Mohon tunggu...
Politik

Dulu Kalangan Religius, Kini Korupsi Berjamaah?

5 November 2018   19:44 Diperbarui: 5 November 2018   20:19 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah meredanya kasus-kasus korupsi yang melanda dikalangan praktisi hukum , sekarang muncul kasus yang menurut saya sangat memiriskan hati. Bagaimana mungkin korupsi terjadi dikalangan religius. Kalangan religius dikenal sebagai tokoh panutan bagi masyarakat, kalangan religius juga dijadikan sebagai sumber ilmu, tempat masyarakat bertanya, tempat masyarakat meminta penyelesaian segala masalah baik masalah duniawi maupun akhirat. 

Kasus yang terjadi diKemenag sudah banyak diprediksi oleh banyak kalangan hal tersebut dikarenakan kewenangan yang dimiliki Kemenag dalam menangani proyek- proyek besar keagamaan, seperti pengurusan ibadah haji, pengadaan Al-Quran dan perencanaan pembangunan.

KPK telah menetapkan dua menteri agama di Indonesia sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Mereka adalah Said Agil Husein Al Munawar yang masuk penjara pada 2006, dan Suryadharma Ali yang menerima vonis pada 2016.

Said Agil Husein Al Munawar didakwa menjadi tersangka korupsi karena membuat pengeluaran fiktif, pengeluaran ganda, dan utang yang tak dikembalikan, uang yang diselewengkan berasal dari pos Dana Abadi Umat, yang masuk ke rekening yang tidak semestinya, sehingga Negara dirugikan sekitar Rp 700 miliar.

Lebih parahnya lagi mantan menteri Suryadharma Ali, yang terbukti memberi fasilitas gratis bagi keluarga, ajudan untuk berhaji dan berlibur di beberapa negara diluar negeri

Ada apa sebenarnya di Kementrian yang dipenuhi oleh banyak tokoh agama yang memahami benar tentang baik dan tidaknya suatu perbuatan?

Tokoh yang seharusnya menjunjung tinggi nilai keagamaan, yaitu keadilan dan kejujuran. Kementerian yang membawahi agama sebagai pengusung nilai-nilai moral tetapi malah sebaliknya. Korupsi jelas hal yang berdosa, agama seharusnya bisa meminimalisir hasrat untuk berbuat dosa tersebut, tetapi kenyataannya malah sebaliknya. Kemenag berada di tempat paling atas sebagai lembaga yang berpotensi tinggi untuk terjadinya Korupsi.

 Sungguh memalukan !

Dan kini ada kasus yang tak kalah menarik yaitu kasus korupsi yang dilihat dari jumlah tersangka dan nilai yang dikorupsi tidak sebanding dengan apa yang mereka lakukan terhadap rakyat yaitu kasus Korupsi massal di DPRD Kota Malang, dengan nilai korupsi hanya Rp 12,5 juta Rp 50 juta. 

Sebanyak 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang terjerat kasus korupsi yang berakibat proses pembangunan di Kota Malang terancam lumpuh total. Kasus ini berkaitan dengan kasus suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang tahun anggaran 2015 yang melibatkan tokoh utama Ketua DPRD kota Malang yaitu Arif Wicaksono dengan Kepala Dinas PU, Jarot Edi Sulistiyono.

Terkuaknya dua kasus korupsi diatas membukakan mata masyarakat Indonesia bahwa korupsi sudah merajalela, dulu kasus korupsi dilakukan oleh satu orang tapi pada kasus korupsi di DPRD Malang melibatkan banyak orang sehingga yang menjadi tersangka makin banyak, artinya korupsi menjadi hal yang tidak menakutkan karena dilakukan secara berjamaah.Ini juga menuntun masyarakat pada opini bahwa ada penurunan moral bangsa

bukan hanya di kalangan masyarakat saja seperti pengurusan dokumen contoh : KTP, KK, dan lain lain, yang rentan dengan gratifikasi dengan alasan sebagai tanda terima kasih, ternyata terjadi juga pada lembaga yang dianggap suci, lembaga yang anggotanya dianggap dapat dijadikan panutan, lembaga yang bisa dijadikan wadah inspirasi rakyat, yang mengatur dan membuat undang undang untuk kepentingan rakyat.

Maraknya jumlah penjahat berjaket orange, menunjukkan masih banyak karakter buruk dan tidak bermoral pada pejabat di Indonesia, mereka yang umumnya memiliki latar belakang akademik yang baik seperti Anggota Parlemen, Menteri, Kepala Daerah ternyata menjadi tersangka. 

Mereka merupakan wakil rakyat yang seharusnya memiliki etika, perilaku bermain politik yang baik dan santun, sehingga dapat dijadikan contoh bagi generasi muda. Dimana seseorang yang dipercaya oleh rakyat yang kemudian bisa duduk di lembaga terhormat akan dapat mengutamakan kepentingan rakyatnya dari pada kepentingan dirinya sendiri, keluarga, kerabat dan juga koleganya.

Dari kasus diatas dapat dikatakan , beberapa dari kalangan hukum, kalangan religius, kalangan pembuat kebijakan seolah tertutup mata hatinya, rasa takut berbuat dosa seolah hilang dari kehidupannya. Harta, jabatan, kekuasaan menjadi hal utama. Anggapan agama hanya sekedar urusan pribadi antara manusia dan Tuhannya menimbulkan fenomena baru, dimana orang yang terlihat religius dimata masyarakat ternyata menjadi tersangka dalam kasus korupsi. 

Tidak bisa memaknai kedudukan agama sebagai pedoman dalam kehidupan sosial, sehingga tidak memiliki empati, malu dan perasaan segan untuk melakukan korupsi, melakukan sesuatu yang merugikan orang banyak, sehingga timbul anggapan yang menarik di masyarakat yaitu "tidak apa - apa korupsi yang penting tidak meninggalkan ibadah .

Korupsi dan KPK saling berkejar-kejaran, seolah tidak ada kata jera. Lalu bagaimana negara ini akan hidup jika nilai-nilai religius hilang sebagai tuntunan ? Lalu bagaimana dengan negara ini jika generasi mendatang kehilangan figur yang bisa dijadikan panutan ? Wallahu alam

 Tugas kita sekarang adalah menanamkan diri kita dengan sikap jujur, taat terhadap aturan, dan mensyukuri segala nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, itu semua akan membentengi kita dari sifat rakus tikus-tikus penggerogot negara.

*Penulis merupakan mahasiswa kuliah Ilmu Politik, semester 1, jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun