[caption id="attachment_339025" align="aligncenter" width="616" caption="laman Facebook Salah satu warga Malaysia (doc.pribadi)"][/caption]
Baru-baru ini kita dihebohkan dengan produk cokelat Cadbury yg mengandung DNA babi asal Malaysia. Di Malaysia lebih heboh lagi puluhan LSM mendesak boikot nasional produk Cadbury karena telah “melampaui batas” dengan menjual cokelat yang mengandung DNA babi dan perlu adanya tindakan cepat mengenai hal tersebut.
Kementerian Kesehatan Malaysia pun mengambil langkah cepat dengan mengkonfirmasikan ke masyarakat bahwa dua sampel coklat Cadbury yaitu coklat susu dengan kacang hazel (Cadbury Dairy Milk Hazelnut) dan coklat susu dengan almond panggang (Cadbury Dairy Milk Roast Almond) mengandung Asam Deoksiribonukliek (DNA) babi (porcine) dan memastikan penarikan kedua produk Cadbury tersebut dari pasaran.
Lalu bagaimana reaksi warga malaysia atas penarikan tersebut? Membaca facebook beberapa warga Malaysia yang kebetulan berteman dengan penulis ternyata bukan saja tuntutan cokelat mengandung DNA babi itu saja yang menjadi perhatian mereka tetapi juga keamananan penyedia makanan dan minuman di Malaysia yang menurut mereka beresiko "tidak aman' karena dikelola oleh pekerja asing yang datang dari negara tidak maju dan tidak negara Islam.
Salah satu negara tempat asal pekerja asing itu menurut mereka adalah indonesia. Walau negara berpenduduk Islam terbesar mereka menilai kita masih terkebelakang. Warga Kita belum bisa dipercaya sebagai pekerja penyedia makanan yang aman bagi mereka disana. Perlukah kita emosi mengenai pernyataan warga Malaysia tersebut?
Penulis menilai tidak ada yang perlu diemosikan sebab memang negara kita kini sudah jauh tertinggal dari Malaysia. Warga Malaysia kini sudah mengganggap mereka adalah negara Islam maju yang patut menjadi percontohan bagi negara-negara lainnya.
Jika malaysia sudah berbicara keamanan makanan dan minuman yang mereka konsumsi, negara kita masih membicarakan ketersediaan makanan dan minuman bagi warganya. Di saat malaysia sudah berbicara pengaturan yang ketat terhadap kehalalan produk makanan mereka, kita masih berkutat tarik ulur lembaga mana yang harusnya mengeluarkannya? Disaat malaysia sudah dengan bangga memproklamasikan negaranya negara Islam yang maju, kita masih memandang sinis mereka!
Saatnya kita mengejar ketertinggalan dari mereka. Saatnya kita juga berbicara keamanan dan kehalalan makanan dan minuman yang kita konsumsi. Saatnya pemerintah kita lebih melindungi warga nya yang mayoritas Muslim terkait kehalalan ini.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H