negara bisa digunakan seenaknya tanpa menghitung kepentingan orang banyak dan kepentingan lebih besar. Lebih mendahulukan hak daripada kewajiban."jelas kakek.

   "Apakah ini mencari kesalahan pemerintah dan kesempatan untuk menggugat pemerintah kek?"Tanya cucu.

   "Bisa ya, bisa tidak. Tergantung motif dari penggugat ini."jelas kakek.

   "Yang saya lihat sebagian penggugat ini kan kaumnya kakek yang kolonial yang ingin selalu mundur dan hanya melihat kesalahan saja. Macam orang benar dan suci saja."protes cucu.

   "Tidak boleh berprasangka buruk. Orang menjalankan hak konstitusinya harus dihargai."kata kakek

   "Mereka hanya menuntut hak. Apakah kewajiban mereka sebagai warga negara untuk membantu negara menghadapi Covid-19 ini sudah mereka lakukan nggak kek? Kita belum ada mendengar mereka melakukan sesuatu untuk saling membantu dan menolong orang lain. Tiba-tiba berita menggugat saja. Sudah tidak membantu, malah mengganggu dengan menggugat PERPPU Covid-19 ini. Apa sih maksudnya?"kata cucu kesal.

   "Kita lihat saja bagaimana MK nanti menangani dan memutuskannya. Kalau MK membatalkan ya batal, kalau menolak gugatan ini, ya berlaku PERPPU ini. Sederhana toh?"kata kakek.

   "Ini bukan soal sederhana kek. Bukan soal batal dan berlaku. Tapi bagaimana kita mau menaklukkan Covid 19 ini kalau tidak semua kompak di negara ini?"Tanya cucu.

   "Setiap negara begitu. Ada pro kontra. Setuju dan tidak setuju."kata kakek tenang.

   "Kakek kok tenang saja sih. Biasanya kakek yang menggebu-gebu membahas dan memprotes hal seperti ini."desak cucu

   "Ini masih baik. Mereka menggunakan hak hukumnya. Itu berarti mereka menghormati proses hukum. Ini hal yang positif. Bagaimana kalau mereka bertindak negatif?"kata kakek.

   "Bertindak negatif seperti apa contohnya?'tanya cucu.

   "Dulu sebagian mereka ini melakukan demo berjilid-jilid. Kalau sekarang menggugat ke MK baguslah."kata kakek tenang.

   "Oh begitu. Jangan-jangan karena tidak bisa demo makanya menggugat ke MK. Kenapa tidak demo saja mereka kek? Seperti dulu sampai ratusan ribu orang biar sekalian terpapar Covid-19 ini."kata cucu.

   "Kan sekarang tidak boleh demo dan berkumpul banyak orang."kata kakek.

   "Kalau tidak bisa demo, janganlah main gugat menggugat ke MK kek. Kayak kurang kerjaan aja. Orang sibuk menghadapi Covid-19, malah menggugat PERPPU yang mau menanggulangi Covid-19 ini. Malas ah."kata cucu melengos.

   "Ya sudah kamu pergi belajar saja. Nggak usah memikirkan gugatan terhadap PERPPU ini. Biar ini diurus para hakim yang mulia di MK itu ya. Sudah pergi sana."kata kakek mengusir cucunya yang cemberut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun