Jalan-jalan pagi hari ini sayang sekali saya tak membawa kamera. Banyak moment indah yang saya temukan di sepanjang perjalanan, yang kadang luput dari renungan.
Disebuah jalan raya yang ramai. Seorang lelaki sangar, rambut panjang tak terurus, memakai baju kaos yang sudah dirobek lengannya dan memakai celana berbahan jins yang dipotong hingga lutut dan sobek-sobek di bagian paha. Tangan penuh tato. Kulit hitam legam. Lelaki itu dengan motor buntutnya pelan mengiringi seorang anak kecil bersepeda yang memanggul tas dibahunya. Sesampai disebuah gang, anak itu berbelok dan lelaki itu berhenti dimulut gang.
"Adi, nanti pulangnya hati-hati, ya?" Teriak laki-laki itu.
"Ya, ayah" Teriak anak kecil itu dari kejauhan sambil mengacungkan ibu jarinya.
Saya takjub. Lelaki itu yang saya ketahui adalah preman pasar yang sering terlihat menagih iyuran kebersihan pasar. Malah pernah nampak mabuk-mabukkan bersama kawan-kawannya. Tak disangka lelaki itu ternyata punya keluarga. Dan perhatiannya terhadap anaknya luar biasa.
Lai lagi, kisah ditempat parkiran pasar pagi. Suami istri berpakaian ala anak punk. Si istri nampak sedang hamil terlihat jelas karena baju kaus hitam ketat bergambar tengkorak yang dipakainya. Lengan perempuan itu bertato dengan bermacam-macam gelang di kedua tangannya. Sedang suaminya bertopi, beranting-anting, berbaju kaos seperti singlet dengan badan penuh tato.
Ternyata mereka berdua adalah petugas parkir. Sang suami terlihat sibuk menata motor-motor yang parkir agar terlihat rapi dan searah dengan memutar atau membalikkan arah motor yang ditinggal pemiliknya. Sedang si istri memungut uang parkiran dari pemilik kendaraan yang hendak pergi. Mereka tidak mau menarik lebih biaya parkiran motor yang Rp. 500,- perak itu. Mereka sudah mempersiapkan koin-koin untuk mengembalikan duit orang-orang. Berbeda dengan tukang parkiran lainnya yang sering curang tak mau mengembalikan duit orang yang tidak punya duit pas.
Terakhir, saya takjub ketika membeli koran dari anak kecil yang menjajakannya.
"Nak, kamu sekolahkah?"Tanya saya kepadanya berbasa-basi.
"sekolah, pak! sudah kelas empat SD! "Katanya.
"Ohya, siapa yang menyuruhmu menjaja koran?" tanya saya lagi.