Di era modern, pendidikan kerap dipandang sebagai alat untuk mencetak sumber daya manusia yang siap masuk ke pasar industri. Paradigma ini menggeser tujuan pendidikan dari menciptakan manusia yang utuh dan kritis menuju penghasil tenaga kerja yang efisien. Paulo Freire, dalam karyanya Pedagogy of the Oppressed, mengecam keras pendidikan yang mengalienasi manusia dari kemanusiaannya sendiri. Pendidikan, kata Freire, seharusnya menjadi jalan menuju pembebasan, bukan instrumen penindasan dalam bentuk yang halus.
Namun, bagaimana jika sistem pendidikan justru diarahkan untuk menjadi mesin pencetak pekerja? Dalam konteks Indonesia, hal ini semakin terlihat nyata dengan kebijakan dan program seperti Kampus Merdeka, yang diusung oleh Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim. Program ini, meski memiliki niat baik untuk mendekatkan mahasiswa dengan dunia kerja, juga memunculkan pertanyaan besar: apakah pendidikan kini hanya menjadi instrumen industri?
Pergeseran Kurikulum di Era Jokowi
Pendidikan di Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah mengalami transformasi besar. Program Kampus Merdeka adalah salah satu contohnya. Program ini menawarkan fleksibilitas kepada mahasiswa untuk belajar di luar program studi, termasuk magang di perusahaan, proyek desa, dan pengabdian masyarakat. Di atas kertas, tujuan ini mulia: membekali mahasiswa dengan keterampilan nyata yang relevan dengan dunia kerja.
Namun, jika dilihat lebih dalam, orientasi ini sering kali lebih condong pada memenuhi kebutuhan industri daripada membangun manusia yang kritis dan berdaya. Mahasiswa diarahkan untuk menjadi "pekerja yang siap pakai," bukan individu yang mampu mempertanyakan struktur sosial, politik, atau ekonomi yang mereka tempati. Kampus menjadi semacam pabrik tenaga kerja, sementara pembelajaran yang mendorong kreativitas, pemikiran kritis, dan emansipasi manusia cenderung terpinggirkan.
Pemikiran Paulo Freire dalam Konteks Modern
Paulo Freire mengingatkan bahwa pendidikan tidak boleh menjadi "banking education," di mana siswa diperlakukan seperti wadah kosong yang hanya diisi dengan informasi tanpa dialog dan refleksi. Pendidikan seharusnya menjadi proses yang membebaskan, memungkinkan manusia memahami realitas sosial mereka dan mengubahnya.
Dalam konteks Kampus Merdeka, ada risiko bahwa mahasiswa hanya akan "disiapkan" untuk dunia kerja tanpa diberikan ruang untuk memikirkan bagaimana mereka dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan manusiawi. Magang di perusahaan, misalnya, mungkin membuat mahasiswa lebih memahami bagaimana bekerja di industri tertentu, tetapi apakah itu juga membantu mereka memahami bagaimana industri tersebut memengaruhi lingkungan, masyarakat, atau keadilan sosial? Pendidikan yang sejati seharusnya tidak hanya mempersiapkan manusia untuk bekerja, tetapi juga untuk hidup secara bermakna dan bermartabat.
Data dan Fakta tentang Pendidikan Indonesia
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka pada 2023 mencapai 5,86%, dengan sebagian besar pengangguran berasal dari lulusan perguruan tinggi. Hal ini sering dijadikan alasan untuk mendorong pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan industri. Namun, angka ini juga menunjukkan bahwa orientasi pendidikan yang terlalu fokus pada industri tidak serta-merta menyelesaikan masalah.
Lebih jauh lagi, riset dari World Economic Forum (2020) menunjukkan bahwa keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja modern terus berubah. Keterampilan seperti pemikiran kritis, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi menjadi semakin penting. Ironisnya, sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada industri justru sering kali mengabaikan keterampilan ini.
Pendidikan yang Lebih Manusiawi
Freire mengajarkan bahwa pendidikan harus menjadi alat pembebasan, bukan penjajahan. Dalam konteks Indonesia, ini berarti pendidikan harus kembali ke esensinya: membangun manusia yang kritis, kreatif, dan berdaya. Program seperti Kampus Merdeka seharusnya diimbangi dengan kurikulum yang menekankan pemikiran kritis dan tanggung jawab sosial.
Sebagai contoh, magang di perusahaan bisa menjadi pengalaman yang bermakna jika diikuti dengan refleksi kritis tentang bagaimana perusahaan tersebut beroperasi dalam konteks sosial, ekonomi, dan lingkungan. Mahasiswa juga harus diajak untuk memikirkan bagaimana mereka dapat menggunakan keterampilan mereka untuk menciptakan perubahan positif di masyarakat.
Kesimpulan
Pendidikan tidak boleh hanya menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan pasar. Jika pendidikan hanya diarahkan untuk mencetak pekerja, maka kita kehilangan esensi dari apa artinya menjadi manusia. Paulo Freire mengingatkan kita bahwa pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang membebaskan. Dalam konteks modern, ini berarti pendidikan harus membekali manusia untuk hidup dengan bermakna, kritis, dan bertanggung jawab, bukan hanya menjadi roda dalam mesin industri. Kampus Merdeka, jika tidak diarahkan dengan bijak, bisa menjadi simbol dari bagaimana pendidikan berubah menjadi industri itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H