Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Keunikan Laga Final Mitra Kukar vs Semen Padang FC

25 Januari 2016   00:42 Diperbarui: 25 Januari 2016   01:44 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya Turnamen Piala Jenderal Sudirman (PJS) 2015/2016 usai sudah. Pada Final 24 Januari 2016 yang berlansung di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta yang mempertemukan Mitra Kukar dan Semen Padang FC, Mitra Kukar berhasil mengalahkan Semen Padang FC 2-1. Dengan hasil tersebut akhirnya dahaga akan gelar juara selama 27 tahun Tim Asal Tenggarong, Kaltim ini terbayar sudah.

Laga yang berlangsung di GBK dengan disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan puluhan ribu Suporter yang didominasi oleh suporter Semen Padang FC ini berlangsung sangat ketat dan menegangkan. Semen Padang FC sempat unggul 1-0 dibabak pertama atas Mitra kukar dengan gol yang diceploskan oleh Adi Nugroho pada menit ke 32. Pada babak kedua, Semen Padang FC yang pada awal babak pertama bermain Spartan mengendorkan seranggannya, membuat Mitra Kukar leluasa menekan Semen Padang FC. 

Berawal dari kartu merah atas Yu Yhun Kho, pemain Mitra Kukar yang unggul jumlah pemain terus menekan, akhirnya pada menit ke 78 Rizki Pellu berhasil mengoyak Gawang Semen Padang FC, kemudian pada menit ke 89' lewat serangan balik kembali dari sebelah kiri Yogi Rahardian berhasil membobol gawang Jandia Ekaputra dan membuat unggul Mitra kukar 2-1. Hasil ini bertahan hingga tambahan waktu 4 menit, dan mengantarkan Mitrakukar sebagai Juara dan Semen Padang sebagai Runner Up Turnamen PJS.

Pertandingan antar kedua kesebelasan ini mempunyai keunikan tersendiri, diantaranya pelatih kedua Tim Jafri Sastra dan Nil Maizar adalah sama-sama orang Minang asal Payakumbuh, Sumatera Barat. Keduanya juga sama-sama "murid" Pelatih kawakan asal Minang juga yaitu Suhatman Imam.

Keunikan lainnya pelatih Mitra Kukar Jafri Sastra adalah mantan Pelatih Semen Padang FC, menggantikan Nil Maizar yang didapuk jadi pelatih Timnas.Pada masa kepelatihannya, Jafri Sastra mampu mengantarkan Semen Padang FC sampai perempat final Piala AFC 2013 dan sebagai juara Liga Primer Indonesia 2013.

Namun, tepat setahun yang lalu, Januari 2015, Manajemen Semen Padang FC memecat Jafri Sastra karena gagal menunjukkan prestasi pada pertandingan pra musim ISL 2015 dan menggantikannya kembali dengan Nil Maizar yang pernah sukses baik sebagai pemain maupun pelatih di Semen Padang FC. Pemecatan ini ternyata berbuah manis untuk Jafri Sastra, dia bersinar di Mitra Kukar dengan berhasil memberikan gelar juara yang belum pernah dirasakan Mitrakukar 27 tahun terakhir.

Selanjutya, Final Mitra Kukar vs Semen Padang yang disambut pesimis publik sepakbola tanah air, diprediksi GBK akan kosong dan sepi karena Final tidak mempertemukan tim elit Indonesia yang didominasi klub asal Jawa seperti Persib, Arema dan Persija. Tapi ternyata prediksi itu salah,  GBK tetap penuh, GBK didominasi warna merah yaitu suporter asal Minang, yang kebanyakan adalah perantau Minang di ibukota dan daerah sekitarnya.

Pertemuan Final antara Mitra Kukar dan Semen Padang FC dan atmosfer dukungan suporter di GBK membuktikan bahwa klub-klub di luar Jawa juga punya nilai jual dan layak diperhitungkan dikancah sepakbola tanah air. Selain kedua kesebelasan ini, klub luar jawa lain yang layak diperhitungkan adalah Sriwijaya FC dan tentunya raksasa Persipura. Andai ISL jadi bergulir dengan format berbeda di tahun 2016 ini, maka publik sepakbola nasional akan disuguhkan pertandingan-pertandingan menarik antara tim-tim elit seperti Persib, Arema, Persija, Semen Padang FC, Mitrakukar, persipura dan lain sebagainya.

Terakhir, Piala JPS ini semoga membuka hati para pengambil kebijakan di Sepakbola tanah air untuk bersatu agar sanksi FIFA kepada Indonesia segera berakhir. Solusinya menurut penulis adalah ketua PSSI sekarang La Nyala Mattaliti sebaiknya menunjukkan jiwa ketokohannya di sepakbola tanah air dengan mundur sebagai ketum PSSI, dan dengan begitu pembekuan PSSI segera dicabut oleh pemerintah. Mundurnya Ketum PSSI ini adalah untuk menyelamatkan nasib ratusan ribu orang yang mencari nafkah di dunia sepakbola di tanah air dan tentunya akan mengembalikan gairah kecintaan rakyat Indonesia kepada klub-klub dan Timnas ketika membela Indonesia di Laga internasional. Semoga La Nyalla punya "hati" untuk melakukan itu, jika terjadi La Nyalla layak diberikan penghargaan penyelamat sepakbola Indonesia. 

Sekian...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun