Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Nenek Su Pedagang Pakaian Keliling

12 Mei 2014   22:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:35 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_335961" align="aligncenter" width="526" caption="Nenek Su Pedagang Pakaian Keliling (Dok. pribadi)"][/caption]

Pagi hari setelah ikut "Pilkawe" alias Pemilihan Ketua Erwe (RW) saya singgah ke rumah Pak Slamet salah seorang warga yang menjual otak-otak, jajanan khas Pulau Bintan. Saya dapati di teras rumah Pak Slamet ada empat perempuan, tiga orang nya sudah berumur dan satunya lagi masih muda yang merupakan istri Pak Slamet. Dari tiga perempuan yang sudah tua itu salah satunya adalah Nenek Su, begitu orang-orang kampung Sidodadi-Kijang  ini memanggilnya.

Nenek Su adalah penjual pakaian keliling. Pekerjaan itu sudah dilakoninya lama, hingga kini usianya yang menurut beliau hampir mencapai 70 tahun. Berbekal kantong kresek warna hijau nenek Su berkeliling dari rumah ke rumah dikampungnya hingga ke kampung-kampung tetangga. Jumlah pakaian yang dibawanya biasanya tidak banyak hanya beberapa potong saja.

Dari cerita hidupnya yang beliau tuturkan ada beberapa hal menarik yang menjadi perhatian. Nenek Su adalah seorang janda tanpa anak, jadi untuk menyambung hidup beliau harus tetap melakoni pekerjaan beliau tersebut hingga kini. Mengharapkan saudara membantu penghidupan beliau di usia senja seperti sekarang ini tidaklah mungkin karena saudara-saudara beliaupun hidupnya susah, kata beliau. Ada satu orang adiknya yang suaminya yang tak lagi bekerja, anak-anaknya banyak dan pengangguran pula, intinya menurut beliau:  jika masih sanggup mengapa harus mengharapkan bantuan orang lain. Prinsip hidup yang luar biasa.

Kemudian beliau juga menceritakan, selama berjualan keliling ini beliau tidak pernah mengambil untung banyak dari modal yang beliau keluarkan sewaktu membeli di pasar. Sudahlah mengambil keuntungan sedikit, itupun beliau jual utang. Hebatnya lagi, beliau tidak membawa catatan apapun untuk menuliskan nama-nama orang yang berhutang tersebut. "Nanti dirumah saja mencatatnya! Tak enak membawa buku-buku catatan itu, kayak anak SD saja! hehe...Tak menghargai pembeli itu namanya, kayak kita tidak percaya saja"Kata beliau terkekeh.

Ketika ditanya bagaimana kalau lupa? Jawab beliau "kalo rezki tak kan kemana, nak! " Ketika ditanya pernah nggak kejadian ada pembeli yang tak tercatat karena lupa. Jawab beliau ya tentu ada, tapi si pembelinya yang selalu mengingatkan, tiba-tiba datang bawa uang bayar hutangnya. "Nenek sendiri pantang meminta-minta hutang! Kasian..jika ditagih-tagih mungkin orangnya lagi kesusahan, lagi perlu..." tutur Nenek Su. Jarang pedagang yang hatinya setulus nenek ini. Luar biasa!

Ketika sambil bergurau Pak Slamet bertanya: "Nek, kan dah lama dagang keliling seperti ini, kenapa nggak ngambil toko aja di pasar!" Jawaban beliau sangat mengejutkan. "Prinsip nenek Pembeli itu musti dijemput, jangan ditunggu. Banyak ibuk-ibuk Rumah tangga apalagi yang dah berumur , mereka itu jarang ke pasar, paling hanya pagi-pagi sekali beli bahan lauk pauk ke pasar sayur, atau menunggu tukang sayur yang datang. Tak ada waktu untuk lihat-lihat pakaian di toko atau pasar yang menjual pakaian. Mereka inilah target konsumen nenek, walau harus menanggung resiko kebanyakan dari mereka yang suka berhutang, karena harus mengumpulkan uang sisa belanja baru bisa bayar. Kalo mereka belanja di Toko man boleh berhutang! walo begitu mereka ini rata-rata jujur, apa lagi pada orangtua seperti nenek. Ibuk-ibuk itu mana sempat beli celana dalam, BH, baju tidur, makanya yang dah bolong-bolong tetap dipakai. Nah Produk ini yang paling laku" Jelas Nenek Su panjang lebar sambil tetap dengan tawa khasnya. Betul-betul berjiwa dagang dan pandai membaca peluang.

Nenek Su benar. Kalau sewa ruko tentu harus memikirkan uang sewanya perbulan atau pertahun, bersaing dengan toko sejenis, bila sepi pembeli tentu hanya penat duduk saja yang dapat, barang menumpuk lalu rusak, dan lain-lain. Kalo jadi pedagang keliling beliau bebas, tak perlu pikirkan hal-hal tersebut, setiap hari barang habis terjual, ada yang langsung bayar, ada yang berhutang, tapi setiap hari tetap saja selalu ada yang bayar hutang, jadi beliau tak pernah kehabisan modal. Ditambah lagi beliau bisa bersilaturrahmi dengan banyak orang, kan kalau banyak bersilaturrahmi itu akan mendatangkan banyak rezki. Belum lagi badan sehat karena "olahraga" terus, apa lagi beliau memang terlihat tidak pakai sandal kemana-mana. Tentu pijat refleksi dari kerikil-kerikil yang beliau injak saban hari tentu menyehatkan tubuh, itulah mengapa beliau tetap terlihat bugar. Hebat.

Begitulah Cerita nenek Su, ternyata belajar itu tak selalu harus pada orang-orang terkenal, pada orang semacam Nenek Su pun banyak pelajaran hidup yang dapat diambil. Pada kesempatan itu sayapun membeli pakaian tidur untuk istri, Memborong dagangan beliau yang tersisa dua stel lagi. Semoga Nenek Su selalu diberi kesehatan, dilancarkan rezkinya dan menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Saya sempat membidik photo beliau dengan kamera saya, sayangnya beliau pemalu dan tak mau diphoto. Beliau cekatan menutup wajahnya. Hehe..nenek Su...nenek Su.... (By. Mustafa Kamal)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun