Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kepala Sekolah: Jika Tidak Mau Dibina, Binasakan Saja!

21 Oktober 2011   07:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:41 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diseberang sana, ibu itu terisak-isak. " Saya jantungan..pak....nih saya gemetar...." suara diseberang. "Maap, ibu sudah kewajiban kami untuk menyampaikan perihal anak ibu yang ketangkap merokok dibelakang kantin pagi ini. Dia tidak masuk karena alasannya takut sama gurunya, sebab dengan guru tersebut tidak boleh terlmabta walo sekolah mengizinkan terlambat 10 menit.  Setelah di cek buku poinntnya ternyata dia sudah pernah menandatangani perjanjian dengan wali kelasnya untuk tidak melanggar peraturan lagi. jadi kami mohonkan bapak atau ibu bisa datang ke sekolah hari ini atau besok. maap ya...bu! Jelas saya pelan. Selang satu jam kemudian. Seorang ibu gemuk agak besar datang tergopoh-gopoh kesekolah. Matanya merah dan sembab. memakai pakaian biasa sepertinya tak sempat ganti baju dan dandan. Saya membawanya ke ruang kesiswaan. Saya menjelaskan kronologis permasalahan anaknya. Ketika saya mencek buku pointnya ternyata sudah lebih dari 30 poin. (30 poin pelanggaran sudah harus dikembalikan ke orangtua). Setelah mencek ke walikelas lamanya di kelas X, ternyata tidak ada surat peringatan 1, 2 dan 3 yang ada hanya surat perjanjian dengan bapaknya saat dia kedapatan mencuri uang teman sekelasnya Rp. 20.000,- untuk tidak mengulangi perbuatannya. Karena itu dengan walikelas baru saya buatkan kebijakan, walau sudah lebih dari 30 point kita beri toleransi karena kelalaian wali kelas lama di administarasi, maka saya minta agar dibuatkan surat peringatan 1 dan 2 saja, ditambah surat perjanjian dengan materai jika melanggar peraturan lagi apapaun itu maka dikebalikan ke orangtua. Orangtuanya dengan berat hati terpaksa setuju. Mari kita cermati kasus anak ini yang tercatat di buku point: 1. Terlambat 2 kali. ( 2 x 2 point) = 4 point 2. Pencurian duit teman sekelas. (diakui dengan alasan "menemukan" di laci meja teman) = 20 point 4. kedapatan merokok 2 kali (2 x10 point) = 20 point 5. Cabut mata pelajaran matematika = 4 point 6. Tidak memakai peci pada hari jum'at = 2 point Totalnya adalah : 50 point. kasus yang tidak tercatat: paling bising dikelas, sering nunggak bayar kas kelas, baju sering keluar/tidak rapi, pernah membohongi nenek teman bahwa cucunya minta duit, namun duit yang diberikan si nenek tidak diberikan ke teman yang bersangkutan (cucu si nenek). dikeluarkan dari tempat "mondok" belajar mengaji dan ilmu agama karena kedapatan merokok dan pacaran dengan santri cewek. Suka membohongi guru/banyak alasan jika tidak buat PR, tugas dan lain-lain. Kelebihan anak ini: Kalo diminta mengaji (baca Al Quran)  suaranya sangat bagus, hapal 1 jus Al Quran surat al baqarah, jika disuruh-suruh kerja gotong royong paling rajin. Pernah juara MTQ tingkat kecamatan. Nilai raport sedang dan lulus semua mata pelajaran. Dari cerita orangtua anak ini kalo ayahnya lagi marah suka dipukul kaki dan tangannya dengan rotan kecil, yang digunakan ayahnya untuk mengajar anak-anak tetangganya baca al Quran. Ibunya sering ketakutan kalo sudah melihat ayahnya mengamuk, sehingga sering membuat ibunya tensi darahnya naik, dan jantungnya berdebar-debar serta lemas bahkan pernah sampai tak sadarkan diri, waktu ayahnya memarahi anaknya mencuri dulu. Lalu saya dan walikelasnya memberikan motivasi kepada orangtua dan si anak. kepada orangtua kami sarankan supaya tidak lagi memukul si anak, hubungan komunikasi dengan anak ditingkatkan. Kepada ayahnya yang kebetulan ikut mengantar istrinya tapi tidak mau masuk ke ruangan saya, saya samperin dan saya ajak gabung untuk bergabung bersama anak dan istrinya di ruangan saya. si bapak nampak menagis kepada saya: "saya malu pak..ketemu dengan bapak! Kelakuan anak saya memag sungguh terlalu sudah bosan saya menasehatinya.......! Kata bapaknya. Kepada bapaknya saya sarankan agar luangkan waktu berjalan dengan anak mungkin pergi mancing bersama, makan soto atau bakso bersama keluarga di luar rumah sambil berdiskusi dan menyampaikan harapan2 dengan anak2nya. Dan memang mereka mengakui tidak pernah melakukan itu keluarganya. Si bapak sibuk kerja sebagai buruh operator di perusahaan, pulang magrib mengajar anak tetangga baca Al Quran, lalu istirahat. jarang berkomunikasi dengan anak. Sang istri sibuk jualan sayur di pasaran, kalo pulang sudah pergi lagi mencari-cari sayur untuk dijual esok hari ke kebun2 orang. Kepada anaknya kami tekankan, bahwa jika melanggar lagi peraturan sekolah, maka langsung diberhentikan dari sekolah dan dikembalikan ke orangtua. jika statusnya "diberhentikan" maka jarang  sekolah lain yang mau menerima, kecuali pakai "uang bangku" itupun di sekolah swasta yang kurang baik mutunya!, jelas saya. "Nak,Kamu sudah gagal sekali di pesantren, jangan gagal sampai dua kali. Jangan jadi contoh tidak baik bagi adik-adik kamu yang lain! ingat ibu yang mempunyai sakit darah tinggi dan jantungan, kalo gara-gara kelakuan kamu yang menyebabkan ibumu , maap...duluan dipanggil Illahi . kamu akan menyesal seumur hidupmu! Ingat ibu dan ayah yang pergi pagi pulang malam untuk membiayai hidup dan sekolah kita, Nak ! " nasehat saya. Ayah, ibu dan si anak bertangis-tangisan dihadapan saya. Mata saya pun berair....berat memang menjadi orangtua......" Kasus seperti banyak terjadi di sekolah.  Di satu sisi sekolah ingin menegakkan peraturan, di satu sisi kita juga harus memikirkan masa depan siswa. Sekolah bukan diciptakan untuk menghukum seseorang, sekolah diciptakan untuk membuat siswa menjadi baik, dari yang tidak baik , bisa menjadi baik, dari yang tidak terarah , bisa diarahkan. Namun Semua ini perlu dukungan seluruh pihak, baik  internal sekolah itu sendiri, karena ada juga sekolah yang internalnya tidak kompak, guru ini bilang A, guru lain bilang B, bahkan ada guru yang membuat kebijakan sendiri2 tidak sesuai dengan aturan yang sudah disepakati bersama. Malah ada guru yang sok membela anak, namun cara nya tidak tepat sehingga terjadi benturan antar guru satu sama lain.  kemudian juga butuh perhatian dan kepedulian orangtua terhadap anak, dan lingkungan msyarakat sebagai filter agar  tidak cuek saja terhadap lingkungan di sekitarnya. Kata kepala sekolah kami,  kalo sekolah ingin bermutu dan maju,  maka seperti prinsip beliau" Kalo tidak bisa dibina, maka dibinasakan saja!" Kepala sekolah kami termasuk paling keras dengan aturan. Pernah ada wali kelas dimarahi karena "lelet" dengan anak, si anak sudah banyak masalah, tidak mau dibina, tidak mempan dinasehati, orangtuanya pon sudah menyerah, namun masih juga dipertahankan. sehingga menjadi contoh atau alasan bagi anak2 yang melanggar lainnya. "si A, sudah begini, sudah begitu mengapa tidak dikeluarkan? sedang anak kami hanya baru kali ini kok dikeluarkan...? Pernah ada orangtua yang membela anaknya seperti itu, ketika dia dapat informasi bahwa si anak yng dibela wali kelas itu belum dikeluarkan. Nah, itulah yang dihindari kepala sekolah. Sehingga saya  sering  dilema jika dihadapkan pada anak-anak yang tidak mau berubah! dan tetap menjadi momok masalah di sekolah! diberhentikan susah, tidak diberhentikan juga susah...! Hmm....

(ilustrasi di ambil dari mbah google)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun